Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Israel banyak merekrut Arab Druze untuk bergabung dengan pasukan pertahanan Israel (IDF). Bahkan sekitar 80 persen warga Druze telah bertugas di militer Israel. Arab Druze menjadi pendaftar militer IDF tertinggi di antara seluruh komunitas di Israel yang lain, termasuk Yahudi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski banyak Arab Druze yang direkrut sebagai anggota militer Israel, namun kemiskinan dan masih menjadi masalah besar di komunitas mereka. Menurut laporan Al Jazeera, organisasi non-pemerintah Asosiasi Baladna untuk Pemuda Arab yang berbasis di Haifa mengatakan Israel sengaja memanfaatkan situasi ekonomi komunitas Druze yang kurang beruntung agar mereka mau menjadi tentara Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, seperti apa profil Arab Druze di Israel? Simak informasi lengkapnya berikut ini.
Profil Arab Druze di Israel
Arab Druze adalah anggota sekte agama yang merupakan cabang dari Islam Syiah Ismaili. Sebagian besar komunitas Druze tinggal di Suriah dan Lebanon. Di Israel, Druze adalah komunitas erat yang aktif dalam kehidupan publik. Menurut studi terbaru Pew Research Center, Arab Druze di Israel berjumlah sekitar 2 persen dari populasi negara tersebut.
Druze merupakan komunitas Arab yang unik karena kesetiaan mereka kepada Israel. Padahal budaya komunitas Druze di Israel adalah Arab dan bahasa mereka adalah Arab. Sebagian besar warga Druze di Israel tinggal di wilayah utara Galilea, Carmel, dan Dataran Tinggi Golan.
elansir Britannica, Druze merupakan komunitas Arab di Israel yang dikenal karena kesetiaan mereka kepada negara. Arab Druze di Israel adalah satu-satunya kelompok Arab yang wajib militer menjadi Pasukan Pertahanan Israel. Mereka berpartisipasi dalam korps keamanan perbatasan dan diplomatik Israel.
Suku Druze sangat memegang teguh nilai komunitasnya dan cenderung tertutup dari dunia luar. Budaya Druze tidak memperbolehkan warganya pindah agama. Pernikahan pun hanya boleh dilakukan sesame orang Druze.
Mengapa Banyak Arab Druze Yang Bergabung IDF?
Banyaknya Arab Druze yang bergabung di IDF tak lepas dari peristiwa di tahun 1948. Berawal ketika Druze di Suriah dan Lebanon berperan dalam perjuangan Arab melawan kolonialisme Perancis yang dimulai pada tahun 1920-an. Akan tetapi, Druze di Israel mengalami situasi yang berbeda karena mereka tidak memiliki lembaga yang terorganisir, kelas terpelajar, sarana ekonomi, dan kepemimpinan yang disepakati.
Akibatnya, komunitas Druze terpecah belah dalam perebutan Mandat Palestina. Beberapa dari mereka aktif secara politik dalam gerakan nasional Arab dan yang lainnya bergabung dalam perjuangan bersenjata, namun mayoritas tetap pasif.
Hingga pada tahun 1948 sebagian besar desa Druze terbuka bagi gerakan nasionalis Arab. Namun, para pemimpin milisi Arab setempat mencemooh Druze, bertindak dengan kekerasan dan pemerasan di desa mereka. Druze lainnya diculik dan dibunuh oleh nasionalis Arab, menyebarkan ancaman dan ketakutan.
Para pemimpin Yahudi di negara tersebut kemudian menyadari apa yang terjadi. Mereka pun memanfaatkan kemarahan di komunitas Druze dan mulai mengembangkan hubungan dengan Druze, terutama di Ussifiya, Daliat al- Carmel, dan Shfaram. Sejak itu, orang Druze di Israel mulai membantu dan membela orang-orang Yahudi.
Selama perang tahun 1948 terdapat beberapa orang Druze yang bekerja sama dengan pasukan Haganah Yahudi. Ketika perang berlangsung, para pemimpin Druze dan Yahudi memutuskan untuk membentuk Unit Minoritas di IDF dan meluncurkan kampanye untuk merekrut sukarelawan Druze untuk bertugas di unit tersebut. Tren ini terus berlanjut dan semakin banyak orang Druze yang secara sukarela bergabung dengan Unit Minoritas IDF antara Mei 1948 dan 1956.
Mendatangani ‘Perjanjian Darah’ Dengan Israel
Pada tahun 1956, pihak berwenang Israel membuat ‘perjanjian darah’ dengan para pemimpin komunitas Druze tertentu yang mewajibkan wajib militer bagi pria Druze, dengan imbalan janji inklusi dalam masyarakat Israel dan keuntungan ekonomi bagi komunitas mereka.
Sehingga komunitas Druze Israel adalah satu-satunya kelompok besar non-Yahudi di negara bagian tersebut yang putra-putranya diharuskan bertugas di IDF.
Keputusan tersebut dilakukan atas inisiatif para pemimpin Druze yang berusaha mendapatkan pengaruh dan dukungan dari para pemimpin Yahudi di negara tersebut, yang kemudian akan memperkuat kekuatan mereka. Selain kepentingan pribadi para pemimpin Druze, tujuan lain dari kesepakatan tersebut adalah untuk memperbaiki situasi Druze melalui dinas militer, menjamin peluang ekonomi bagi banyak keluarga Druze yang sangat miskin dan membantu Druze mencapai kesetaraan dengan Yahudi.
Druze Diakui Sebagai Komunitas Agama yang Independen
Mengutip Jewish Virtual Library, pada akhir tahun 1956 dan awal tahun 1957, pemerintah Israel mengakui Druze sebagai komunitas agama yang independen menurut hukum. Kemudian pada tahun 1962, pengadilan komunal Druze didirikan berdasarkan undang-undang yang disahkan oleh Knesset, untuk pertama kalinya dalam sejarah Druze di Tanah Israel.
Pengakuan terhadap Druze sebagai komunitas agama yang independen dan pembentukan pengadilan Druze merupakan terobosan bagi status Druze di Israel dan disambut oleh sebagian besar Druze dengan rasa terima kasih terhadap pembentukan pemerintah Israel.
Arab Druze Termasuk Masyarakat Termiskin Di Israel
Meski dikenal sebagai komunitas yang setia pada Israel, Druze juga mempunyai sejarah penolakan untuk mengabdi sejak pembentukan Komite Inisiatif Druze pada tahun 1972, yang terus mendorong dan mendukung orang-orang Druze yang menolak dinas militer karena alasan hati nurani.
Pada tahun 2013, sebuah inisiatif baru bernama Tolak, Rakyat Anda Akan Melindungi Anda didirikan untuk melawan wajib militer di kalangan muda Druze. “Anti-wajib militer bukan tentang Druze atau Kristen – ini tentang seluruh warga Palestina,” Maisan Hamdan, salah satu pendiri dan juru bicara Refuse, mengatakan kepada Al Jazeera.
Maisan juga menganggap wajib militer Arab Druze hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat. Apalagi, kemiskinan masih menjadi masalah besar di komunitas mereka. “Layanan militer hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat Druze,” katanya.
Sebuah studi tahun 2007 yang diterbitkan oleh Social Work and Society International Online Journal melaporkan bahwa Druze termasuk dalam sektor masyarakat termiskin di Israel. Bahkan, di Isfiya, sebuah desa Druze di utara Israel saat ini, setengah dari rumah di sana tidak memiliki izin dan dianggap memenuhi syarat untuk dibongkar berdasarkan zonasi diskriminatif Israel.
Oleh karena itu, Menteri Luar Negeri Eli Cohen dan Ketua Koalisi Ofir Katz akan mengajukan undang-undang dasar yang memperkuat kedudukan masyarakat Druze di Negara Israel, menurut laporan The Jerusalem Post pada 19 November 2023.
Pengumuman ini muncul dua minggu setelah pemimpin spiritual Druze Sheikh Muwafaq Tarif mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengubah Undang-Undang Negara-Bangsa untuk memastikan persamaan hak bagi minoritas Israel.
RIZKI DEWI AYU | BRITANNICA | JEWISH VIRTUAL LIBRARY | AL JAZEERA