Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Apdamindo: Jenis Usaha Depot Air Berbeda dengan AMDK Galon Guna Ulang

Terkait pelabelan, bisnis depot air minum tidak bakal kena regulasi BPOM

8 November 2022 | 20.00 WIB

Apdamindo:  Jenis Usaha Depot Air Berbeda dengan AMDK Galon Guna Ulang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO NASIONAL – Usaha depot air minum dikecualikan dari aturan pelabelan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal itu dikatakan Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo) Budi Darmawan, Senin 7 November 2022.

“Karena jenis usaha kami jelas sangat berbeda dari bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang,” kata dia. Menurut Budi, regulasi pelabelan AMDK galon pada kemasannya, sedangkan fokus bisnis depot air minum pada airnya saja. “Jadi apa hubungannya?” ujarnya.

Faktor pembeda lainnya kata Budi, adalah, AMDK galon bekas pakai yang mengandung senyawa berbahaya Bisphenol A (BPA) diproduksi oleh industri skala besar. Sebaliknya, bisnis depot air minum isi ulang adalah bisnis yang masuk kagetori usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dioperasikan oleh masyarakat.

Bisnis depot air minum menyediakan air minum praktis, untuk masyarakat yang datang ke depot-depot dengan  membawa wadah milik mereka sendiri. “Bahkan di beberapa tempat di Indonesia, masyarakat datang dengan membawa jerigen dan wadah jenis lainnya ke depot-depot air minum, jadi bukan cuma bawa galon,” katanya.

Dengan demikian, lanjut dia, regulasi BPOM untuk pelabelan galon guna ulang dari bahan plastik keras polikarbonat yang bercampur BPA, tidak akan berpengaruh negatif pada bisnis depot air minum milik masyarakat.

Apdamindo sebagai induk organisasi dengan anggota hampir 90.000 depot air minum UMKM di Indonesia menyatakan sejalan dengan langkah BPOM RI, untuk melabeli galon bekas pakai yang mengandung BPA dengan label “Berpotensi Mengandung BPA”. Dukungan ini juga untuk mempertegas perbedaan bisnis AMDK dan depot air minum, karena BPOM secara tegas mengecualikan usaha depot air minum dari regulasi pelabelan.

“Kalaupun nanti ada perubahan kebijakan, misalnya BPOM terpaksa diminta untuk turun memeriksa depot-depot air minum, itu jelas bukan pekerjaan mudah, karena jumlah pelaku usaha ini yang sangat besar dan tersebar di seluruh Indonesia,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat mengklaim, revisi aturan BPOM akan membuat industri AMDK, terutama galon bekas pakai merugi sampai triliunan rupiah per tahun. “Mungkin industri ini sebagian besar akan tutup,” katanya. 

Senada, Asosiasi Depot Air Minum Isi Ulang Indonesia (Asdamindo) juga menyatakan tegas menolak wacana BPOM yang akan memberikan label “Berpotensi Mengandung BPA” pada kemasan  galon bekas pakai. Menurut Ketua Asdamindo sekaligus Pimpinan LSM Garda Pemuda Siliwangi Erik Garnadi, pelabelan pada kemasan galon bekas pakai akan merugikan para pengusaha depot air minum. Para pengusaha depot air minum akan banyak yang tutup usahanya. Asdamindo juga menyatakan keamanan air minum yang ada di depot air minum isi ulang bukanlah tanggung jawab BPOM melainkan berada di bawah kewenangan Kementerian Kesehatan.

Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM Rita Endang sebelumnya menyatakan, rancangan regulasi pelabelan BPA terbatas hanya ditujukan untuk produk galon bekas pakai berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan bahan campuran BPA. Jenis plastik ini banyak ditemukan dalam wadah makanan, botol minum atau botol susu bayi, lensa kacamata, DVD, hingga bahan bangunan semisal atap garasi.

Menurut Rita, sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-hari mengonsumsi air kemasan bermerek. Dari total, 21 miliar liter produksi industri air kemasan per tahunnya, 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon bekas pakai. Dari yang terakhir, 96,4 persen berupa galon berbahan plastik polikarbonat.

“Artinya 96,4 persen itu mengandung BPA. Hanya 3,6 persen yang PET (kemasan Polyethylene Terephthalate),” kata Rita. “Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang.”

Kepala BPOM Penny K. Lukito menyebut pelabelan kemasan galon yang mengandung BPA sangat diperlukan, agar publik mendapatkan hak mereka untuk mengetahui informasi produk yang mereka konsumsi. "Pelabelan juga untuk mengantisipasi munculnya gugatan hukum terkait keamanan produk air kemasan yang tertuju pada pemerintah dan kalangan produsen di masa datang," kata Penny dalam sebuah sarasehan belum lama ini.

Menurut BPOM, sejumlah penelitian dan riset mutakhir yang dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia, mengindikasikan BPA bisa memicu perubahan sistem hormon tubuh dan memunculkan gangguan kesehatan termasuk kemandulan, penurunan jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido dan sulit ejakulasi.

Paparan BPA dalam jangka waktu lama juga disebutkan bisa memicu gangguan penyakit tidak menular semisal diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal kronis, kanker prostat dan kanker payudara. Sementara pada anak-anak, paparan BPA dapat memunculkan gangguan perkembangan kesehatan mental dan autisme.

 

 

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus