Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Warga Thailand Campurkan Ganja Pada Makanan, Pasien UGD di Rumah Sakit Melonjak

Banyak warga Thailand yang mengalami halusinasi hingga melukai diri sendiri akibat mengkonsumsi makanan mengandung ganja.

19 Juli 2022 | 08.49 WIB

Turis mengantre untuk membeli ganja, setelah dihapus dari daftar narkotika yang dilegalkan, di Happy Bud, sebuah truk ganja di Khaosan Road, di Bangkok, Thailand, 13 Juni 2022. REUTERS/Athit Perawongmetha
material-symbols:fullscreenPerbesar
Turis mengantre untuk membeli ganja, setelah dihapus dari daftar narkotika yang dilegalkan, di Happy Bud, sebuah truk ganja di Khaosan Road, di Bangkok, Thailand, 13 Juni 2022. REUTERS/Athit Perawongmetha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Medis Thailand memperingatkan penggunaan ganja dalam makanan atau makanan ringan. Penambahan ganja pada makanan tidak perlu dilakukkan karena dapat meningkatkan beban layanan darurat rumah sakit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam unggahan di Facebook pekan lalu, Dewan Medis Thailand menulis bahwa sejak ganja dilegalkan pada 9 Juni 2022, banyak konsumen menderita penyakit akut, halusinasi, dan melukai diri mereka sendiri serta orang lain. "Beban di ruang gawat darurat telah meningkat padahal tidak diperlukan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dewan memperingatkan penggunaan ganja sebagai bahan makanan dan makanan ringan untuk semua konsumen. "Jangan menambahkan ganja atau rami ke makanan atau makanan ringan untuk dikonsumsi orang," tulis dewan tersebut.

Ganja juga memiliki dampak negatif jangka panjang pada pertumbuhan dan perkembangan otak anak-anak. Ganja tidak boleh digunakan oleh wanita hamil, ibu menyusui atau orang berusia 25 tahun atau lebih muda karena bahaya yang ditimbulkan pada otak.

Dewan juga secara serius menyarankan orang tidak menggunakan ganja untuk rekreasi. Penggunaan tunas ganja akan menyebabkan kerusakan serius terhadap kesehatan penggunanya.

Penggunaan ganja sebagai pilihan pertama untuk pengobatan penyakit, menurut Dewan juga tidak semestinya dilakukan. Ganja hanya menjadi pilihan terakhir jika obat standar lain tidak bisa mengobati penyakit.

"Ganja tidak bisa menyembuhkan penyakit, dan hanya bisa digunakan untuk meredakan gejala sementara," kata Dewan Medis.

Menteri Kesehatan Masyarakat Anutin Charnvirakul mengatakan Partai Bhumjaithai memiliki kebijakan dekriminalisasi ganja selama kampanye pemilihan sebelumnya. Partai tersebut memenangkan 40-50 kursi DPR dan memasuki pemerintahan, maka mereka tidak bisa mengabaikan kebijakan itu.

Anutin, pemimpin Partai Bhumjaithai, mengatakan kebijakan legalisasi ganja sukses diterapkan. Masyarakat Thailand mulai memahami bahwa kebijakan itu berkontribusi terhadap pengobatan dan mempromosikan kesehatan. "Orang-orang memahami dan memberi kami dukungan moral," kata Anutin, yang juga wakil perdana menteri.

Dia mengatakan bahwa penggunaan ganja untuk rekreasi adalah penyalahgunaan. Partai juga memberi tahu orang-orang tentang penggunaan yang tepat.

Merokok ganja di depan umum dan penjualan ganja kepada orang berusia di bawah 20 tahun, wanita hamil dan wanita menyusui adalah ilegal. Pelanggarnya menurut Anutin, bisa dikenakan denda atau hukuman penjara.

Baca: Thailand Legalkan Ganja, Sejuta Tanaman Ganja Dibagikan Gratis

BANGKOK POST 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus