Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program Pengembangan Santripreneur Melalui Usaha Kecil Menengah Koperasi (UKMK) Berbasis Sawit sebagai Program Pemberdayaan Ekonomi Daerah telah diluncurkan oleh Wakil Presiden RI dan Menteri Keuangan pada 1 Oktober 2020. Program kolaborasi antara Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI) itu melibatkan Rektor Universitas Indonesia dan Gubernur dari 3 Provinsi, yaitu Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalaui santripreneur, diharapkan kedepannya sawit menjadi salah satu pilar ekonomi dan kewirausahaan di pondok pesantren. “Diharapkan industri kelapa sawit Indonesia khususnya kelapa sawit rakyat akan menjadi kuat karena adanya generasi baru yang terampil, berwawasan lingkungan,” kata Kepala Divisi UKMK BPDPKS, Helmi Muhansyah, beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Helmi menuturkan, sinergi dan kolaborasi sangat dibutuhkan untuk implementasi peningkatan UKMK berbasis kelapa sawit. Utamanya melalui pengembangan produk turunan kelapa sawit agar dapat meningkatkan nilai tambah untuk masyarakat dan pondok pesantren. Tak hanya itu, Helmy juga berharap, UKMK berbasis sawit harus mulai berpikir memperluas target konsumen hingga level global.
Mindset Go Global bagi para santripreneur harus ditumbuhkan dan BPDPKS pun bersedia mempertemukan santripreneur dengan para stakeholder sehingga dapat mempercepat proses penguatan UKMK. Diharapkan UKMK Sawit pesantren bisa memasarkan produknya dalam skala global. Tentunya untuk mewujudkan misi go global, diperlukan juga komitmen dan pengembangan SDM dari masing–masing pondok pesantren.
Salah satu yang telah berhasil menjalankan program santripeneur yaitu Pondok Pesantren Al Amin Dumai. Pesantren ini pun telah sampai tahap menuju Go Global. Pada perhelatan Trade Expo Indonesia di ICE BSD, Oktober lalu, produknya diminati berbagai negara.
“Kita kemarin sempat kebingungan karena dapat permintaan ekspor banyak banget,” kata Ketua UKMK Santripeneur Ponpes Al Amin Dumai KH. W. Zainal Abidin. Saat mengikuti pameran yang difasilitasi BPDPKS itu, konsul Pakistan meminta mereka untuk mengekspor 42 ton lidi dalam jangka waktu satu bulan. Sebelumnya, buyer dari Malaysia juga ada yang tertarik dengan produk-produknya.
“Hari berikutnya lebih keren lagi, ada yang mengajak kerjasama dengan menginvestasi alat dan modal sementara pengerjaan dari teman-teman pesantren. Tetapi memang negara-negara yang tertarik masih Pakistan dan India,” ujar Ketua Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (Hebitren) Riau dan Wakil Ketua Forum Ekonomi Pondok Pesantren Indonesia (FEPI) itu.
Zainal mengatakan, untuk memenuhi permintaan para buyer itu dia optimistis dapat memenuhi. Apalagi yang diminta adalah limbah sawit berupa lidi. “Ini potensinya besar, dia hanya butuh bahan baku lidi saja. Dan bisa dikatakan limbah membawa berkah. Bagaimana mengelola limbah sawit menjadi rupiah.”
Sinergi dan Kolaborasi
Pondok Pesantren Al Amin Dumai sudah membeli lahan sawit di awal pendiriannya tahun 2004 sebanyak 2 hektare yang hingga saat ini dikembangkan secara bertahap. Meskipun saat itu belum mengetahui kebaikan dan manfaat sawit, pesantren ini berencana mengajarkan anak didiknya pembekalan lifeskill dengan budidaya dan pengolahan lahan sawit.
“Di Al Amin ada dua fokus, pertama membangun karakter santri betul-betul adab kepada Allah SWT, kepada Rasulullah, guru, orangtua, alam dan lingkungan sekitarnya itu menjadi prioritas kita. Bagaimana Rahmatil Al Amin itu menjadi karakter,” kata Zainal. Kedua, lanjut dia, fokus pada pembekalan lifeskill. “Sejak awal para santri sudah kita kenalkan dengan pembibitan, budi daya tanaman, mengolah lahan yang ada di sekitar pesantren.”
Selain seputar budidaya dan penanaman sawit, Zainal sebelumnya tidak mengetahui potensi besar sawit yang bisa dikembangkan. Baru sekitar tahun 2017 santrinya ikut terlibat dalam pemasangan IT di salah satu perusahaan grup Sinar Mas di Dumai yaitu PT Energi Sejahtera Mas. Perusahaan ini merupakan gabungan dari Simar Mas dengan CEPSA, Spanyol. “Perusahaan ini khusus mengerjakan produk dari turunan limbah sawit.”
Dari situlah Zainal baru mengetahui, limbah sawit bisa dijadikan bahan-bahan seperti sabun, kosmetik, dan lainnya. Dan, ekspor limbah sawit pun memiliki potensi yang besar. “Saat itu, perusahaan sekali kirim 32 kontainer untuk bahan-bahan turunan dari pengelolaan limbah sawit.”
Di tahun 2020, pesantrennya pun berkesempatan mengikuti program pemerintah. “Kita menyambut baik program santripreneur yang dicanangkan Pak Wapres di tahun 2020, potensi itu besar kalau di kalangan pesantren. Tapi dibutuhkan support dari berbagai pihak. Dan kami bersyukur ada BPDPKS yang memberikan dukungan.”
Dia menambahkan, “saat ini kita sedang mengupayakan peningkatan-peningkatan terus agar program santripreneur bisa lebih luas jangkauannya dan mengangkat nilai-nilai santri sekaligus nilai-nilai sawit agar nanti dirasakan keberadaannya oleh santri, pesantren, dan masyarakat.”
Untuk mewujudkan itu, para pesantren itu pun bersinergi dan berkolaborasi. Hal itu perlu dilakukan, karena tidak semua pesantren memiliki komitmen tinggi terhadap kebaikan sawit. “Dalam mengembangkan hilirisasi produk sawit Al Amin bersinergi dan berkolaborasi dengan pesantren lainnya baik dari Riau, Palembang, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat, dan lainnya.”
Setiap pesantren diharapkan dapat menjadi sentra-sentra produk hilirisasi sawit. Misalnya saja untuk biomassa sawit yang sedang dikembangkan, meskipun MoU dengan Al Amin, namun pengolahannya di pesantren lain. “Jadi tidak semua produk diproduksi Al Amin, namun kita ingin bersinergi dengan pesantren lainnya.”
Untuk produksi sabun, Al Amin bekerjasama dengan dua pesantren lainnya. Setiap pesantren memiliki peran masing-masing, seperti salah satu pesantren menyediakan bahan baku, yang lainnya mengolah, dan lainnya lagi memasarkan. Saat ini mereka juga akan membuat produk kosmetik. “Sudah ada peminatnya, yaitu salah satu pesantren yang memiliki santri perempuan dengan jumlah yang banyak.”
Untuk produk makanan, produk santripreneur yang ada saat ini yaitu 4 jenis olahan makanan Ponpes Al Amin Dumai. Pesantren telah menggunakan 3 bahasa yaitu Inggris, Indonesia, dan Arab untuk keterangan kemasannya, sehingga makanan-makanan ini pun siap Go Global.
Santripeneur, kata Zainal, memiliki nilai lebih. Dapat menjadi sarana atau media membekali generasi muda yang ada di Ponpes memiliki jiwa kewirausahaan dan akhirnya akan menjadi langkah nyata kontribusi untuk menyiapkan generasi yang siap membuka lapangan pekerjaan dan menguasai sektor sawit dengan pengelolaan profesional di masyarakat.
Dia pun berharap, dengan pasar yang terbentang luas, dukungan dari berbagai pihak masih tetap dibutuhkan. “Semoga BPDPKS masih bisa membantu dari sisi pelatihan, pendampingan, dan pemasarannya. Bank Indonesia bisa membantu dari kebutuhan alat-alatnya, diharapkan sinergi antar lembaga pemerintah juga terus berlanjut.”
Zainal bermimpi, ke depan, akan ada semacam Pusat Edukasi Sawit yang dapat dijadikan bagian dari destinasi wisata. “Kita dapat mengajak para wisatawan ke sentra-sentra produksi turunan sawit yang tersebar di pesantren-pesantren,” kata dia.