Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terumbu karang merupakan salah satu biota laut yang paling terdampak krisis iklim. Terumbu karang bukan sekedar tempat tinggal ikan dan biota laut lainnya, melainkan juga sebagai daya tarik wisata yang amat berharga. Belum banyak yang tahu, Indonesia berada di Coral Triangle. Coral Triangle adalah pusat keanekaragaman laut dan terumbu karang yang meliputi laut Indonesia, Filipina dan Malaysia. Bisa dibilang, Indonesia Timur menjadi benteng terakhir keanekaragaman hayati laut. Sebab, sebanyak 25.000 kilometer persegi luas terumbu karang di Indonesia atau 10 persen di dunia, namun hanya tersisa 6,5 persen saja yang masuk kategori sangat baik yakni di daerah Indonesia Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlu diketahui, kerusakan terumbu karang paling besar disebabkan karena krisis iklim. Sebanyak 55% kerusakan terumbu karang disebabkan langsung oleh kegiatan manusia. Dalam Webinar yang bertajuk “Nasib Terumbu Karang di Tengah Krisis Iklim” yang diselenggarakan Penjaga Laut, Ocean Program Manager Econusa, Wiro Wirandi mengatakan terdapat berbagai jenis ancaman yang bisa merusak terumbu karang, ancaman terbesarnya akibat krisis iklim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Krisis iklim menjadi ancaman terbesar dari terumbu karang secara global karena menyebabkan kepanasan. Terumbu karang hanya dapat hidup dalam suhu 26 - 28 derajat celcius. Jadi kalau lebih dari itu, dia akan kepanasan maka akan muncul warna putih (coral bleaching). Ini tandanya terumbu karang sedang sekarat.” ujar Wiro.
Selain itu, Wiro juga menjelaskan ancaman lainnya yang membahayakan terumbu karang seperti bom laut, racun laut, adanya penggusuran, terumbu karang tertutup tanah, terkena limbah minyak dan kelebihan CO2.
Ancaman terhadap terumbu karang ini muncul karena akar masalah yang belum terselesaikan. Wiro Wirandi menuturkan lima poin akar masalah yang mengancam terumbu karang yaitu akibat keinginan politik kolektif, manajemen terumbu karang, kemiskinan di pesisir pantai akibat nelayan merugi karena tidak ada ikan yang bisa ditangkap, open access (tidak adanya pembatasan akses ke terumbu karang) dan UUCK (Undang-Undang Cipta Kerja).
“Ini juga bahaya karena UUCK ingin kita memiliki izin usaha, jadi dengan gampangnya memberikan izin usaha sehingga kapal-kapal dapat masuk ke daerah terumbu karang, bisa bertambahnya kapal-kapal penangkapan, pembangunan di Indonesia Timur ada yang saya dengar Maluku sebagai lumbung ikan nasional nanti mau bagaimana juga belum tahu dan itu sudah menimbulkan konflik. Kemudian setelah itu pastinya overfishing musuh utamanya.” tutur Wiro.
Sejalan dengan pemikiran Wiro Wirandi, artis sekaligus aktivis lingkungan, Nadine Chandrawinata juga mengungkapkan jika terumbu karang di Indonesia mengalami ancaman kepunahan maka akan membahayakan kehidupan manusia.
“Laut dan gunung sama-sama penting untuk kehidupan kita, banyak yang belum memahami porsinya. Sebenarnya yang memberikan banyak oksigen lautan atau daratan? Dan kita negara kepulauan lho. Bumi ini 70 persen lautan yang mana 70 persen ini mengeluarkan oksigen. Kalau di daratan ada pohon untuk mengeluarkan oksigen, di lautan ada yang namanya Phytoplankton. Phytoplankton ini lah yang mengeluarkan oksigen sehingga harus dijaga rantai makanannya.” ungkap Nadine.
Celakanya, dengan berbagai ancaman yang dihadapi terumbu karang, kemungkinan terburuk dari krisis iklim ini, pada tahun 2100 diprediksi sudah tidak ada lagi terumbu karang. Lalu, pada 2050 akan lebih banyak sampah daripada ikan. Yang paling merasakan dampak ini nantinya adalah nelayan dan masyarakat pesisir pantai yang perekonomiannya akan semakin rendah karena tidak adanya pekerjaan. Lebih dari itu, dampak paling besar adalah pada kelangsungan hidup manusia.
Oleh karena itu, Penjaga Laut mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melakukan aksi nyata guna mengurangi dampak krisis iklim dan ancaman kepunahan terumbu karang. Caranya dengan mengurangi penggunaan sampah plastik sebanyak mungkin (zero waste), tidak meledakkan bom dan meracuni laut, tidak menginjak-injak terumbu karang, melakukan pembatasan wisata bahari, melakukan upaya perbaikan atau konservasi terumbu karang, dll.