Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Mengenal Yitzhak Rabin, Eks PM Israel yang Pernah Mendukung Perdamaian dengan Palestina

Salah satu mantan Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, pernah mendukung perdamaian dengan Palestina. Upayanya itu diganjar Nobel Perdamaian.

11 Oktober 2023 | 09.30 WIB

Perdana Menteri Yitzhak Rabin. REUTERS
Perbesar
Perdana Menteri Yitzhak Rabin. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Konflik Israel-Palestina kembali terjadi. Ribuan warga sipil kedua belah pihak jadi korban. Sementara itu Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan perang. Sikap Netanyahu berbeda dengan salah satu pendahulunya. Pada 1993, Perdana Menteri Israel saat itu, Yitzhak Rabin, pernah menandatangani kesepakatan damai dengan Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Profil Yitzhak Rabin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yitzhak Rabin lahir di Yerusalem pada 1 Maret 1922. Rabin bersekolah di sekolah agrikultur di Kefar Tavor bernama Kadourie Agricultural School dan lulus pada 1941. Dilansir dari Britannica, setelah itu ia bergabung dengan Palmach, unit komando Haganah. Di sana, ia berpartisipasi dalam aksi melawan Vichy French di Suriah dan Lebanon. Selama masa perang Arab-Israel pada 1948-1949, ia memimpin operasi di dalam dan sekitar Jerusalem, juga melawan orang-orang Mesir yang dijuluki sebagai Negev.

Pada 1953, dia menyelesaikan pendidikan di British Staff College. Kemudian, pada Januari 1964, dia menduduki jabatan sebagai kepala staf. Selain itu, dia juga merancang strategi penting yang melibatkan mobilisasi cepat pasukan cadangan dan penghancuran pesawat musuh di darat. Hal tersebut membuktikan perannya yang sangat penting dalam kemenangan Israel selama Perang Enam Hari. Karena itu, atas kontribusinya, dia dianggap sebagai pahlawan perang oleh masyarakat Israel, dan ini meningkatkan reputasinya sebagai orang yang mampu menjaga keamanan Israel.

Setelah mengakhiri karir militernya pada 1968, Rabin diangkat sebagai Duta Besar Israel di Amerika Serikat. Di sana, dia membangun hubungan dekat dengan pemimpin-pemimpin Amerika Serikat. Dari sana, ia berhasil memperoleh bantuan sistem senjata Amerika yang canggih untuk Israel. Namun, dia mendapat kritik dari kelompok keras di Israel karena ia mendukung ide penarikan pasukan Israel dari wilayah-wilayah Arab yang telah diduduki selama perang pada 1967. Para pengkritik tersebut menganggap bahwa langkah Rabin sebagai bagian dari upaya mencapai kesepakatan perdamaian di Timur Tengah secara umum.

Rabin kemudian kembali ke Israel pada Maret 1973. Dilansir dari Ourbiography, Rabin beralih ke dunia politik Israel dan menjadi anggota dari Partai Buruh di Israel. Partai tersebut berhasil meraih kemenangan dalam pemilihan ulang pada Desember 1973, tepat setelah berakhirnya Perang Yom Kippur. Awalnya, Rabin diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja, tetapi situasinya berubah ketika Perdana Menteri Golda Meir mengundurkan diri setelah hanya menjabat selama sebulan. Rabin kemudian diberi tugas untuk membentuk pemerintahan baru dan akhirnya menjadi perdana menteri Israel pada Juni 1974. 

Pada usia 52 tahun, dia menjadi orang termuda dan orang pertama asli Israel yang menduduki jabatan tersebut. Tahun-tahun awal menjabat sebagai perdana menteri, Rabin langsung menghadapi situasi sulit. Situasi yang dihadapinya seperti pembatasan pasokan minyak, insiden pembajakan pesawat oleh kelompok teroris, kesulitan ekonomi setelah perang, dan hubungan diplomatik yang kurang mengenakkan dengan Henry Kissinger.

Dilansir dari Britannica, pada Mei 1977, selama masa kampanye pemilihan, dia mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri dan menarik diri sebagai kepala Partai Buruh. Hal tersebut ia lakukan setelah informasi dia dan pasangannya memiliki rekening bank di Amerika Serikat terekspos publik. Memiliki rekening bank Amerika serikat bertentangan dengan hukum Israel. Posisi kepemimpinan partai kemudian digantikan oleh Shimon Peres. 

Di pertengahan 1980-an, Rabin kembali aktif di dunia politik sebagai menteri pertahanan. Beberapa tahun berselang, dikutip dari Ourbiography, Rabin berhasil menduduki kembali posisi ketua partai dan kembali menjadi perdana menteri setelah Partai Buruh meraih kemenangan dalam pemilihan pada Juni 1992. 

Setahun berselang, Rabin terlibat dalam perundingan bersama pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat, untuk mencapai kesepakatan yang akan memungkinkan Israel menarik diri dari wilayah yang telah diokupasi. Harapannya ialah untuk mengakhiri pertikaian antara kedua pihak. Ia pun memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian pada 1994. Namun, pada 1995 saat ia berbicara di acara damai di Tel Aviv, Yitzhak Rabin ditembak mati oleh Yigal Amir, mahasiswa hukum asal Israel

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus