Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Joko Widodo menyampaikan tantangan dari situasi geopolitik yang melingkupi kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) saat ini. “Walaupun di tengah situasi yang sulit, keketuaan Indonesia menghasilkan banyak hal sebagai upaya menjaga perdamaian, menjaga stabilitas, dan menjaga kemakmuran kawasan,” kata Jokowi dalam konferensi pers di hari terakhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Jakarta, Kamis, 7 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain menyampaikan perkembangan penanganan kasus Myanmar, Jokowi menekankan capaian ASEAN di bidang ekonomi. Hal ini tertuang dalam Deklarasi Pemimpin ASEAN sebagai Episentrum Pertumbuhan yang disahkan pada hari pertama konferensi, Selasa, 5 September lalu. Di dalamnya termuat investasi yang dihasilkan, yaitu sebanyak 93 proyek senilai US$ 38,2 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian besar deklarasi pemimpin, termasuk soal episentrum pertumbuhan, sudah dibahas oleh pejabat senior hingga menteri berbulan-bulan sebelumnya. Namun Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan ada juga yang baru kelar lima menit sebelum konferensi dimulai. Ini berbeda dengan pertemuan G20 di Bali yang dokumen deklarasinya sudah selesai sebelum konferensi.
Selain penyelesaian dokumen deklarasi, konferensi diisi pertemuan wakil ASEAN dengan lembaga mitra dagang seperti Cina, Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Korea Selatan, dan India. Cina adalah mitra dagang terbesar yang nilai investasinya 18,8 persen dari total investasi asing langsung (FDI) di blok Asia Tenggara ini. Posisi kedua dan ketiga ditempati Amerika Serikat dan Jepang. Jokowi menambahkan, salah satu hasilnya, Cina, Jepang, dan Korea Selatan akan mendukung pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Pemimpin ASEAN juga menetapkan tugas berikutnya untuk ditindaklanjuti dalam sejumlah isu penting, dari pengembangan ekonomi digital seperti e-commerce hingga pengembangan transisi energi terbarukan serta pembangunan jaringan listrik ASEAN dan saluran pipa gas Trans-ASEAN. Ini termasuk pelaksanaan studi kelayakan perdagangan listrik lintas batas di bawah Proyek Integrasi Tenaga Listrik Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Filipina.
Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia Tengku Datuk Seri Zafrul Abdul Aziz mengatakan e-commerce dibahas dalam Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN dan yang Terkait (AEM) pada 17-22 Agustus lalu di Semarang. Pengembangan ekonomi digital itu bertujuan membantu usaha kecil, menengah, dan mikro supaya bisa menjual barangnya ke negara ASEAN. “Kami ingin memudahkan semua perusahaan mengekspor dan mengimpor barang,” ucapnya di Jakarta pada Senin, 4 September lalu.
Jaringan listrik berbasis energi terbarukan, kata Tengku Zafrul, dibahas dalam pertemuan menteri energi ASEAN di Bali pada Agustus lalu. “Untuk energi listrik itu perbincangan lebih banyak soal interkoneksitas,” ujarnya. Selama ini yang sudah ada adalah jaringan listrik antara Singapura, Malaysia, dan Laos. “Tapi itu bukan energi terbarukan. (Jaringan listrik ASEAN nanti adalah) energi terbarukan.”
Zafrul menyatakan investasi ke ASEAN dalam dua tahun belakangan meningkat. Total investasi yang masuk ke ASEAN adalah 17 persen dari investasi dunia. Sebagian besar masuk karena adanya pengalihan dari jaringan penyediaan akibat kompetisi Cina dan Amerika Serikat. “ASEAN di bawah kepemimpinan Indonesia pada 2023 ini melakukan banyak hal dari segi ekonomi dan perdagangan,” tuturnya. “Banyak perkembangan baru yang diraih.”
Indonesia juga mendapat sejumlah proyek dari hasil konferensi ini. Dalam daftar 93 proyek yang dihasilkan pada tahun ini, setidaknya 40 proyek merupakan usulan Indonesia yang bermitra dengan negara lain. Indonesia juga menjadi negara mitra. Salah satunya adalah pembangunan jembatan kereta api dan stasiun layang di Filipina yang dikerjakan oleh konsorsium dua badan usaha pemerintah Indonesia, PT PP and PT Adhi Karya.
Yose Rizal Damuri, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies atau CSIS, dalam Media Briefing pada Kamis, 7 September lalu, menilai bahwa KTT ASEAN ini sangat berat di bidang ekonomi. “Ini tentunya juga tidak terlalu mengherankan. Apalagi kalau kita memang melihat tema yang diusung oleh Indonesia pada tahun ini adalah 'ASEAN Matters: Epicentrum of Growth',” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dominasi Perdagangan dalam Konferensi"