Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Penyelenggaraan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan menjadi konsen Ombudsman Republik Indonesia untuk terus dioptimalkan. Melalui kegiatan diskusi publik yang diselenggarakan di Kantor Bupati Manggarai Barat, pada Kamis, 7 November 2024, Pimpinan Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng menyerahkan hasil evaluasi dan kajian sistematik kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Manggarai Barat, tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta pihak BPJS Ketenagakerjaan.
Kajian yang menjadi rekomendasi kepada pemerintah tersebut menyatakan beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kelompok pekerja informal dan pekerja rentan tidak dapat memiliki perlindungan sosial ketenagakerjaan. Robert mengatakan, salah satu faktornya adalah disharmonisasi regulasi di tingkat pusat dan daerah. Meskipun kebijakan pemerintah pusat seperti Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2021 telah mengatur optimalisasi jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker) sudah ada, namun banyak daerah belum memiliki regulasi yang kuat untuk mendukungnya.
“Berbicara secara nasional secara umum sebenarnya sudah komprehensif, problemnya di tingkat daerah, tidak banyak provinsi/kabupaten/kota punya regulasi. Kabupaten Manggarai Barat sudah ada namun masih umum, ke depan kita harapkan Kabupaten Manggarai Barat itu menyusun perbup terkait pengalokasian dana bagi para pekerja rentan seperti petani, nelayan dan pekerja informal lainnya sehingga ada payung hukumnya,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara nasional diketahui klasifikasi pekerja informal mendominasi status pekerja di Indonesia. Sekitar 59,17 persen dari jumlah pekerja di Indonesia atau 84,13 juta penduduk merupakan pekerja informal atau dalam sistem jaminan sosial pekerja informal dikategorikan sebagai Peserta Bukan Penerima Upah (BPU). Dalam klasifikasi tersebut, profesi petani dan nelayan merupakan profesi yang paling rentan terhadap risiko sosial-ekonomi seperti penyakit hingga kematian akibat kerja, kecelakaan kerja, hingga kesulitan ekonomi di masa tua.
Mirisnya, sebagian besar petani dan nelayan justru belum tersentuh skema jaminan sosial ketenagakerjaan. Baru sekitar 2 juta jiwa atau 6,9 persen dari jumlah petani se-Indonesia yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan jumlah BPU dari profesi nelayan baru mencapai 491 ribu jiwa atau 38,7 persen dari jumlah nelayan yang ada di Indonesia.
Pekerja Informal Sulit Iuran
Temuan di beberapa daerah menunjukkan masih banyak masyarakat khususnya pekerja informal yang terhambat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan diakibatkan faktor kemampuan ekonomi. Hal ini ditengarai lantaran pekerja informal atau pekerja mandiri tidak terikat dengan perusahaan tempat bekerja sehingga cenderung rentan menjadi peserta tidak aktif.
Ombudsman RI pun merekomendasikan kepada pemerintah agar pekerja informal rentan seperti petani dan nelayan yang kesulitan membayar iuran tersebut bisa mendapatkan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan dengan keberadaan skema penerima bantuan iuran (PBI).
"Sehingga di sisi regulasi kita meminta, pertama, agar Kemenko ini duduk bersama dengan kementerian terkait untuk menyusun Surat Keputusan Bersama, yang memastikan agar para petani dan nelayan itu bisa mendapatkan bantuan iuran, PBI," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, keseluruh langkah mengharmonisasi regulasi di tingkat pusat dan daerah, serta peningkatan peran pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk program Jamsosnaker (PBI) perlu dilakukan untuk mendukung pembangunan sumber daya manusia yang menjadi salah satu fokus pemerintah baru Presiden Prabowo Subianto menuju Indonesia Emas 2045. (*)