Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia. Meskipun mayoritas penuturnya berada di pulau Jawa, tapi ternyata ada negara yang sebagian warganya juga berbicara dalam bahasa Jawa. Negara tersebut adalah Suriname.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suriname merupakan negara yang salah satu etnis terbesarnya adalah etnis Jawa atau kerap disebut Javanese Surinamese.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keberadaan orang Jawa di Suriname tidak lepas dari era kolonialisme Belanda. Berikut adalah informasi seputar negara Suriname serta asal-usul migrasi orang Jawa di negara tersebut.
Dimana Letak Suriname?
Melansir Britannica, Suriname adalah negara kecil yang terletak di pesisir utara Amerika Selatan. Negara yang sebelumnya dikenal dengan nama Guyana Belanda ini dulunya merupakan koloni perkebunan Belanda. Suriname memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 25 November 1975.
Suriname berbatasan dengan Samudra Atlantik di utara, Guyana Prancis di timur, Brasil di selatan, dan Guyana di barat. Ibu kotanya adalah Paramaribo, yang juga merupakan kota terbesar di negara ini.
Perekonomiannya bergantung pada pasokan sumber daya alamnya yang melimpah, terutama bauksit.
Menurut data Worldometers, populasi Suriname tahun 2024 diperkirakan mencapai 634.431 jiwa. Kelompok etnis di negara ini mencakup keturunan Afrika, India, Jawa, dan Eropa, serta penduduk asli.
Asal Muasal Orang Jawa di Suriname
Penduduk keturunan Jawa telah menetap di Suriname sejak akhir abad ke-19. Keberadaan puluhan ribu orang Jawa di Suriname erat kaitannya dengan penghapusan perbudakan dan pentingnya sistem perkebunan di koloni tersebut.
Sebagai penguasa kolonial di Suriname, Belanda mencari tenaga kerja untuk menggantikan peran budak yang telah dibebaskan. Hingga kemudian kolonial Belanda yang saat itu dikenal sebagai Hindia-Belanda, membawa orang Jawa untuk menjadi sumber tenaga kerja alternatif di Suriname.
Pada awalnya, para menteri kolonial Belanda tidak setuju dengan rencana untuk memindahkan orang-orang Jawa ke Suriname, karena mereka dianggap memiliki postur tubuh kecil dan jarak yang sangat jauh.
Namun, setelah tekanan kuat dari para pengusaha perkebunan dan pejabat Suriname, Belanda akhirnya mengizinkan percobaan pertama dengan kedatangan 100 imigran kontrak dari Jawa pada tahun 1890.
Menurut laman sprekendegeschiedenis.nl, hingga tahun 1939, sekitar 33.000 orang Jawa telah bermigrasi ke Suriname. Wilayah Jawa Tengah dan daerah sekitar Batavia (Jakarta), Surabaya, dan Semarang menjadi daerah utama untuk merekrut imigran tersebut.
Setelah masa kontrak kerja mereka berakhir, sebagian besar memilih untuk menetap di Suriname. Hanya sekitar 20 hingga 25 persen dari imigran Jawa yang kembali ke Indonesia sebelum Perang Dunia II.
Salah satu peristiwa pemulangan yang terkenal adalah pada tahun 1954, ketika sekitar 1.000 orang, termasuk mantan pekerja kontrak Jawa dan cucu-cucu mereka yang lahir di Suriname, kembali diorganisir untuk pulang ke Indonesia.
Secara politis, tidak dapat dipungkiri jika kelompok Jawa di Suriname memiliki peranan penting. Orang Jawa sering berperan dalam menjaga keseimbangan antara kelompok Afro-Suriname dan Hindustan.
Di sisi ekonomi, banyak orang Jawa mendapatkan pekerjaan di industri bauksit dan sektor pertanian setelah sektor perkebunan mengalami kemunduran pada paruh pertama abad ke-20.
Yang paling menonjol adalah kelestarian budaya Jawa di Suriname yang masih bertahan, meskipun mengalami perubahan dan adaptasi. Contohnya adalah penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari, meskipun sebagian kosa kata telah bercampur dengan versi Kreol.
Haris Setyawan dan Wilda Hasanah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.