Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta - Pengelolaan secara seimbang dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial menjadi kunci untuk pemanfatan sumber daya lahan gambut secara berkelanjutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demikian terungkap dalam the Internasional Seminar on Tropical Peatland "Peatlands for Environment, Food, Fiber, Bio-energy and People" yang diselenggarakan Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI), Kamis 21 Oktober 2021. Seminar ini menjadi bagian dari Kongres ke-8 HGI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seminar dibuka oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang diwakili oleh Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Fadjri Jufri dan dihadiri peneliti, praktisi, dan pengambil keputusan dari dalam dan luar negeri.
Dalam sambutannya yang dibacakan Dr Fadjri Jufri, Menteri Syahrul Yasin Limpo menyatakan lahan gambut bisa menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan pangan, serat, dan energi, dan berbagai kebutuhan masyarakat.
"Pemanfaatan gambut harus tetap memperhatikan aspek lingkungan agar tidak terjadi degradasi dan pemanfaatan bisa berkelanjutan," katanya.
Sementara itu Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Dr. Ali Jamil menyatakan lahan rawa gambut menjadi salah satu sumber daya dalam pengembangan program lumbung pangan (food estate).
Ali menegaskan program lumbung pangan tidak hanya bertujuan untuk memproduksi pangan semata namun memastikannya dikelola secara berkelanjutan.
Ada tiga lokasi lumbung pangan sementara ini yaitu Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah.
“Ada beberapa target capaian yang ingin kita raih hingga tahun 2024 mendatang,” katanya.
Pertama, lanjut Ali, terlaksananya penataan ruang dan pengembangan infrastruktur wilayah untuk kawasan sentra produksi pangan yang berkelanjutan. Kedua, meningkatnya produksi, indeks pertanaman dan produktivitas pangan melalui pertanian presisi.
Lalu capaian ketiga adalah terbangunnya sistem logistik, pengolahan dan nilai tambah, distribusi dan pemasaran berbasis digital. Keempat, terbangunnya korporasi petani yang mampu dan berdaya guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani.
“Terakhir, meningkatnya daya dukung ekosistem hutan dan gambut untuk mendukung keberlanjutan kawasan sentra produksi pangan,” kata Ali Jamil.
Restorasi
Pelaksana Tugas Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Sigit Reliantono menyatakan, untuk memastikan pengelolaan gambut berkelanjutan pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 71 tahun 2014 yang diperbarui dengan PP 57 tahun 2016 dan peraturan pelaksananya.
Berdasarkan PP Gambut, terdapat 12,3 juta hektare lahan gambut dengan fungsi budidaya dan 12,2 juta hektare dengan fungsi lindung. "Pemanfaatan gambut untuk budidaya tetap harus menjaga keseimbangan tata air gambut sehingga mencegah dari kerusakan," katanya.
PP Gambut juga mengamanatkan untuk dilaksanakannya restorasi. Sejauh ini, ungkap Sigit, sudah ada 294 unit usaha yang memanfaatkan lahan gambut yang sudah melakukan restorasi dengan total luas areal mencapai 3,6 juta hektare.
Hasil dari upaya pengelolaan dan restorasi gambut yang dilakukan Indonesia berhasil menekan pelepasan emisi gas rumah kaca sebanyak 366,2 juta ton setara karbondioksida (CO2e) tahun 2020 lalu. Rinciannya, penekanan pelepasan emisi dari areal konsesi sebanyak 364,7 juta ton CO2e emisi dan dari areal yang dikelola masyarakat sebanyak 1,4 juta ton CO2e.