Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tahun 2019 merupakan salah satu tahun ujian politik terberat bagi masyarakat Lebanon. Pada 29 Oktober 2019, Saad al-Hariri mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Perdana Menteri Lebanon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan itu diambil setelah gelombang unjuk rasa selama hampir dua bulan hingga melumpuhkan negara itu. Dalam gelombang unjuk rasa itu masyarakat menuding beberapa pejabat melakukan korupsi hingga menyebabkan perekonomian negara lumpuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hari ini saya menemui sebuah jalan buntu," kata Hariri, dalam pengunduran dirinya yang disiarkan lewat televisi.
Demonstran membawa bendera nasional ketika mereka berdiri di jembatan saat protes anti-pemerintah di Jal el-Dib, Lebanon pada hari Senin, 21 Oktober 2019.[Mohamed Azakir / Reuters]
Dalam pidato pengunduran dirinya itu, Hariri mengingatkan agar partai-partai politik yang ada di Lebanon bertanggung jawab menjaga negara itu. Hariri menyerah setelah upaya terakhirnya menyelamatkan negara dengan meluncurkan paket reformasi ekonomi dan upaya memberantas korupsi, tidak mampu menghentikan gelombang unjuk rasa yang diikuti ribuan orang.
Sayang, kemunduran Hariri tidak serta merta menyelesaikan lapis demi lapis masalah di Lebanon. Dikutip dari channelnewsasia.com, pada 28 Desember 2019, massa menyebut di luar rumah Perdana Menteri Lebanon yang baru, Hassan Diab. Mereka yang berunjuk rasa menyerukan agar Diab mundur meskipun baru 10 hari memegang jabatan baru.
Sejumlah bank di Lebanon sudah beroperasi kembali dan terlihat antrian nasabah yang mengular. Sumber: Reuters
Lebanon pada pekan terakhir Desember 2019, belum punya kabinet, krisis ekonomi semakin memburuk dampak dua bulan unjuk rasa hingga memaksa Hariri melepaskan jabatan perdana menteri. Unjuk rasa tidak berhenti kendati Hariri sudah mundur.
Untuk mengatasi kemarahan publik, partai-parti politik bernegosiasi selama beberapa minggu hingga akhirnya muncul nama Diab, seorang profesor dan mantan menteri pendidikan Lebanon. Diab dilantik menjadi perdana menteri Lebanon yang baru pada 19 Desember 2019.
Diab berjanji dalam tempo enam pekan akan membentuk sebuah pemerintahan yang baru yang terdiri dari para ahli independen. Di Lebanon, untuk membentuk kabinet biasanya bisa memakan waktu berbulan-bulan. Namun unjuk rasa pada Sabtu, 28 Desember 2019, memperlihatkan demonstran masih belum yakin pada janji-janji Diab.
“Kami disini untuk menurunkan Diab. Dia tidak mewakili masyarakat. Dia itu sama dengan (pejabat) yang lain,” kata salah seorang demonstran.
Gelombang unjuk rasa dan kebuntuan politik telah membawa Lebanon pada krisis ekonomi terburuk sejak meletup perang sipil di negara itu 1975 – 1990. Komunitas internasional menyerukan agar Lebanon segera membentuk kabinet yang baru supaya bisa menjalankan reformasi-reformasi ekonomi dan membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan internasional.