Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak memberi peran strategis bagi negara dan masyarakat akan dirasionalisasi dan diprivatisasi bertahap. Pada 2024-2034, jumlah BUMN diperkirakan menyusut dari 108 menjadi 41 BUMN, bahkan diperkirakan tersisa sekitar 30.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun demikian, pulau-pulau kecil dengan sumber daya alam melimpah berpotensi menjadi BUMN baru jika dikelola dengan baik untuk menghasilkan barang dan jasa produktif, demi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pulau.
Indonesia memiliki 17.504 pulau kecil, termasuk 1.231 pulau berpenduduk dengan sekitar 2,7 juta jiwa, serta lebih dari 16.000 pulau tak berpenduduk yang menyimpan kekayaan sumber daya alam, keanekaragaman hayati, dan potensi wisata, seperti panorama alam, pasir putih, serta kegiatan diving dan snorkeling.
Sebagai contoh, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) ang sukses mengelola Pulau Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dengan target PNBP 80 triliun rupiah pada 2024. Kegiatan usaha yang dilakukan antara lain di bidang air dan limbah, hunian, gedung, agribisnis, dan taman.
Potensi serupa bisa diterapkan di pulau-pulau kecil lain. Karena itu, perlu kajian mendetail untuk mengelola pulau-pulau kecil berpotensi tinggi menjadi BUMN Pulau, yang bertujuan memperkuat kedaulatan NKRI, menjaga keberlanjutan ekologi, meningkatkan investasi dan layanan publik, serta menambah penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Penegasan Kedaulatan Negara
Agar dapat menjadi BUMN Pulau, dibutuhkan kemauan politik yang kuat antara Pemerintah bersama-sama DPR dalam menyusun regulasi terkait tupoksi dan kewenangan BUMN untuk mengelola pulau-pulau kecil prioritas.
Salah satu makna penting pengelolaan pulau-pulau kecil, baik single pulau maupun cluster, oleh negara melalui BUMN Pulau adalah menegaskan kedaulatan NKRI. Ini dilakukan dengan memastikan kepemilikan pulau tersebut atas nama negara melalui sertifikasi pulau atau cluster secara jelas dan bersih.
Apabila status dan kepemilikan pulau telah dimiliki negara melalui proses sertifikasi, maka isu-isu sensitif terkait jual beli pulau yang masyarakat temui di media sosial ataupun media massa, dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.
Keberlanjutan Ekologi Pulau
Penyusunan regulasi BUMN Pulau perlu menegaskan bahwa dalam pemanfaatannya harus dipastikan ekologi pulau tetap berkelanjutan, mengingat salah satu bidangnya dialokasikan sebagian besar untuk kegiatan kepariwisataan. Oleh karena itu, ekologi daratan pulau maupun perairan di sekitarnya harus sehat, bersih, dan terjaga dengan baik, yang akan menjadi daya tarik bagi masyarakat maupun investor.
Pemanfaatan pulau harus sesuai dengan tipologi pembentukan pulau agar tidak merusak lingkungannya, yang diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2024 Tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Di Sekitarnya.
Pembentukan pulau terdiri dari Pulau Karang, Pulau Atol, Pulau Petabah, Pulau Teras Terangkat, Pulau Vulkanik, Pulau Tektonik, Pulau Aluvium dan Pulau Genesis (campuran). Dari 1.231 pulau berpenduduk, lebih dari 90 persen masyarakat bermukim di Pulau Koral/Karang.
Manfaaf Ekonomi
Dalam pengelolaan BUMN pulau, diprioritaskan pada pulau-pulau kecil ataupun cluster pulau tidak berpenduduk dengan luasan dibawah 100 kilometer persegi, jumlahnya mencapai 16.000 pulau.
Pada periode tahun 2025-2030 dapat direncanakan pengelolaan 100 pulau-pulau kecil prioritas. Kriterianya antara lain: memiliki biodiversity atau keanekaragamanan hayati di laut dan daratan pulau yang unik dan langka, keindahan alam dan pesona spesifik, berdekatan negara lain seperti Singapura, Malaysia, serta terkoneksi dengan bandara Soetta Jakarta. Lokasi pulau-pulau tersebut diantaranya Kab. Bintan, Kab. Anambas, Kota Batam, Pulau Bangka Belitung, dan Kab. Raja Ampat.
Berdasarkan realisasi PNBP dari perizinan dan rekomendasi pemanfaatan pulau tahun 2023 mencapai 33 Milyar pada 13 pulau, baik investasi PMDN dan PMA. Sedangkan pada akhir tahun 2024 diperkirakan investasi pada 10 pulau mencapai 42 miliar.
Untuk memudahkan para investor, PP 85 Tahun 2021 mengenai jenis dan tarif PNBP diusulkan untuk disempurnakan dengan memasukkan penerimaan dari sewa lahan pulau, sehingga memberikan pilihan investasi beragam. Kecenderungan peningkatan PNBP menunjukkan pulau-pulau kecil memiliki potensi yang besar untuk dikelola negara melalui BUMN Pulau.
Jika regulasi BUMN Pulau yang memandatkan proses sertifikasi pulau prioritas dapat diselesaikan tahun 2025, maka pada tahun 2026 pemerintah dapat segera mengusahakan pengelolaan pulau melalui kerjasama investasi, baik dengan pihak ketiga maupun dikelola BUMN Pulau, dengan tetap mengutamakan kedaulatan wilayah NKRI, keberlanjutan ekologi pulau, serta peningkatan investasi dan PNBP bagi negara. (*)
Penulis: Rido Miduk Sugandi Batubara | Ahli Madya Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP), Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan