Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin yang paling lama berkuasa di dunia, Presiden Teodoro Obiang dari Equatorial Guinea, kembali ikut pemilihan presiden yang digelar Minggu, 20 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia sudah berkuasa selama 43 tahun di sebuah negara kecil otoriter Afrika, yang dulu kaya sumber minyak dan menurun dengan cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Apa yang Anda tabur adalah apa yang Anda tuai," kata Obiang, 80 tahun, yang secara teratur memenangkan lebih dari 90 persen suara dalam pemilihan yang dilakukan selama lima periode sejak ia merebut kekuasaan dari pamannya dalam kudeta pada 1979.
“Saya yakin kemenangan PDGE,” ujarnya merujuk pada partainya.
Dua kandidat oposisi mencalonkan diri: Buenaventura Monsuy Asumu, yang telah mencalonkan diri dalam lima pemilihan sebelumnya, dan Andrés Esono Ondo, tokoh oposisi yang mencalonkan diri untuk pertama kalinya.
"Ini penipuan total," kata Esono Ondo kepada Reuters melalui telepon, dengan mengatakan partainya akan menantang hasil tersebut di pengadilan.
Dia mengatakan pemungutan suara yang adil terjadi di ibu kota pulau Malabo, tetapi partainya memiliki bukti bahwa pejabat di tempat lain memberikan suara atas nama pemilih atau memaksa mereka untuk memilih partai berkuasa.
Pemerintah dan pejabat direktorat pemilu Guinea tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Maja Bovcon, seorang analis senior Afrika di perusahaan intelijen risiko Verisk Maplecroft, mengatakan hasil pemilu tidak diragukan lagi: "Penutupan perbatasan dan pelecehan serta penangkapan pendukung oposisi telah membuka jalan bagi perpanjangan 43 tahun masa jabatan Obiang."
Amerika Serikat dan Uni Eropa menyerukan pemilihan yang bebas dan adil, dan meningkatkan keprihatinan atas laporan pelecehan dan intimidasi terhadap kelompok oposisi dan masyarakat sipil. Pemerintah menilai tuduhan itu sebagai campur tangan dalam proses pemilihan.
Menutup kampanyenya pada hari Jumat, Obiang mengatakan dia memutuskan untuk memajukan pemilihan presiden beberapa bulan dan mengadakannya bersamaan dengan pemilihan legislatif dan kota, untuk menghemat uang karena krisis ekonomi.
Produksi minyak dan gas menyumbang sekitar tiga perempat pendapatan di negara anggota OPEC tersebut. Tetapi produksi telah menyusut dalam beberapa tahun terakhir menjadi sekitar 93.000 barel per hari (bpd), dari sekitar 160.000 bpd pada tahun 2015, seiring dengan matangnya ladang minyak.
Lebih dari 400.000 orang mendaftar untuk memberikan suara di negara berpenduduk sekitar 1,5 juta itu. Pemilih juga akan memberikan suara untuk memilih 100 anggota parlemen untuk majelis rendah, 55 dari 70 senator, dan walikota di Equatorial Guinea.
Reuters