Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO BISNIS -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. memiliki alasan yang sangat kuat untuk merealisasikan visi menjadi “Champion of Financial Inclusion” pada 2025. BRI menyadari betul bahwa hal tersebut dapat mendorong pemerataan kemakmuran bagi bangsa Indonesia.
Untuk mewujudkan peningkatan inklusi keuangan, menurut Direktur Utama BRI Sunarso, harus diiringi dengan peningkatan literasi keuangan. Di mana menurut data OJK literasi keuangan baru mencapai 38,03 persen pada 2019, meningkat dari 29,7 persen pada 2016.
“Kita harus buat gerakan sistematis yang tersistem dalam organisasi, kemudian orang-orangnya kita berikan target bahwa kamu harus mendidik sekian orang dan lain-lain. Itu bagian daripada upaya kita meningkatkan financial literasi index,” ujarnya di sela-sela acara World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, baru-baru ini.
Untuk mewujudkan hal tersebut, lanjut Sunarso, BRI memiliki 3 strategi utama. Pertama, mengembangkan Agen BRILink menjadi 600 ribu hingga akhir 2022 dari sekitar 530 ribu agen di seluruh Indonesia hingga kuartal I/2022.
Agen laku pandai tersebut merupakan hybrid channel dari BRI secara brancless banking. Karena Agen BRILink merupakan jaringan konvensional yang dilengkapi dengan layanan digital. AgenBRILink menurutnya secara tidak langsung akan memberikan edukasi awal tentang kemudahan dan keamanan layanan transaksi keuangan digital kepada nasabah.
Kedua, BRI pun akan mengembangkan digital advisor atau penyuluh digital. Dengan tugas mengajari masyarakat untuk buka rekening dan bertransaksi secara digital, serta mengajarkan masyarakat melakukan pengamanan agar terhindar dari kejahatan digital. Menurutnya, penyuluh digital tersebut adalah salah satu ujung tombak keberhasilan digitalisasi BRI. Dengan demikian akan terjadi akselerasi peningkatan literasi keuangan secara digital di kalangan nasabah.
Ketiga, BRI berupaya secara konsisten mengembangkan ekosistem bisnis secara digital. Sehingga transaksi keuangan harian nasabah terus-menerus dilakukan secara digital, untuk menjamin keberlanjutan dari proses keuangan digital di masa depan.
Sunarso mengatakan, inclusivity dapat mendorong kondisi ekonomi yang lebih tangguh. Sebabnya di masa mendatang tantangan ekonomi akan lebih besar. Globalisasi, kata dia, telah mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai belahan dunia.
Namun, saat ini terdapat pula kecenderungan terjadi fragmentasi dalam skala regional bahkan domestik. Hal itu diperkirakan dapat mengganggu laju pertumbuhan ekonomi global. Faktor utama yang mendorong terjadinya fragmentasi tersebut antara lain, pandemi Covid-19, juga konflik geopolitik yang menyebabkan trade dispute yang mengganggu global supply chain.(*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini