Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Israel Ancam Perluas Perang jika Gencatan Senjata dengan Hizbullah Runtuh

Israel mengancam akan kembali berperang jika gencatan senjata dengan Hizbullah runtuh dan kali ini serangannya akan menargetkan negara Lebanon.

4 Desember 2024 | 01.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Israel pada Selasa, 2 Desember 2024, mengancam akan kembali berperang di Lebanon jika gencatan senjata dengan Hizbullah runtuh. Mereka mengatakan bahwa kali ini serangannya akan lebih dalam dan menargetkan negara Lebanon itu sendiri, setelah hari yang paling mematikan sejak gencatan senjata disepakati minggu lalu, Reuters melaporkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam ancaman terkuatnya sejak gencatan senjata disepakati untuk mengakhiri 14 bulan perang dengan Hizbullah, Israel mengatakan akan meminta pertanggungjawaban Lebanon karena gagal melucuti senjata para militan yang melanggar gencatan senjata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jika kami kembali berperang, kami akan bertindak tegas, kami akan bertindak lebih dalam, dan hal terpenting yang perlu mereka ketahui: bahwa tidak akan ada lagi pengecualian untuk negara Lebanon," kata Menteri Pertahanan Israel Katz.

"Jika selama ini kita memisahkan negara Lebanon dari Hizbullah... maka tidak akan ada lagi [seperti ini]," ujarnya dalam sebuah kunjungan ke daerah perbatasan utara.

Meskipun gencatan senjata minggu lalu, pasukan Israel terus melakukan serangan di Lebanon selatan terhadap apa yang mereka katakan sebagai pejuang Hizbullah yang mengabaikan kesepakatan untuk menghentikan serangan dan mundur ke luar Sungai Litani, sekitar 30 km dari perbatasan.

Pada Senin, Hizbullah menembaki sebuah pos militer Israel, sementara pihak berwenang Lebanon mengatakan sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan udara Israel di Lebanon.

Katz menyebut serangan Hizbullah sebagai "ujian pertama" dan menggambarkan serangan Israel sebagai respons yang kuat.

Pemerintah Beirut harus "memberi wewenang kepada tentara Lebanon untuk menegakkan peran mereka, menjauhkan Hizbullah di luar Litani, dan membongkar semua infrastruktur," kata Katz. "Jika mereka tidak melakukannya dan seluruh perjanjian ini runtuh maka kenyataannya akan sangat jelas."

Lebanon minta Washington dan Paris menekan Israel

Para pejabat tinggi Lebanon mendesak Washington dan Paris untuk menekan Israel agar menegakkan gencatan senjata, setelah puluhan operasi militer di tanah Lebanon yang dianggap sebagai pelanggaran oleh Beirut, dua sumber politik senior Lebanon mengatakan kepada Reuters pada Selasa.

Sumber-sumber tersebut mengatakan bahwa penjabat Perdana Menteri Najib Mikati dan Ketua Parlemen Nabih Berri, sekutu dekat Hizbullah yang merundingkan kesepakatan tersebut atas nama Lebanon, telah berbicara dengan para pejabat di Gedung Putih dan kantor kepresidenan Prancis pada Senin malam.

Mikati, yang dikutip oleh kantor berita Lebanon, mengatakan bahwa komunikasi diplomatik telah diintensifkan sejak Senin untuk menghentikan pelanggaran Israel terhadap gencatan senjata. Ia juga mengatakan bahwa sebuah upaya perekrutan sedang dilakukan oleh tentara Lebanon untuk memperkuat kehadirannya di wilayah selatan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matt Miller mengatakan kepada para wartawan pada Senin bahwa gencatan senjata "masih berlaku" dan bahwa AS telah "mengantisipasi kemungkinan adanya pelanggaran".

Baik kantor kepresidenan maupun kementerian luar negeri Prancis tidak segera bersedia memberikan komentar. Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot berbicara dengan mitranya dari Israel, Gideon Saar, pada Senin, dan mengatakan bahwa kedua belah pihak harus mematuhi gencatan senjata.

Gencatan senjata tersebut mulai berlaku pada 27 November dan melarang Israel untuk melakukan operasi militer ofensif di Lebanon, sementara mewajibkan Lebanon untuk mencegah kelompok-kelompok bersenjata termasuk Hizbullah untuk melancarkan serangan terhadap Israel. Gencatan senjata ini memberikan waktu 60 hari bagi pasukan Israel untuk menarik diri dari Lebanon selatan.

Pengawasan internasional

Sebuah misi yang diketuai oleh Amerika Serikat ditugaskan untuk memantau, memverifikasi, dan membantu menegakkan gencatan senjata, namun belum mulai bekerja.

Berri pada Senin meminta misi tersebut untuk "segera" memastikan Israel menghentikan pelanggarannya, dan mengatakan bahwa Beirut telah mencatat setidaknya 54 pelanggaran Israel terhadap gencatan senjata sejauh ini.

Israel telah mengatakan bahwa aktivitasnya yang terus berlanjut di Lebanon bertujuan untuk menegakkan gencatan senjata.

Mikati dari Lebanon bertemu di Beirut pada Senin dengan Jenderal AS Jasper Jeffers, yang akan mengetuai komite pemantauan.

Dua sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada Reuters bahwa perwakilan Prancis untuk komite tersebut, Jenderal Guillaume Ponchin, akan tiba di Beirut pada Rabu dan komite tersebut akan mengadakan pertemuan pertamanya pada Kamis.

"Ada urgensi untuk menyelesaikan mekanisme tersebut, jika tidak maka akan terlambat," kata sumber tersebut, mengacu pada intensifikasi serangan Israel secara bertahap meskipun ada gencatan senjata.

Dibutuhkan kompromi

Yossi Beilin, seorang mantan menteri dan negosiator perdamaian Israel, mengatakan bahwa tampaknya ada beberapa interpretasi yang berbeda mengenai perjanjian Israel-Hizbullah.

Ia mengatakan kepada Al Jazeera dari Tel Aviv bahwa adanya "pihak ketiga" dalam perjanjian tersebut, yang dapat memperingatkan kedua belah pihak tentang pelanggaran kesepakatan adalah fakta yang positif.

"Mudah-mudahan, [kesepakatan] ini akan terus berlanjut dengan cara yang berbeda, dan masing-masing pihak memahami apa saja batasannya," tambahnya.

Ia menekankan bahwa pelanggaran-pelanggaran terhadap kesepakatan ini telah dilakukan oleh kedua belah pihak sejak kesepakatan ini mulai berlaku pada Rabu lalu.

"Ini adalah taman kanak-kanak. Anda memiliki seorang guru dan guru tersebut dapat mengatakan kepada orang ini, kembalilah ke taman kanak-kanak dan mereka akan bersikap baik," katanya.

"Ini bukan masalah besar. Masalah utamanya adalah fakta bahwa pada akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata," tambah mantan menteri tersebut.

Ia menekankan bahwa kedua belah pihak berkompromi ketika membuat kesepakatan dan sekarang mereka harus berkompromi sekali lagi dalam implementasinya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus