Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Hingga akhir Februari 2025, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp52,6 triliun atau 17,5 persen dari target APBN. Angka ini tumbuh 2,1 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kinerja positif ini didorong peningkatan penerimaan bea keluar, sebagai salah satu komponen penerimaan kepabeanan dan cukai. Hal ini mencerminkan tetap terjaganya aktivitas ekspor komoditas unggulan di tengah dinamika ekonomi global saat ini," ujar Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kenaikan terutama didorong oleh bea keluar yang mencapai Rp5,4 triliun, naik 92,9 persen (yoy). Bea keluar produk sawit menjadi penyumbang terbesar dengan pertumbuhan 852,9 persen akibat kenaikan harga crude palm oil (CPO) ke USD955/metrik ton, melebihi tahun 2024 yang sebesar USD806/MT.
Namun, komponen penerimaan kepabeanan dan cukai lainnya, yakni bea masuk dan cukai diketahui mengalami penurunan. Untuk penerimaan bea masuk, hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp7,6 triliun atau turun 4,6 persen (yoy) yang salah satunya dipengaruhi oleh penurunan bea masuk dari komoditas beras karena sejak awal tahun 2025 tidak diimpor lagi.
Budi menegaskan Bea Cukai akan terus berupaya memperkuat pelayanan dan pengawasan impor untuk menjaga penerimaan.
"Dengan pengawasan yang lebih ketat dan pelayanan yang efisien, Bea Cukai memastikan kepatuhan yang lebih baik dari pelaku usaha serta mencegah potensi kebocoran penerimaan," kata dia.
Di sisi lain, penurunan juga terjadi di penerimaan cukai. Hingga Februari 2025 penerimaan cukai tercatat sebesar Rp39,6 triliun atau turun 2,7 persen (yoy). Cukai hasil tembakau tercatat sebesar Rp38,4 triliun atau turun 2,6 persen, yang dipengaruhi oleh turunnya produksi rokok bulan November dan Desember 2024 sebesar 5,2 persen, sebagai basis perhitungan penerimaan cukai hasil tembakau di bulan Januari dan Februari 2025. Sementara itu, cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp1,1 triliun atau turun 7,6 persen (yoy) karena penurunan produksi MMEA sebesar 11,5 persen.
Budi menuturkan, peran Bea Cukai dalam mengawal APBN bukan hanya sebagai penjaga penerimaan negara, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam penindakan terhadap pelanggaran kepabeanan dan cukai serta pemberi fasilitas bagi industri.
“Melalui pengawasan yang ketat dan pemberian insentif strategis, kami memastikan arus perdagangan yang aman sekaligus mendorong pertumbuhan industri nasional demi kebermanfaatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Budi.
Ia menambahkan, instansi ini juga senantiasa melindungi masyarakat dan mengamankan perekonomian nasional dari barang ilegal dan penyelundupan dengan melakukan 4.454 penindakan di bidang kepabeanan dan cukai (turun 36,8 persen yoy) hingga Februari 2025. Dari penindakan tersebut, perkiraan nilai tangkapan yang dihasilkan sebesar Rp1,8 triliun (tumbuh 67,0 persen yoy).
Lima komoditas teratas penindakan di antaranya rokok (50 persen), MMEA (7 persen), tekstil (3 persen), besi dan baja (4 persen), dan HP dan gawai (3 persen). Di lingkup penindakan narkotika sendiri, s.d. Februari 2025, Bea Cukai telah melancarkan 212 penindakan narkoba bersama APH terkait (turun 2,3 persen (yoy)) dengan barang bukti mencapai 1,2 ton (tumbuh 61,2 persen yoy).
Sementara itu, dalam menjalankan peran sebagai industrial assistance, Bea Cukai mencatat kegiatan ekonomi di kawasan berfasilitas hingga Februari 2025 masih tumbuh. Hal ini ditandai kenaikan pemanfaatan insentif, nilai ekspor, dan nilai impor perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Diketahui, insentif kepabeanan hingga Februari 2025 mencapai Rp5,8 triliun atau tumbuh 7,7 persen (yoy) dipengaruhi pertumbuhan insentif untuk fasilitas bea masuk kawasan berikat, kawasan ekonomi khusus (KEK), dan KITE.
Diharapkan pengelolaan APBN akan semakin optimal, sehingga APBN tetap menjadi instrumen utama untuk mendorong pertumbuhan, pemerataan dan keadilan sosial, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian. "Semoga hasil-hasil dan manfaat nyata dari APBN dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, sekaligus tetap akuntabel dan sehat posturnya," kata Budi. (*)