Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Israel pada hari Senin, 12 Februari 2024, berhasil membebaskan dua warganya yang disandera Hamas sejak serangan 7 Oktober 2023. Operasi ini hanya berlangsung satu menit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas di Rafah itu harus ditebus dengan tewasnya 74 orang warga Palestina dalam operasi penyelamatan ganas tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kota Rafah di selatan Gaza, yang selama ini 'damai' dan dipadati sejuta pengungsi, berubah cepat menjadi palagan perang antara Hamas dan Israel.
Dua sandera yang ditahan Hamas di sebuah gedung bertingkat, bisa keluar dengan selamat. Namun Misi militer Israel, dinas keamanan Shin Bet dan unit polisi khusus membebaskan Fernando Simon Marman, 60 tahun, dan Louis Hare, 70 tahun, dengan menghancurkan tempat pengungsian yang dipenuhi warga sipil.
Juru bicara militer Israel mengatakan para sandera ditahan di lantai dua sebuah gedung yang dibobol dengan bahan peledak selama penggerebekan di tengah baku tembak sengit dengan gedung-gedung di sekitarnya.
“Kami telah lama menyiapkan operasi ini,” kata Letnan Kolonel Richard Hecht. “Kami menunggu kondisi yang tepat.”
Seorang kerabat salah satu sandera mengatakan dia melihat kedua pria yang dibebaskan setelah penyelamatan mereka dan menemukan mereka "agak lemah, agak kurus, agak pucat" namun secara keseluruhan dalam kondisi baik.
Edan Begerano, menantu laki-laki Hare, mengatakan para sandera sedang tidur ketika "dalam satu menit" pasukan komando berada di dalam gedung dan melindungi mereka saat tentara melawan para penculik.
Fernando Simon Marman dan Louis Hare, dua sandera Israel yang menurut militer Israel dibebaskan dalam operasi pasukan khusus di Rafah, Gaza, berkumpul kembali dengan orang-orang tercinta di Sheba Medical Center, di Ramat Gan, Israel, 12 Februari 2024 .Pasukan Pertahanan Israel/Handout melalui REUTERS
“Kami sedikit terkejut… Kami tidak menduganya,” katanya tentang penyelamatan tersebut, seraya menambahkan bahwa Israel dan Hamas perlu mencapai kesepakatan cepat untuk menjamin pembebasan sandera yang tersisa.
Hamas mengatakan tiga sandera lainnya yang terluka dalam serangan udara Israel baru-baru ini kini telah tewas, dan menambahkan bahwa nasib sandera lainnya yang terluka masih belum jelas.
Militer Israel mengatakan serangan udara dilakukan bersamaan dengan pembebasan tersebut untuk memungkinkan pasukannya ditarik.
Korban di Rafah ini membuat jumlah kematian warga sipil di Gaza menjadi 28.340 orang dan 67.984 luka-luka, menurut pejabat kesehatan Gaza. Ini belum termasuk korban tewas yang terkubur di bawah reruntuhan.
Militer Israel mengatakan 31 sandera telah tewas pada saat itu, namun Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan penyelamatan hari Senin menunjukkan bahwa tekanan militer harus terus berlanjut dan dia mengabaikan kekhawatiran internasional mengenai rencana serangan darat di Rafah.
Washington menyambut baik pembebasan sandera tersebut, namun mengatakan pihaknya mendorong Israel untuk melakukan gencatan senjata dan meningkatkan bantuan untuk Gaza.
John Kirby, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, mengatakan kepada wartawan bahwa beberapa kemajuan telah dicapai dalam negosiasi menuju jeda pertempuran tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
Di Tepi Barat yang diduduki Israel, stasiun televisi resmi Otoritas Palestina, Palestine TV, menyebutkan 74 warga Palestina tewas dalam operasi Israel di Rafah. Belum ada konfirmasi langsung dari kementerian kesehatan Gaza, yang dijalankan oleh Hamas.
Seorang jurnalis Reuters yang berada di lokasi kejadian di Rafah melihat puing-puing yang luas dimana bangunan-bangunan, termasuk sebuah masjid, telah hancur.
“Saya sudah mengumpulkan bagian-bagian tubuh keluarga saya sejak pagi,” kata Ibrahim Hassouna, ketika seorang wanita berlutut di atas tubuh seorang anak kecil di dekatnya. “Saya hanya mengenali jari kaki atau jari tangan mereka.”
Korban Sipil Berjatuhan
Pembebasan tersebut dilakukan bersamaan dengan serangan membabi buta ke bangunan yang dihuni warga sipil. “Kami tidak ada hubungannya dengan apa pun. Mengapa Anda mengebom kami?” kata seorang warga.
Warga di Rafah mengatakan dua masjid dan beberapa bangunan tempat tinggal terkena serangan selama lebih dari satu jam, yang juga menghancurkan tenda-tenda tempat orang-orang berlindung.
Anak-anak yang terluka terbaring menunggu perawatan di rumah sakit Kuwait di Rafah.
“Kami berada di dalam tenda, saya dan seluruh keluarga saya, ketika semua peluru datang ke arah kami,” kata Mai Al-Najjar, yang mengalami luka pecahan peluru di bahu dan wajahnya. Dia menahan air mata saat menceritakan bagaimana ayahnya terbunuh di dalam mobil saat mereka mencoba menyelamatkan diri.
Israel mengatakan banyak dari mereka yang tewas adalah militan, namun kementerian Gaza mengatakan 70% korban adalah warga sipil.
Beberapa warga Palestina khawatir Israel telah memulai serangan darat di kota tersebut.
Namun juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan AS tidak yakin serangan tersebut merupakan awal dari serangan darat skala penuh.
Militan Hamas membunuh 1.200 orang dalam serangan 7 Oktober ke Israel. Israel mengatakan pihaknya telah membunuh lebih dari 12.000 militan Hamas dan menghancurkan tiga perempat batalionnya, yang sebelumnya disebutkan empat batalion berada di Rafah.
Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk menyebut kemungkinan serangan terhadap Rafah “mengerikan”.
“Mereka yang mempunyai pengaruh harus menahan diri, bukannya membiarkan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Banyak pemimpin Barat telah menyatakan kekhawatirannya atas serangan Israel sambil terus memberikan dukungan kepada negara tersebut.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pada hari Senin menyarankan bahwa cara untuk mengurangi korban sipil adalah dengan menghentikan pasokan senjata ke Israel.
REUTERS
Pilihan Editor Para Petinggi Barat Kritik Komentar Trump atas NATO