INILAH contoh korban "sang penculik dunia," Manuel Noriega, bekas penguasa Panama yang kini mendekam di sel berukuran 3 x 3,5 meter yang terletak di bawah Gedung Pengadilan Federal Miami, Florida, AS. Jenderal berusia 58 tahun tersebut merupakan pemimpin negara asing pertama yang dihadapkan ke meja hijau AS, setelah ditangkap oleh tentara Amerika yang menyelundup masuk Panama, akhir tahun 1990 lalu. Melalui sejumlah kegiatannya dari tahun 1981 hingga 1986, jenderal berwajah nanas itu dituduh membantu menyelundupkan kokain ke wilayah AS. Untuk itu, Noriega diancam hukuman 120 tahun penjara. Upaya Bush untuk menyidangkan Noriega agaknya merupakan upaya paling besar dalam sejarah AS. Bayangkan. Untuk menculiknya, pemerintah AS harus mengerahkan 27.000 tentara. Dalam operasi yang menghabiskan dana US$ 164 juta itu, AS kehilangan 23 prajuritnya. Tak hanya itu. Agar Noriega tak bisa lolos dari lubang hukum, kejaksaan AS terpaksa melakukan kompromi dengan puluhan pengedar narkotik, agar mereka memberi info tentang kegiatan hitam Noriega. Empat gembong obat bius yang sudah dijatuhi hukuman seumur hidup, karena mau memberi keterangan, dikurangi hukumannya hingga menjadi tak lebih dari 10 tahun. Malah ada di antaranya dibebaskan dan diberi uang pensiun. Pengacara Noriega mencoba memanfaatkan hal itu untuk mempengaruhi keputusan hakim. "Penjara sampai dikosongkan, agar kasus Noriega bisa dibawa ke depan pengadilan," katanya. Tapi, kata Hakim William Hoeveler, pembebasan para gembong narkotik itu karena ada kaitannya dengan kasus Noriega merupakan soal lain. Bisa saja itu diajukan sebagai kasus tersendiri. Padahal, pihak kejaksaan yang merasa terpojok sudah mengakui bahwa pemerintah AS tak punya pilihan lain, "kecuali berkompromi dengan para gembong itu", untuk bisa menyidangkan Noriega, tutur Jaksa Agung William Barr. Selain memberi potongan tahanan pada beberapa gembong narkotik, untuk mengesahkan penculikan Noriega, Amerika waktu itu mengatakan bahwa masuknya pasukan AS ke Panama sebenarnya atas undangan pemerintah Panama sendiri. Ini jelasjelas keputusan politik, karena waktu itu yang berkuasa adalah Noriega. Kan aneh jadinya, Noriega mengundang tentara AS untuk menangkap dia sendiri. Tapi waktu itu memang ada sejumlah ahli hukum yang mencoba melihat tindakan Amerika dari sudut lain. Hukum internasional menyatakan bahwa tiga kejahatan, yakni keterlibatan dalam perdagangan narkotik, peredaran uang palsu, dan melakukan perbudakan, merupakan kejahatan yang, kata Profesor Komar dari Bandung itu, pelakunya bisa ditangkap dan diadili di mana pun, oleh siapa pun. Tapi tetap tertinggal satu pertanyaan, sebelum Amerika menangkap si tertuduh, pihak mana yang bisa mencegah aksi itu karena punya bukti dan pendapat lain bahwa tuduhan Amerika itu keliru, umpamanya. Maka, tampaknya bisa diterima akal sehat pendapat dosen hukum di Georgetown University ini. Bahwa semua itu hanyalah mencerminkan upaya Amerika melecehkan hukum internasional. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini