Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senjata bambu runcing menjadi simbol perang gerilya ketika berjuang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan. Namun siapa sangka singkong punya peran penting dalam pergerakan Panglima Besar Jenderal Sudirman dan pasukannya kala itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Besar Universitas Jember, Achmad Subagio, mengatakan salah satu kesuksesan perang yang dipimpin Jenderal Sudirman ada pada tanaman singkong. “Saat Jenderal Sudirman bergerilya, masyarakat mendistribusikan singkong sebagai cadangan logistik untuk tentara,” ujarnya dalam diskusi Ngobrol@Tempo bertajuk, Cadangan Strategis Pangan untuk Kekuatan Pertahanan Indonesia yang disiarkan secara langsung di channel Youtube Tempodotco, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Achmad, Guru Besar Universitas Institut Pertanian Bogor Iswandi Anas Chaniago dan pengamat pertahanan dan hubungan internasional Ian Montratama hadir sebagai pembicara dalam acara ini. Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan Letnan Jenderal TNI Ida Bagus Purwalaksana turut memberikan sambutan dalam diskusi.
Achmad Subagio, Guru Besar Universitas Jember
Menurut Achmad, cadangan logistik pada saat perang tak melulu berupa senjata dan amunisi. Pangan menjadi salah satu logistik penting ketika perang terjadi. Saat perang gerilya, TNI harus dapat menyebarkan kekuatan ke wilayah-wilayah yang sulit dideteksi musuh. Untuk itulah, kantong-kantong logistik, termasuk logistik pangan, harus dapat mendukung perjuangan tentara.
Pentingnya logistik pangan dalam pertahanan suatu negara menjadi salah satu dasar Kementerian Pertahanan mengerjakan proyek cadangan logistik strategis tanaman singkong. Saat ini Kementerian sedang mengerjakan program cadangan pangan seluas 30 ribu hektare di Kalimantan Tengah.
Program cadangan logistik strategis singkong merupakan bagian dari kebijakan food estate. Program yang masuk dalam Program Strategis Nasional 2020-2024 dicanangkan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan kemandirian pangan. Apalagi, di masa pandemi ini, potensi krisis pangan bisa saja terjadi, termasuk di Indonesia.
Food estate dipimpin Kementerian Pertanian dan dilaksanakan bersama kementerian-kementerian lain, di antaranya Kementerian Pertahanan. Kementerian Pertanian menjalankan program ketersediaan pangan dalam kondisi normal. Sementara Kementerian Pertahanan mengembangkan pangan sebagai pendukung pertahanan negara dilakukan dalam situasi yang bersifat darurat, seperti bencana alam, wabah berkepanjangan, dan kondisi gawat lainnya.
Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan, Letnan Jenderal TNI Ida Bagus Purwalaksana, menjelaskan pangan dapat digunakan sebagai senjata yang sama kuatnya dengan sumber daya pertahanan lainnya. “Pemenuhan hak pangan rakyat adalah masalah strategis yang menyangkut jatuh bangunnya sebuah negara,” ujarnya.
Letjen TNI Ida Bagus Purwalaksana, Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan RI
Persoalan strategis yang berkaitan dengan ancaman pangan saat ini adalah ketika satu negara enggan menjual hasil pangannya ke negara lain. Ida Bagus mencontohkan, pada Juni 2020 sejumlah negara mengerem beberapa ekspor komoditasnya ke negara lain. Untuk negara yang bergantung pada komoditas pangan dari impor negara lain, hal ini menjadi potensi ancaman yang serius.
Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara yang masih sulit lepas dari belenggu impor pangan. Badan Pusat Statistik mencatat pada Januari-Juni 2021 atau sepanjang semester pertama Indonesia mengimpor pangan hingga US$ 6,13 miliar atau setara Rp 88,21 triliun.
Ida Bagus mengatakan tanaman singkong dipilih Kementerian Pertahanan sebagai komoditas karena beberapa alasan. “Tanaman singkong memiliki daya adaptasi lingkungan yang tinggi dan tidak memerlukan infrastruktur yang rumit,” ujarnya.
Karakteristik media tanam singkong ini berguna di tengah kondisi sebagian besar tanah Indonesia yang saat ini rusak oleh penggunaan pestisida berlebihan. Singkong pun dapat ditanam di lahan terbatas.
Guru Besar IPB Iswandi Anas Chaniago yang juga tim pakar Masyarakat Singkong Indonesia, sepakat tanaman singkong dijadikan cadangan logistik strategis. Selain merupakan sumber karbohidrat yang sehat karena bersifat gluten-free, singkong mudah ditanam. “Menanam singkong tidak memerlukan tanah yang subur sekali, dan dapat ditanam di lahan terbatas,” kata dia.
Selain sehat, singkong pun dapat diolah menjadi sejumlah makanan menarik, mulai dari cake hingga mie instan. “Sebagai bahan pangan, olahannya sangat bervariasi,” kata Iswandi.
Menurut dia, bila dikelola dengan baik, tanaman singkong dapat digunakan dalam spektrum yang lebih luas. Selain sebagai bahan pangan manusia, tanaman singkong juga bisa digunakan sebagai pakan ternak, bahan farmasi, dan bahan bio-industri lainnya.
Pangan pengganti beras saat ini diperlukan karena luas baku tanah sawah di Indonesia semakin menyusut. Kementerian Agraria dan tata Ruang mencatat luas baku sawah pada 2019 adalah 7,4 juta hektare. Luas ini turun sekitar 285 ribu hektare dari luas 7,7 juta hektare sawah pada 2013. Artinya, terjadi penyusutan 47,5 ribu hektare sawah tiap tahunnya dalam periode 2013-2019.
Selain luas lahan, kondisi lahan yang optimal untuk ditanami beras pun saat ini semakin menurun. Sekitar 70 persen tanah pertanian di Indonesia ada di kondisi tak sehat. “Salah satunya karena penggunaan pestisida atau pupuk non-organik secara berlebih,” kata Iswandi. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan lahan pertanian yang optimal pun cukup lama, bisa mencapai belasan hingga 30 tahun.
Namun, keberhasilan konsep cadangan logistik strategis pangan singkong oleh Kemhan ini tak bisa bergantung di tangan Kemhan saja. Konsep ini bergantung pada sinergi sejumlah kementerian terkait. Ida Bagus mengatakan, target pengerjaan CLS tanaman singkong di bawah Kemhan sendiri pada 2020-2021 adalah seluas 30.000 hektare di Kalimantan Tengah. Namun, hingga kini yang berhasil dilakukan pembukaan lahan oleh Kementerian PUPR baru sebesar kurang lebih 600 hektare di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Penanaman pun belum dapat berjalan karena belum adanya pendanaan.
“Sebagian besar dari target lahan untuk CLS tanaman singkong di bawah Kemhan sedang dalam proses pengajuan di KLHK. Untuk menjalankan kebijakan ini, Kementerian Pertahanan sangat bergantung pada izin yang diberikan oleh KLHK, juga dukungan anggaran dari Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Saat ini Indonesia memiliki budaya pangan yang homogen. Untuk itu, pemerintah memiliki tantangan kebutuhan satu komoditas yang sangat besar, yaitu beras. Untuk menjawab tantangan ini, kebutuhan pangan seharusnya dapat dielaborasi ke komoditas lain sehingga budaya pangan negara ini menjadi heterogen.
Ada beberapa cara untuk menyiasati budaya pangan masyarakat Indonesia yang homogen. Iswandi memberi salah satu solusi untuk mencampur singkong dan beras dengan perbandingan 1:1. “Setengah singkong dan setengah beras dimasak, dan tidak akan mengubah rasa beras,” tuturnya. Cara ini, menurut dia, dapat mengatasi tingginya kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap beras.
Pengamat pertahanan dan hubungan internasional, Ian Montratama, mengatakan selain dari dalam, program cadangan logistik strategis singkong juga memerlukan dukungan dari luar. “Ahli singkong kita sangat sedikit, karenanya bisa mempelajari teknologi penguasaan singkong dari negara lain,” kata dia.
Ian juga menambahkan pangan memang penting dalam pertahanan suatu negara. Menurut Ian, kemungkinan perang tidak bisa dipandang sebelah mata. Konflik antara Cina dan Amerika Serikat bisa saja terjadi di Laut Cina Selatan. Jika ini terjadi, Indonesia dapat terkena dampak terhambatnya impor sejumlah komoditas pangan.