Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan militer Israel terus melakukan serangan intensif di wilayah Jalur Gaza yang mengakibatkan kerusakan parah pada seluruh infrastruktur publik. Israel sendiri memang telah lama terlibat konflik dengan Palestina. Salah satu akar permasalahan utamanya adalah pengakuan wilayah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Konflik berawal dari keputusan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 181 pada tanggal 29 November 1947 tentang Pembagian wilayah Palestina. Dalam keputusan tersebut, wilayah Palestina terbagi menjadi dua negara yaitu wilayah yang diperuntukkan bagi masyarakat Yahudi dan Arab Palestina. Hal ini bertentangan dengan keinginan warga Palestina yang tidak menginginkan pembagian wilayah ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keputusan PBB membagi wilayah Palestina menjadi dua negara itu menuai protes rakyat Palestina yang sudah sejak lama menempati wilayah tersebut. Sementara, keputusan PBB ini disambut bangsa Yahudi yang kemudian memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1948. Akibatnya perang tak dapat terhindarkan.
Gaza terletak di sepanjang pantai Mediterania dan berperan penting sebagai jalur perdagangan dan maritim kuno. Meskipun wilayah Gaza hanya seluas 365 kilometer persegi, namun selama lebih dari setengah abad, Israel terus menghadapi tantangan yang sulit dalam usahanya menguasai Gaza. Lantas, kenapa Israel sulit menaklukan Gaza?
Sulit Mengalahkan Hamas
Mengutip Council on Foreign Relations, salah satu alasan mengapa Israel sulit menaklukan Gaza adalah karena tidak mampu mengalahkan Hamas. Israel tidak hanya berperang melawan pemerintah Palestina, tetapi juga kelompok-kelompok militan Palestina. Hamas merupakan gerakan nasionalis dan Islam militan di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang berdedikasi untuk mendirikan negara Islam merdeka di Palestina.
Demi bisa menguasai Gaza, Israel memiliki tujuan untuk memberantas Hamas. Para pejabat Israel bahkan telah berulang kali mengatakan bahwa tujuan mereka adalah melenyapkan Hamas. Namun, mengalahkan Hamas tidaklah mudah dan masih menjadi tantangan terberat bagi Israel.
Gaza Rumah Penduduk Palestina..
Gaza Merupakan Rumah Bagi Penduduk Palestina
Tantangan berat Israel lainnya dalam menaklukan Gaza adalah penduduk Palestina. Israel dianggap tidak layak menguasai Tepi Barat dan Jalur Gaza yang sebagian besar dihuni oleh warga Palestina. Gaza adalah rumah bagi sejumlah besar penduduk Palestina.
Selain itu, serangan yang dilakukan Israel agar bisa menguasai Jalur Gaza sudah banyak menimbulkan korban jiwa. Hal itu mengakibatkan dampak kemanusiaan yang signifikan. Upaya militer Israel di Gaza seringkali memicu kritik dunia dan kontroversi terkait korban sipil. Bahkan serangan Israel juga menghasilkan tekanan internasional dari para pembela Hak Asasi Manusia (HAM).
Strategi Operasi Hamas
Dalam Jurnal Agresi Militer Israel Ke Jalur Gaza Tahun 2008-2009 karya Agus Sugianto dijelaskan bahwa Hamas menghadapi Israel dengan menerapkan berbagai strategi perang, seperti penggunaan sistem sel (di mana setiap bagian tidak mengetahui tugas, perencanaan operasi, atau target bagian lainnya), intifada, bom bunuh diri, ranjau, taktik perang gerilya, dan penggunaan sistem terowongan.
Ini merupakan kekuatan utama dari pasukan Hamas. Melalui peningkatan senjata dan persiapan yang terus-menerus, Hamas terus memperkuat diri untuk menghadapi serangan Israel. Semangat perlawanan adalah inti dari identitas Hamas, sehingga senjata yang sederhana tidak mengurangi tekad mereka.
Adanya Terowongan Gaza
Hamas telah mengantisipasi kemungkinan serangan militer Israel dengan menyiapkan strategi perang kota. Hamas menggunakan taktik seperti jaringan terowongan bawah tanah untuk pasokan senjata, bunker bawah tanah untuk menghadapi pasukan Israel, menyerang tank dan pesawat Israel dengan roket, dan juga melakukan serangan berulang ke wilayah Israel sebagai bentuk ketahanan dan perlawanan mereka.
Selama bertahun-tahun, Hamas telah membangun berbagai terowongan di bawah Jalur Gaza. Terowongan Gaza memungkinkan pejuang Hamas untuk bersembunyi dari pasukan Israel dan muncul pada saat-saat yang tidak terduga.
Peran Hizbullah
Hizbullah Lebanon siap berada di perbatasan utara Israel dengan sekitar 150.000 rudal dan roket. Meskipun selama ini Hizbullah belum terlibat dalam serangan besar-besaran terhadap Israel, namun ada kekhawatiran di kalangan analis Israel bahwa mereka dapat melakukannya jika pasukan darat Israel memasuki Jalur Gaza. Kemungkinan konflik di dua front (Hamas dan Hizbullah) merupakan skenario yang dianggap sangat sulit bagi Israel.
Meskipun Hamas tidak memiliki kemampuan militer kelas atas, tapi mereka memiliki roket dan drone. Sebagai kekuatan gerilya yang terampil, mereka akan mencoba untuk menetralisir keunggulan daya tembak Israel dengan menggunakan taktik tabrak lari yang melibatkan alat peledak rakitan, granat peluncur roket, mortir, senjata AK-47, serta kemungkinan rudal anti-tank, rudal anti-pesawat, dan rudal anti-kapal.
Hizbullah, yang menerapkan taktik serupa, berhasil melawan IDF (Israel Defense Forces) pada tahun 2006. Hamas pun berencana untuk meniru keberhasilan Hizbullah dan diperkirakan memiliki sekitar 40.000 pejuang yang siap beraksi.
Keterlibatan Negara Arab...
Keterlibatan Negara Arab
Dukungan negara-negara Arab terhadap Palestina telah menjadi faktor penting dalam kesulitan Israel untuk menguasai Gaza dan dalam konflik Israel-Palestina secara keseluruhan. Beberapa negara-negara Arab telah lama mendukung perjuangan Palestina untuk mendapatkan hak dan kemerdekaan mereka.
Presiden Libya, Muammar Khadafi pada tanggal 9 Januari 2009 telah mendesak pemimpin negara-negara Arab untuk menyerukan kepada setiap warga negara di kawasan negara-negara Arab untuk membantu dengan menjadi sukarelawan dan berperang bersama dengan pejuang Hamas melawan Israel di Jalur Gaza. Khadafi bahkan menyebut bahwa negara-negara Arab sebagai “pengecut” karena tidak berani melawan Israel.
Dukungan terhadap Hamas di Jalur Gaza juga pernah diberikan Presiden Turki Racep Tayyip Erdogan. Dalam Konferensi World Economic Forum (WEF), yakni Forum Ekonomi Dunia di Davos, Switzerland, pada tanggal 29 Januari 2009, Erdogan menuduh Presiden Israel Shimon Peres sebagai “pembunuh” sebagai bentuk keprihatinan terhadap sikap Israel kepada Palestina.
Keterlibatan negara Arab yang juga penting adalah peranan negara Lebanon. Terutama fraksi Hizbullah, kelompok perlawanan Islam di Lebanon yang tidak terlibat secara langsung tetapi mendukung perjuangan kelompok Hamas di Palestina. Pada 2008, Hizbullah telah membantu Hamas menyiapkan diri menghadapi Operation Cast Lead Israel ke Jalur Gaza dengan menyediakan pelatihan, termasuk perencanaan militer bersama.
RIZKI DEWI AYU | CFR | CFR.ORG | REPOSITORY.UNEJ.AC.ID
Pilihan Editor: Asal-usul Semangka Menjadi Simbol Dukungan untuk Palestina