Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diplomasi di Laut Cirebon, Kontribusi AL Menjaga Kedaulatan

Diplomasi Angkatan Laut telah dilaksanakan sejak perang kemerdekaan. #Infotempo

6 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai salah satu wilayah pusat pembauran dan peradaban, Cirebon menjadi saksi betapa kerasnya gesekan pertikaian dan pesaingan di bumi manusianya. Laut Cirebon menjadi saksi dedikasi dan nyala api anak negeri mempertahankan tanah air ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak masa perang Kemerdekaan, diplomasi Angkatan Laut telah dilaksanakan oleh ALRI. Di tengah keterbatasan kekuatan kapal-kapalnya dan berada pada posisi asimetris di hadapan armada kapal Belanda, kapal-kapal ALRI masih mampu melaksanakan diplomasi angkatan laut.

Diplomasi Angkatan Laut Indonesia diperlihatkan oleh ALRI Pangkalan III Cirebon pada tahun 1946. ALRI Pangkalan III Cirebon menerapkan ketentuan hukum laut yaitu Teritorial Zee Maritime Ordonantie 1939 (TZMKO 1939) yang menyatakan bahwa wilayah perairan tiga mil dari pantai merupakan wilayah kedaulatan Indonesia.

Karena itu semua kegiatan di wilayah perairan tersebut harus dilakukan oleh kapal-kapal berbendera Indonesia atau seizin Pemerintah RI. Belanda dan RI telah bersepakat melaksanakan Perundingan Linggarjati yang terletak di selatan Cirebon.

Karena rawannya situasi keamanan di sebagian besar wilayah Jawa tidak memungkinkan membawa delegasi Belanda dan Inggris lewat jalur darat, jalur laut menjadi satu-satunya opsi untuk melaksanakan kegiatan angkutan ini. Pelabuhan Cirebon tidak bisa disandari kapal-kapal yang bertonase lebih dari 1000 ton.

Karena itu, kapal-kapal besar pengangkut delegasi harus lego jangkar di lepas pantai Cirebon di luar perairan teritorial RI. Pemerintah RI menyediakan sarana transportasi dan pengawalan dari tempat lego jangkar ke dermaga Cirebon dengan kapal dan sekoci ALRI yang berbendera Indonesia.

Setelah menumpang fregat HMS Veryan Bay-K661 menuju Perairan Cirebon, mereka diangkut oleh kapal ALRI RI Gadjah Mada ke dermaga dan melanjutkan perjalanan darat ke Linggarjati. Mereka kemudian diantar dengan mobil ke Linggarjati dan ditempatkan di rumah yang terletak dekat dengan rumah penginapan SutanSjahrir.

Delegasi Belanda yang dipimpin Wim Schermerhorn menggunakan pesawat amfibi Catalina dan menginap di destroyer Hr.Ms. Banckert yang juga lego di lepas Pantai Cirebon tidak jauh dari tempat kapal Inggris membuang sauh. Karena berada di wilayah yurisdiksi maritim RI, sebuah kapal patroli ALRI RI Gadjah Mada bermaksud menjemput delegasi Belanda tersebut.

Namun, upaya ini ditolak pihak Belanda, karena akan menggunakan sekocinya sendiri menuju Pelabuhan Cirebon. Pihak ALRI keberatan jika kendaraan air berbendera Belanda lewat di perairan RI. Akhirnya, diperkenankan Delegasi Belanda diangkut sekoci dari Hr.Ms. Bankcert, tapi dikawal oleh perahu motor ALRI.

Insiden ini merupakan keberhasilan diplomasi maritim dan penegakan kedaulatan maritim RI yang dilakukan oleh ALRI. Pesan yang diberikan kepada pihak Belanda saat itu adalah RI masih memiliki kedaulatan wilayah perairan Cirebon. (*)

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus