Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Xi Jinping ke Vietnam, Cina Hibahkan Jalur Kereta Api di Wilayah Kaya Tambang Logam Tanah jarang

Presiden Cina Xi Jinping mulai besok Selasa, 12 Desember 2023, akan berkunjung ke Vietnam, yang menjadi rebutan sejumlah raksasa dunia termasuk AS.

11 Desember 2023 | 17.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Cina Xi Jinping mulai besok Selasa, 12 Desember 2023, akan berkunjung ke Vietnam, yang menjadi rebutan sejumlah raksasa dunia termasuk Amerika Serikat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun Cina tampaknya lebih masuk ke hati Vietnam. Dalam kunjungan Xi, kedua negara akan menandatangani sejumlah kesepakatan termasuk peningkatan jalur kereta api dan infrastruktur lainnya, serta proyek digital.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lawatan Presiden Xi merupakan kunjungan pertama dalam enam tahun ke negara tetangga Asia Tenggara tersebut. Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden melakukan perjalanan ke ibu kota Vietnam pada September untuk memperkuat hubungan bilateral.
 
Cina siap menawarkan hibah kepada Vietnam untuk meningkatkan jalur kereta api antara Kunming dan kota pelabuhan Haiphong, dan jaringan transportasi lainnya dari Cina selatan ke Hanoi, demikian dilaporkan surat kabar pemerintah Vietnam Tuoi Tre, mengutip duta besar Tiongkok untuk Vietnam Xiong Bo.

Dia mengatakan Cina siap memberikan “bantuan yang tidak perlu dikembalikan” untuk proyek-proyek ini, surat kabar tersebut melaporkan pada Minggu malam, dalam sebuah tawaran yang, jika dikonfirmasi, akan mewakili konsesi besar bagi negara yang secara tradisional enggan mengambil pinjaman.
 
Namun tidak jelas apakah hibah akan disertai dengan pinjaman.

Tawaran hibah dalam jumlah besar juga dapat dianggap sebagai pukulan bagi Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang mendukung proyek infrastruktur di Vietnam, yang berdasarkan rencana iklim telah menawarkan sebagian besar pinjaman dengan nilai pasar untuk membantu Vietnam mengurangi penggunaan batu bara.

Rencana peningkatan jalur kereta api Kunming-Haiphong, yang pertama kali dilaporkan Reuters pada awal bulan Desember, melewati wilayah di mana Vietnam memiliki tambang logam tanah jarang (rare earth) terbesar, yang sejauh ini tidak dapat dieksploitasi karena kurangnya teknologi pemrosesan.
 
Vietnam diperkirakan memiliki simpanan mineral strategis terbesar kedua di dunia yang saat ini penting untuk kendaraan listrik dan turbin angin.

Sejauh ini Cina merupakan produsen dan penyulingan logam tanah jarang terbesar di dunia, namun tidak jelas kesepakatan apa yang dapat dicapai mengenai hal tersebut, karena Beijing biasanya enggan berbagi teknologi pemurniannya dan Hanoi sebagian besar melarang ekspor logam tanah jarang yang belum diolah.

Duta Besar Cina juga menyebutkan interkoneksi digital sebagai salah satu prioritas untuk memperkuat kerja sama antara kedua negara, yang telah menikmati peningkatan pertukaran ekonomi.

“Kedua negara kita perlu meningkatkan interkoneksi di darat, laut, udara dan internet,” kata Xiong Bo.

Para diplomat, pejabat dan pakar Vietnam mengatakan bahwa interkoneksi digital berarti memasukkan Vietnam ke dalam rencana Cina untuk Jalur Sutra Digital, yang merupakan program andalan Beijing di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) yang lebih luas dan berfokus pada kabel serat optik, pusat data, dan infrastruktur telekomunikasi lainnya di negara-negara sahabat.

Kabel bawah laut tambahan dapat menjadi bagian dari diskusi, kata seorang diplomat, karena Vietnam telah mengalami gangguan pada infrastruktur digital bawah lautnya pada tahun ini. Vietnam juga berencana membangun jaringan 5G yang lengkap, sebuah infrastruktur yang menjadi keunggulan raksasa telekomunikasi Cina, Huawei.

Sebelumnya, Presiden Vo Van Thuong di forum Belt and Road di Cina pada Oktober lalu, mendesak peningkatan kerja sama di bidang infrastruktur digital.

Namun tidak jelas apakah Vietnam hanya berbasa-basi mengenai hal tersebut, karena kekhawatiran terhadap keamanan nasional cenderung mendominasi proyek-proyek strategis, kata Le Hong Hiep, peneliti senior di Iseas–Yusof Ishak Institute Singapura, khususnya di Laut Cina Selatan, tempat Hanoi  dan Beijing saling klaim wilayah.

REUTERS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus