Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Cina memuncak dalam hal perang tarif impor kedua negara. Presiden AS Donald Trump secara terbuka menyatakan akan menaikkan tarif impor terhadap produk-produk asal Cina hingga 125 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pernyataan ini menjadi pukulan terbaru dalam babak baru perang dagang dua raksasa ekonomi dunia yang dinilai bakal lebih berdarah-darah dibanding periode 2016–2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Trump mengumumkan kebijakan tarif terbarunya pada Rabu, 9 April 2025 waktu setempat, melalui unggahan di platform Truth Social. Ia menyebut bahwa tarif tersebut diberlakukan segera, menyusul tindakan balasan dari Cina yang menaikkan tarif hingga 34 persen terhadap produk AS.
"Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan Cina terhadap pasar dunia, saya dengan ini menaikkan tarif yang dikenakan Amerika Serikat terhadap Cina menjadi 125 persen, berlaku segera," tulis Trump.
Kementerian Perdagangan Cina menyatakan dengan tegas menolak ancaman yang dilontarkan oleh Donald Trump dan berjanji akan mengambil tindakan balasan guna melindungi hak serta kepentingan nasionalnya
Komentar itu muncul setelah Trump mengatakan akan mengenakan bea tambahan sebesar 50 persen pada impor AS dari Cina pada hari Rabu, jika Beijing tidak mencabut tarif sebesar 34 persen yang dikenakannya pada produk Amerika minggu lalu.
“Ancaman AS untuk menaikkan tarif terhadap Cina adalah kesalahan yang sangat fatal,” kata Kementerian Perdagangan Cina seperti diwartakan oleh CNBC. “Cina tidak akan pernah menerimanya. Jika AS bersikeras dengan caranya sendiri, Cina akan berjuang sampai akhir.”
Eskalasi Tarif dan Balasan Bertubi-tubi
Perang dagang ini bermula saat Trump mengumumkan tarif resiprokal sebesar 10 persen untuk hampir seluruh barang impor, termasuk tarif 34 persen untuk produk Cina, pada Rabu, 2 April 2025. Kebijakan ini juga diberlakukan kepada seluruh mitra dagang AS yang mengalami surplus perdagangan terhadap Negeri Paman Sam.
Sebagai respons, pada Jumat, 4 April 2025, Cina membalas dengan mengenakan tarif impor serupa sebesar 34 persen terhadap produk-produk asal AS, yang akan mulai berlaku pada 10 April 2025. Pemerintah Cina menegaskan bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan hukum domestik dan prinsip hukum internasional.
Ketegangan terus meningkat ketika Trump mengancam akan menaikkan tarif menjadi 50 persen jika Cina tidak mencabut kebijakan tarif balasannya. Ancaman tersebut diwujudkan pada 8 April 2025, membuat total bea masuk atas produk Cina ke AS mencapai 104 persen. Tak tinggal diam, Cina pun kembali menaikkan tarif menjadi 84 persen pada 9 April 2025.
Pada hari yang sama, Trump kembali membalas dengan lonjakan tarif drastis hingga 125 persen. Ia mengecam Cina karena dinilai tidak menghormati sistem perdagangan global dan menyerukan agar negara tersebut menghentikan kebijakan balasan sepihak terhadap AS.
Dampak Ekonomi Global Mulai Terasa
Langkah saling balas ini menimbulkan guncangan di pasar global. Indeks saham AS merosot tajam. Saham-saham perusahaan teknologi seperti Apple dan Nvidia anjlok dalam perdagangan pra-pasar. Kedua perusahaan tersebut sangat bergantung pada rantai pasok dari Cina dan Taiwan.
Di Jepang, Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyebut situasi ini sebagai "krisis nasional". Pasar saham Tokyo mencatat kerugian mingguan terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Eropa juga tak luput, mengalami kerugian mingguan terbesar dalam tiga tahun terakhir.
Meski demikian, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mencoba meredam kepanikan dengan menyebut bahwa pasar hanya sedang menyesuaikan diri dengan kebijakan baru.
Deja Vu: Pola Lama, Tekanan Lebih Besar
Perang dagang AS-Cina bukan hal baru. Sejak kampanye presiden 2016, Trump sudah menjadikan defisit dagang dengan Cina sebagai kambing hitam hilangnya industri manufaktur AS. Ia menyebut Cina sebagai pelaku "pencurian terbesar dalam sejarah" dan melancarkan serangan tarif saat menjabat.
Antara 2018 hingga 2019, Trump memberlakukan tarif terhadap produk Cina senilai US$550 miliar. Sebagai balasan, Cina mengenakan tarif pada barang-barang AS senilai lebih dari US$185 miliar.
“Apa itu terdengar seperti perdagangan bebas atau adil. Tidak, itu terdengar seperti perdagangan bodoh, yang berlangsung selama bertahun-tahun,” kata Trump di akunnya, Senin, 9 April 2018 waktu setempat.
Namun, dibandingkan konflik sebelumnya, eskalasi perang tarif 2025 dinilai lebih agresif dan berisiko menimbulkan dampak jangka panjang terhadap perekonomian global. Sejumlah analis memperkirakan inflasi global akan meningkat, harga barang naik, dan pertumbuhan ekonomi dunia melambat jika ketegangan terus berlanjut.
Dengan dua negara ekonomi terbesar dunia saling berkeras, harapan untuk kesepakatan damai kian mengecil. Dunia kini menatap dengan cemas: apakah ini hanya perang tarif impor, atau awal dari krisis ekonomi global berikutnya?
Melynda Dwi Puspita, Ilona Estherina, Savero Aristia Wienanto, Dewi Rina Cahyani, Haura Hamidah, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Tarif Impor Trump Bikin Geger, UNIDO Beri Solusi Ini