Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Alasan Netanyahu Ingin UNIFIL Keluar dari Lebanon

UNIFIL terus mendapat intimidasi dari Israel dengan serangan-serangan yang menurut mereka tak disengaja.

17 Oktober 2024 | 18.26 WIB

Anggota pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) mengamati perbatasan Lebanon-Israel, saat mereka berdiri di atap menara pengawas di kota Marwahin, di Lebanon selatan, 12 Oktober 2023. REUTERS/Thaier Al-Sudani
Perbesar
Anggota pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) mengamati perbatasan Lebanon-Israel, saat mereka berdiri di atap menara pengawas di kota Marwahin, di Lebanon selatan, 12 Oktober 2023. REUTERS/Thaier Al-Sudani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendesak penarikan pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) saat Israel meningkatkan serangannya di Lebanon selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Para pakar percaya bahwa hal ini bertujuan untuk menyingkirkan para pengamat internasional yang dapat mencatat tindakan Israel di Lebanon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekitar 10.000 anggota UNIFIL berada di wilayah yang membentang lebih dari 1.000 kilometer persegi antara perbatasan de facto Lebanon dan Sungai Litani.

Israel telah menembaki beberapa posisi garis depan UNIFIL sejak melancarkan serangan darat ke Lebanon selatan pada awal Oktober, dengan mengklaim bahwa serangan tersebut bertujuan untuk membongkar infrastruktur Hizbullah, sebuah kelompok Lebanon yang telah melakukan kontak senjata dengan tentara Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.

Pada Minggu, Netanyahu mengatakan bahwa ia menuntut agar kepala PBB Antonio Guterres mengeluarkan pasukan UNIFIL dari "zona tempur", dengan menuduh bahwa kehadiran mereka menjadi "perisai manusia" untuk Hizbullah.

Namun, PBB mengatakan bahwa misi tersebut – dengan anggota dari 50 negara – tidak akan pergi ke mana-mana. "Bendera PBB terus berkibar," kata juru bicara sekretaris jenderal PBB, Stephane Dujarric, pada Minggu.

Kerangka Kerja bagi Lebanon

Seorang sumber diplomatik tingkat tinggi, yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mandat UNIFIL merupakan bagian dari tatanan internasional dan menghapusnya akan memberikan Israel "kemenangan yang mudah setelah perilakunya yang tidak dapat diterima".

UNIFIL dibentuk oleh PBB pada 1978, setelah pendudukan Israel pertama kali di Lebanon selatan, untuk mengonfirmasi penarikan pasukan Israel, menjaga perdamaian, dan membantu pemerintah Lebanon dalam memulihkan otoritas.

Israel menginvasi Lebanon lagi pada 2006, dan Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1701, yang memperluas mandat UNIFIL untuk memantau gencatan senjata dan menjamin bahwa tidak ada pasukan bersenjata selain tentara Lebanon yang berada di wilayah tersebut - yang berarti tidak ada Hizbullah atau pejuang Israel di wilayah selatan.

UNIFIL hanya dimaksudkan untuk menyediakan kerangka kerja bagi Lebanon dan Israel untuk menyelesaikan perbedaan mereka dan memfasilitasi pembentukan kontrol tentara Lebanon di selatan Sungai Litani. Namun, hal itu tidak pernah terwujud. Hizbullah dan Israel yang secara berkala melanggar resolusi dan tentara tetap berada di pinggir lapangan.

Serangkaian serangan Israel baru-baru ini, yang menurut UNIFIL disengaja, telah dikecam secara luas sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.

Mempersulit Pemantauan Hukum

Shane Darcy, profesor di Pusat Hak Asasi Manusia Irlandia, di Universitas Nasional Galway, mengatakan bahwa menyingkirnya UNIFIL akan mempersulit pemantauan pelanggaran hukum internasional ketika Israel meningkatkan serangannya di Lebanon selatan.

"Pengucilan pengamat dari luar, apakah itu wartawan atau pasukan penjaga perdamaian PBB, tampaknya merupakan strategi yang disengaja untuk membatasi pengawasan terhadap pasukan Israel pada saat mereka sangat dibutuhkan," tambah Darcy.

Hal ini sejalan dengan pola pengucilan yang sudah terlihat di Gaza, di mana Israel telah membunuh sedikitnya 175 wartawan, menurut kantor media Palestina di Gaza, dan melarang wartawan internasional dan pengamat hak asasi manusia PBB. Di Lebanon, juga terjadi serangan mematikan oleh Israel terhadap para jurnalis.

Mahkamah Internasional pada Mei lalu memerintahkan Israel "untuk memastikan akses tanpa hambatan ke Jalur Gaza bagi komisi penyelidikan, misi pencari fakta atau badan investigasi lain yang dimandatkan oleh organ-organ yang kompeten di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelidiki tuduhan genosida". Israel tidak memenuhi tuntutan ini.

"Telah terjadi pelanggaran yang mengerikan terhadap hukum humaniter internasional dan risiko kekejaman lebih lanjut hanya dapat meningkat ketika mata dunia sengaja ditutup," kata Darcy.

Penghalang bagi invasi Israel

Israel telah membantah tuduhan bahwa mereka dengan sengaja melukai para penjaga perdamaian. Namun, desakan Israel untuk memindahkan UNIFIL muncul ketika mereka terus mengeluarkan ancaman evakuasi paksa kepada orang-orang di Lebanon selatan. Ini mirip dengan peringatan bagi orang-orang di Gaza untuk meninggalkan rumah mereka atau menghadapi pengeboman.

Menurut penghitungan yang dilakukan oleh Al Jazeera, tentara Israel telah mengeluarkan perintah semacam itu selama dua minggu terakhir untuk setidaknya 233 desa - sebuah wilayah yang menurut perkiraan PBB mencakup seperempat wilayah Lebanon.

"Jika mereka berhasil membuat warga sipil pergi, termasuk pasukan penjaga perdamaian, mereka dapat tinggal selama yang mereka inginkan sampai mereka mendapatkan kesepakatan yang mereka inginkan," kata Rob Geist Pinfold, dosen perdamaian dan keamanan internasional di Universitas Durham.

Hal itu bisa menjadi penyelesaian politik yang membuat Hizbullah menarik diri ke utara Sungai Litani, tambah Pinfold, dengan mencatat bahwa Israel memandang kehadiran UNIFIL sebagai "penghalang" bagi kemajuannya.

Tekanan terhadap Israel untuk membatasi operasi militer

Keberadaan UNIFIL di zona perang berarti pasukan penjaga perdamaian dapat terkena serangan secara tidak sengaja, yang dapat mengakibatkan tekanan signifikan terhadap Israel untuk membatasi atau mengakhiri kampanye militernya, demikian ungkap Pinfold.

Richard Gowan, direktur PBB di International Crisis Group, mengatakan bahwa Israel telah lama "frustrasi karena UNIFIL tidak menghentikan Hizbullah untuk membangun posisi yang kuat" di selatan Sungai Litani.

"Saya menduga bahwa Israel akan berargumen bahwa UNIFIL harus diberi mandat yang lebih kuat untuk menangani Hizbullah atau, sebagai alternatif, pasukan baru yang tidak dikomandoi oleh PBB harus dikerahkan untuk mengamankan Lebanon selatan," tambah Gowan.

Berbicara kepada wartawan di New York pada Senin, kepala penjaga perdamaian PBB Jean-Pierre Lacroix menolak anggapan bahwa UNIFIL harus disalahkan atas tidak dilaksanakannya Resolusi 1701.

"[Itu] tidak pernah menjadi mandatnya," katanya, mengklarifikasi bahwa mandat UNIFIL adalah "untuk mendukung" para pihak dalam pelaksanaan resolusi dan bukan untuk menegakkannya.

"Hal ini penting dalam kaitannya dengan keputusan kami saat ini untuk tetap berada di posisi ini karena kami semua berharap bahwa akan ada kembalinya ke meja perundingan dan bahwa pada akhirnya akan ada upaya nyata menuju implementasi penuh Resolusi 1701," tambah Lacroix.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, Dewan Keamanan PBB menyatakan dukungannya terhadap UNIFIL setelah serangan Israel dan mendesak "semua pihak" untuk menghormati keselamatan dan keamanan misi tersebut.

"Pasukan penjaga perdamaian PBB dan tempat PBB tidak boleh menjadi target serangan," kata badan yang beranggotakan 15 negara itu.

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus