Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pesawat Jeju Air yang tragis terjadi pada Minggu pagi, 29 Desember 2024, di Bandara Internasional Muan di Provinsi Jeolla Selatan, Korea Selatan, merenggut nyawa hampir semua orang di dalamnya. Pesawat yang mengangkut 181 orang tersebut melakukan pendaratan darurat setelah ditabrak burung, menurut pesan seorang penumpang, demikian dilansir The Korea Times.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pria yang sedang menunggu di bandara untuk menjemput anggota keluarganya yang ikut dalam penerbangan tersebut membagikan pesan terakhir yang diterimanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pukul 9 pagi, tepat sebelum kecelakaan, anggota keluarganya menulis melalui KakaoTalk: "Seekor burung menabrak sayap dan kami tidak bisa mendarat."
Ketika pria itu bertanya berapa lama hal ini terjadi, anggota keluarga tersebut menjawab semenit kemudian, "Baru saja. Haruskah saya membuat surat wasiat?" Mereka tidak dapat dihubungi sejak saat itu.
Sementara itu, menurut Korea Herald, salah satu dari dua orang yang diselamatkan dari kecelakaan pesawat maut itu bertanya kepada dokter apa yang terjadi sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Para dokter yang merawatnya mengatakan bahwa tampaknya ia tidak memiliki ingatan akan kecelakaan tersebut.
Dokter di Rumah Sakit Mokpo Hankook menanyakan kondisinya dan dia dikabarkan bertanya balik, "Apa yang terjadi? Bagaimana saya bisa berada di sini?"
Pramugara tersebut mengatakan kepada dokter bahwa hal terakhir yang ia ingat adalah mengenakan sabuk pengaman sebelum mendarat, karena ia mengira pesawat hampir mendarat. Dia mengatakan bahwa dia tidak ingat apa pun yang terjadi setelahnya.
Pramugara itu ditempatkan untuk melayani penumpang di dekat bagian belakang pesawat, dan mengalami cedera di bahu kiri dan kepalanya dalam kecelakaan tersebut. Seorang penumpang wanita lain yang selamat dari pesawat tersebut saat ini dirawat di rumah sakit yang sama.
Pihak berwenang telah mendirikan kamar mayat sementara di lokasi kejadian dan membangun jaringan komunikasi dengan rumah sakit besar di Gwangju untuk merawat para korban luka. Menurut pemadam kebakaran, respons awal selesai 43 menit setelah laporan diterima, dan pada pukul 9:46 pagi, operasi pencarian di dalam pesawat sedang berlangsung.
Kecelakaan tersebut diyakini terjadi ketika roda pendaratan pesawat mengalami kerusakan. Pesawat berusaha mendarat namun menabrak dinding bandara dan memicu kebakaran. \
Keluarga korban frustrasi
Dilansir The Korea Times, keluarga korban yang berduka atas kehilangan orang yang mereka cintai mengungkapkan kemarahan dan frustrasi atas tanggapan pihak berwenang setelah kecelakaan pesawat itu terjadi.
Tangisan anggota keluarga terdengar di lantai pertama Bandara Internasional Muan, 288 kilometer barat daya Seoul.
"Kakak perempuan saya ada di pesawat itu," kata seorang wanita berusia 33 tahun bermarga Kim. "Dia mengalami begitu banyak kesulitan dan pergi bepergian karena situasinya baru saja mulai membaik."
Sekitar pukul 13.00, sekitar 100 orang memadati sebuah ruang pertemuan saat petugas pemadam kebakaran mulai memberikan informasi terbaru.
Segera setelah Lee Jeong-hyeon, kepala pemadam kebakaran Muan, mengatakan bahwa sebagian besar dari 181 orang yang berada di dalam pesawat tersebut diperkirakan telah meninggal, tangisan memenuhi ruangan.
"Apakah tidak ada kemungkinan untuk selamat sama sekali?" tanya seorang anggota keluarga.
"Sayangnya, sepertinya begitu," jawab Lee dengan kepala tertunduk.
Sekitar pukul 15.30, pemerintah mulai mengumumkan nama-nama 22 orang yang dipastikan tewas, yang memicu lebih banyak lagi kesedihan dan duka dari para keluarga yang berkumpul.
Beberapa orang memprotes bahwa nama-nama tersebut tidak sesuai dengan yang diungkapkan sebelumnya, sementara yang lain mengeluh bahwa mereka tidak mendapatkan informasi apa pun selama berjam-jam.
"Apakah terlalu berlebihan jika kami meminta daftar nama-nama korban tewas untuk diumumkan secara jelas bersama dengan status terkini dari kecelakaan ini?" ujar salah satu anggota keluarga.
Beberapa orang menuntut agar mereka diizinkan untuk mengunjungi lokasi jatuhnya pesawat sehingga mereka dapat mengidentifikasi anggota keluarga mereka.
Kementerian Kesehatan mengaktifkan sistem tanggap medis darurat yang meminta pengiriman petugas medis dan penyelamatan darurat ke lokasi kejadian.
Kementerian juga mengirimkan direktur pemakaman untuk membantu persiapan pemakaman dan berencana untuk menawarkan konseling profesional kepada para korban dan anggota keluarga korban.
Sementara itu, pemerintah provinsi Jeolla Selatan mengatakan bahwa mereka membuka akomodasi sementara untuk keluarga korban di asrama Universitas Nasional Mokpo.