Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjaga Moral dan Etika Bangsa

Megawati menahan para menteri tidak mundur dari kabinet Jokowi. Berpolitik harus tetap memiliki moral dan etika. #InfoTempo

11 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilihan Umum tinggal menghitung hari. Namun, suasana bangsa kian memanas. Semakin banyak guru besar mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Mahasiswa juga bersiap menggelar demo akbar menjelang pemilu. Di kalangan pejabat, ramai isu menteri-menteri yang berniat melengser.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahfud MD, tandem Ganjar Pranowo dari pasangan calon nomor urut 3 yang diusung PDI Perjuangan, Hanura, Perindo, dan PPP, telah mundur dari jabatannya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Keputusan ini dikabarkan menjadi pemantik pembantu presiden lainnya untuk mengambil jalan serupa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siaran podcast Bocor Alus Politik milik Tempo pada 3 Februari 2024, menyebutkan antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, ditambah menteri-menteri dari PDI Perjuangan.

Hasil bocoran dari podcast ini bergulir menjadi berita hangat. Banyak kalangan khawatir dengan rencana mundurnya Sri Mulyani. Di satu sisi, ia menjadi penjaga keuangan negara. Tanpa Sri Mulyani, perekonomian Indonesia yang mulai bangkit terancam bahaya. Di sisi lain, ia pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia atau World Bank. Tokoh-tokoh dunia memandang penting peran Sri Mulyani yang menjadi penstabil pemerintahan Jokowi.

Diam-diam, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bertemu dengan Sri Mulyani. Pertemuan itu diungkapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, dan turut dibocorkan oleh Bocor Alus Politik. Kendati Hasto tak mau menguak isi pembicaraan secara detail, setelah pertemuan ini kabar mundurnya Sri Mulyani mulai mereda. 

Dalam akun Instagram Sri Mulyani pada Jumat, 9 Februari 2024, ia dengan tegas menyebut dirinya sebagai Menteri Keuangan. “Kepada seluruh insan pers yang saya hormati dan saya banggakan. Pada hari Pers Nasional tahun 2024 ini, saya, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia, mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional kepada seluruh insan pers di Indonesia,” ujarnya.

Megawati akhirnya membuka kisah pertemuannya dengan Sri Mulyani kepada Rosianna Silalahi, pembawa acara Rosi di Kompas TV. Menurut anak perempuan Presiden Sukarno ini, masa pemerintahan Jokowi masih 10 bulan hingga pelantikan presiden baru pada Oktober mendatang. Dalam waktu tersebut, kondisi bangsa sangat bahaya jika para menteri mundur. Terlebih, jika Sri Mulyani ikut meletakkan jabatan.

Dengan kapasitas sebagai pemimpin tertinggi di partai besar, serta mengusung Ganjar-Mahfud yang berseberangan dengan calon presiden dan calon wakil presiden pilihan Jokowi, Prabowo-Gibran, sah saja jika Megawati mengeluarkan perintah agar seluruh menteri dari PDI Perjuangan untuk mundur.

“Kalau semua saya suruh mundur, yang rugi bangsa dan negara. Saya kan warga negara Indonesia. Saya ingin apa yang sudah dicitakan oleh mereka yang berjuang dapat kita capai,” ucap Presiden ke-5 Indonesia ini. "Memang maunya saya bangsa ini beres, semuanya sejahtera sesuai perundangan. Bukan karena maunya saya.”

Ia menyebut selalu berpikir secara holistik. Sebab itu, ia banyak menimbang kemungkinan yang bakal terjadi sebelum mengambil keputusan. Ia menyadari akan sulit mendapatkan menteri pengganti yang berkualitas setara. Kalaupun ada profesional lain, setidaknya perlu waktu sekitar lima bulan untuk memahami alur kerja di kementerian. 

“Kalau semua menteri dikeluarkan, padahal banyak yang bagus terus digantikan oleh seseorang yang hanya kepentingannya ingin jadi menteri tapi sisi pengetahuan politiknya, sisi pengetahuan dan saintifik ternyata tidak sesuai, saya enggak bisa bayangkan," ujarnya. 

Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini menegaskan keputusannya menahan para menteri menyelesaikan tugasnya hingga pemerintahan Jokowi berakhir, juga karena terkait moral dan etika. 

Masyarakat harus memahami, jabatan presiden merupakan institusi dan telah diatur dalam konstitusi. Demi konstitusi ini, semua amanat yang telah diberikan rakyat harus dijalankan sebaik mungkin, hingga tugas berakhir.

“Politik itu tetap harus ada moral dan etika,” ucapnya. “Konstitusi tidak pernah salah. Kalaupun ada yang salah karena orangnya, oknum yang melaksanakan,” Megawati mengimbuhkan.

Saya Petugas Partai

Menunjung tinggi moral dan etika, Megawati melanjutkan, menjadi kredo dalam membesarkan PDI Perjuangan. Ia menuturkan, partai dengan logo banteng bermoncong putih itu disusun secara terstruktur dan sistematis. Setiap kader yang bercita-cita jadi pemimpin harus belajar.

Pembelajaran cara memimpin dan berpolitik berlangsung di Sekolah Partai di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Di tempat inilah, kata Megawati, menjadi tempat menempat pemimpin yang berkarakter. 

“Harus sekolah. Ada kursus-kursunya. Kalau mau jadi eksekutif, kita sekolahkan. Mereka harus mengerti. Kalau mau jadi gubernur nggak sekadar nongkrong saja. Kenapa, karena ini membangun Indonesia,” tuturnya.

Ia menghindari pemeo yang disematkan masyarakat kepada pejabat, yakni datang, duduk, diam, duit atau 4D. Sebab itulah, PDI Perjuangan mewajibkan kader-kadernya bersekolah. “Kalau bertanding jangan hanya untuk elektoral, tapi harus fair. Kalau hanya untuk 4D ya rugi dong”

Pernyataan ini sekaligus menjawab anggapan miring tentang sikap sok kuasa Megawati. Banyak kalangan mencibir maupun khawatir jika Ganjar Pranowo terpilih menjadi presiden, ia sekadar petugas partai. Kekhawatiran ini berasal dari pernyataan Megawati yang pernah menyebut Jokowi sekadar petugas partai.

“Saya pun petugas partai. Saya dipilih sebagai ketua umum dalam kongres,” ujarnya. “Coba tanya sama Pak Jokowi, apa saya mendikte? Kalau hanya memberi saran, apa tidak boleh?”

Usulan, lanjut Megawati, patut diberikan kepada pemimpin terlebih saat mengetahui sebuah keputusan berpotensi membahayakan bangsa. Ia sangat memegang teguh amanat UUD 45 tentang negara yang wajib memelihara fakir miskin dan anak telantar. 

“Kalau insyaAllah Pak Ganjar nanti jadi presiden, dan dia punya program mengatasi kemiskinan, apa tidak boleh saya tanya ke dia bagaimana mengimplementasikan program tersebut?”

Megawati menekankan agar masyarakat tidak perlu khawatir. Kapasitasnya sebagai pemimpin partai hanya berfungsi memberi saran. “Saya ini tahu aturan, kok,” kata dia. Bagaimanapun, pada akhirnya presiden yang mengambil keputusan. Ia tidak pernah cawe-cawe. “Komitmen (mengentaskan kemiskinan) sudah jadi amanat undang-undang, loh,” ujarnya.

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus