Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina kini kian memanas setelah kedua pemimpin negara saling balas dalam menetapkan kebijakan tarif impor. Adapun yang terbaru, Amerika mengenakan total tarif yang mencapai 145 persen untuk Cina, dan sebaliknya negara tirai bambu itu telah menetapkan tarif sebesar 84 persen untuk AS. Lantas bagaimana kah kondisi terkini mengenai perang dagang dari kedua negara paling berpengaruh tersebut?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dikutip dari laman Euronews, Presiden AS Donald Trump pada hari Rabu mengumumkan tarif impor baru sebesar 125 persen untuk sejumlah produk asal Tiongkok. Namun Gedung Putih memberikan klarifikasi pada Kamis, 10 April 2025 bahwa tarif impor sebesar 125 persen itu merupakan tambahan dari tarif sebelumnya sebesar 20 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Artinya, total beban tarif yang dikenakan terhadap mitra dagang terbesar ketiga Amerika Serikat ini mencapai angka yang mencengangkan, yaitu 145 persen. Sebagai perbandingan, dua mitra dagang terbesar AS lainnya — Meksiko dan Kanada — saat ini menghadapi tarif sebesar 25 persen, yang juga tengah menuai banyak perdebatan.
Dalam unggahan panjang di media sosial miliknya, Trump menjelaskan bahwa keputusan menaikkan tarif didorong oleh sikap Tiongkok yang ia nilai kurang menghargai pasar global. Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa pemerintah Beijing pada akhirnya akan sadar bahwa era “merampok” Amerika dan negara lain sudah berakhir. Menurut Trump, model perdagangan yang dijalankan Tiongkok selama ini tidak adil dan tidak bisa dibiarkan terus berlanjut.
Trump juga mengklaim bahwa lebih dari 75 negara telah menghubungi perwakilan AS untuk membahas dan merundingkan kesepakatan perdagangan baru setelah kebijakan tarif timbal balik diberlakukan. Meski begitu, ia sempat menunda penerapannya selama 90 hari.
Sementara itu, Tiongkok memilih tidak merespons ajakan negosiasi dan justru menyebut AS sebagai pihak yang bertindak agresif. Sebagai balasan, Tiongkok justru memberlakukan tarif sebesar 84 persen terhadap barang-barang dari AS yang mulai berlaku pada hari Kamis.
Selain itu, Pemerintah China meminta agar Amerika Serikat dapat memperlakukan negara lain secara setara dan hormat bila benar-benar ingin melakukan perundingan soal tarif dagang. "Jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah melalui dialog dan negosiasi, AS harus menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka siap memperlakukan orang lain dengan kesetaraan, rasa hormat dan saling menguntungkan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Rabu, 9 April 2025 seperti dikutip dari Antara.
Pernyataan tersebut disampaikan Lin Jian setelah Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China mengumumkan akan memberlakukan tarif baru, yaitu sebesar 84 persen terhadap barang-barang asal Amerika Serikat mulai Kamis, 10 April 2025 pada 12.00 waktu setempat. Besaran tarif tersebut bertambah 50 persen dari yang tadinya 34 persen sebagaimana telah diumumkan sehari sebelumnya.
Penerapan tarif tambahan oleh Cina tersebut berlaku beberapa saat setelah tarif 104 persen atas barang-barang asal Cina yang dikenakan oleh Presiden AS Donald Trump yang efektif mulai Rabu, 9 April 2025.
"Jika AS memutuskan untuk tidak peduli dengan kepentingan AS sendiri, China dan seluruh dunia, dan bertekad untuk melawan perang tarif dan perdagangan, respon China akan terus berlanjut sampai akhir," ujar Lin Jian. Ia juga menyebut AS, masih menyalahgunakan tarif dan memberikan tekanan maksimal terhadap Cina sehingga pemerintah Negeri Tirai Bambu itu dengan tegas menolak dan tidak akan pernah menerima tindakan hegemonik dan intimidasi tersebut.
"Kami tidak akan menoleransi segala upaya untuk merugikan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan Cina. Kami akan terus mengambil langkah tegas dan kuat untuk melindungi hak dan kepentingan kami," katanya.
Lin Jian menambahkan, ekonomi negaranya memiliki fondasi yang kokoh dan kekuatan pendorong yang cukup untuk pertumbuhan yang stabil melawan segala tantangan, termasuk dengan kepemimpinan yang kuat dari Komite Sentral Partai Komunis Cina.
"Dengan upaya bersama dari 1,4 miliar orang, Cina memiliki keyakinan dan kemampuan untuk mengatasi berbagai risiko dan tantangan. Guncangan eksternal tidak dapat mengubah fundamental ekonomi Cina yang memiliki fondasi yang stabil, banyak kekuatan, ketahanan yang luar biasa, dan potensi yang besar," ujarnya.
Sebagai informasi, Trump awalnya mengenakan tarif 10 persen untuk semua barang Cina pada Februari 2025 tanpa pengecualian karena menilai Cina ikut terlibat dalam membantu imigrasi ilegal dan menyelundupkan fentanil ke AS. Pada Maret 2025, Trump kembali mengenakan tarif 20 persen kepada semua barang asal Cina dengan alasan yang sama. Kemudian pada 2 April 2025, Trump mengumumkan kombinasi tarif universal senilai 10 persen dan tarif timbal balik terhadap berbagai negara dan entitas, termasuk Cina yang dikenai tarif 34 persen.
Untuk membalas tindakan Trump tersebut, maka pada 4 April 2025, Cina pun mengumumkan pengenaan tarif tambahan 34 persen atas barang-barang asal AS, selain tarif yang sudah berlaku saat ini. Melihat tindakan balasan dari Cina itu, Trump tidak tinggal diam. Ia menambahkan bea masuk 50 persen lagi pada Kamis, 9 April 2025 sehingga dengan menghitung pungutan mulai Februari, maka kenaikan tarif kumulatif barang-barang Cina menjadi 104 persen.
Penerapan tarif tersebut dilakukan Trump dengan alasan untuk menghidupkan kembali basis manufaktur Amerika yang hilang dengan memaksa perusahaan untuk pindah ke AS. Trump menyebut negosiasi dengan Beijing dapat dilakukan tapi keputusan ada di tangan Cina, dengan mengatakan Beijing "sangat ingin membuat kesepakatan tetapi mereka tidak tahu bagaimana memulainya."
Pilihan Editor: Perang Dagang Cina Vs AS: Siapa yang Paling Rugi?