Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

6 Primata Endemik Mentawai Semakin Terancam, Bupati Sebut UU Cipta Kerja

Izin babat hutan ramai turun di Mentawai. Liputan nasib primata ini mendapat dukungan Rainforest Journalism Fund bekerja sama dengan Pulitzer Center.

20 April 2022 | 02.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Joja siberut atau Presbytis siberu yang termasuk primata endemik Mentawai. (Ismael Saumanuk/Swara Owa)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Padang - Sebanyak enam primata endemik di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, semakin terancam oleh maraknya pemberian izin penebangan hutan baru-baru ini oleh pemerintah daerah. Keenam primata endemik tersebut adalah Bokkoi pagai (Macaca pagensis), Bokkoi siberut (Macaca siberu), Joja pagai (Presbytis potenziani), Joja siberut (Presbytis siberu), Bilou (Hylobates klossii), dan Simakobu (Simias concolor).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keenamnya saat ini sudah masuk dalam IUCN Red List atau Daftar Merah Spesies Terancam International Union for Conservation of Nature. Dalam daftar merah itu, Bokkoi pagai, Joja pagai, dan Simakobu berstatus “Critically Endangered” (kritis atau terancam punah). Sedangkan Bokkoi siberut, Joja siberut, dan Bilou berstatus “Endangered“ (terancam).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu izin penebangan hutan terbaru berada di kawasan hutan Desa Silabu di Pulau Pagai Utara, satu dari empat pulau besar di Kepulauan Mentawai. Ketika Tempo berkunjung ke sana pada pertengahan Maret 2022, suara alat berat meraung-raung menebas hutan. Terdengar bunyi “krak” setiap kali pohon tumbang, membuat burung-burung beterbangan ke angkasa.

Lahan hutan itu telah dikuasai Koperasi Minyak Atsiri Mentawai seluas 1.500 hektare untuk dibabat dan dibersihkan menjadi lahan perkebunan. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat telah memberikan izin Persetujuan Pemanfaatan Kayu Kegiatan Non Kehutanan (PKKNK) kepada koperasi tersebut pada 26 Agustus 2021.

Dengan izin itu, koperasi yang diketuai mantan Bupati Mentawai Edison Saleleubaja tersebut melakukan penebangan kayu-kayu besar sejak September 2021. Sasaran utama koperasi adalah ratusan pohon besar jenis meranti dan kruing. Hingga Maret 2022 diperkirakan lebih 3.000 kubik kayu gelondong telah dikumpulkan di logpond (tempat penumpukan kayu gelondong) dan kapal ponton di depan Pantai Polimo, Silabu, akan dijual keluar Mentawai.

Aktivitas pembabatan hutan itu menyebabkan empat primata endemik Mentawai yang ada di hutan Desa Silabu, Pagai Utara terancam. Hutan di Silabu adalah habitat bagi empat primata Mentawai, yaitu Bokkoi, Joja, Bilou, dan Simakobu. Pohon meranti dan kruing adalah rumah bagi mereka.

Selain izin baru tersebut, sebelumnya di Pagai Utara dan Pagai Selatan juga masih beroperasi PT Minas Pagai Lumber yang menguasai izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 78.000 hektare. Perusahaan ini telah lama beroperasi sejak 1990-an. Pada 2013 izin HPH ini diperpanjang oleh pemerintah hingga 2056.

Di Pulau Sipora penebangan hutan dari izin baru juga sedang berlangsung sejak akhir 2021. Aktivitas penebangan di hutan Dusun Berkat, Desa Tuapeijat, Sipora Selatan, itu juga mengancam habitat penting primata endemik di sana.

 

Hutan habitat primata di Desa Silabu, Pulau Pagai Utara, Mentawai, yang segera beralih fungsi jadi kebun atsiri. (Febrianti/Tempo).

 

“Primata Mentawai lengkap tinggal di sana, ada Joja, Bilou, Bokkoi dan Simakobu, tapi kini pohonnya sudah ditandai untuk segera ditebang, alat-alat berat sudah banyak di lokasi itu sekarang,” kata Mateus Sakaliao, pegiat konservasi di Malinggai Uma, pada Senin, 18 April 2022.

 

Simakobu atau Pigtailed Langur yang termasuk primata endemik Mentawai. (Ismael Saumanuk/Swara Owa)

 

Malinggai Uma adalah sebuah lembaga bentukan masyarakat di Dusun Puro, Siberut Selatan, Pulau Siberut, yang bergerak di bidang pelestarian budaya dan konservasi di Kepulauan Mentawai. Lembaga itu mencatat hutan Berkat yang terancam itu masih menyimpan banyak keragaman hayati penting pulau Sipora. Selain rumah bagi primata endemik, juga ada bajing terbang endemik, burung hantu endemik, ular, dan berbagai jenis burung.

“Hanya di sana kita bisa melihat Bilou, Joja, Simakobu, dan Bokkoi dalam satu lokasi,” ujar Mateus.

Di pantai Berkat tak jauh dari hutan habitat primata, kata Mateus, sudah dijadikan logpond untuk penumpakan kayu bulat hasil tebangan oleh perusahaan kayu. Puluhan kayu gelondong kini sedang ditumpuk ke atas kapal ponton akan dibawa ke luar pulau. “Saya sangat sedih, sebentar lagi pasti akan ditebang, entah ke mana primata-primata itu akan pergi, mereka bisa lebih mudah diburu,” katanya.

Saat ini di Pulau Sipora terdapat dua izin penebangan hutan yang baru dikeluarkan Balai Hutan Produksi Wilayah III di Pekanbaru. Keduanya berupa izin hutan hak milik masyarakat. Satu izin atas nama Jasa Samangilailai, pemilik lahan seluas 438,68 hektare di Desa Saurenuk, Sipora Selatan. Satu izin lagi atas nama Aser Sababalat, pemilik lahan seluas 243 hekatre di Desa Tuapeijat, Sipora Utara.

Di pulau Siberut, pulau terbesar di Mentawai, juga ada rencana pemberian satu izin baru HPH (Hak Pengusahaan Hutan) seluas 44.907 hektare kepada PT Bumi Alam Sikerei. Padahal di Siberut masih beroperasi HPH PT Salaki Suma Sejahtera di Siberut Utara seluas 47.609 hekatare dan pada 2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPH HK-HTI) untuk PT Biomass Andalan Energi. Hutan Tanaman Industri ini menempati areal seluas 19.876,59 hektare di Siberut tengah.

 

Data populasi primata

Satu-satunya kawasan konservasi untuk perlindungan primata di Kepulauan Mentawai hanya di Taman Nasional Siberut seluas 190.000 hektare di bagian barat pulau dan sedikit hutan lindung di beberapa tempat di Pulau Siberut, Pulau Pagai Utara, Pulau Pagai Selatan dan Pulau Sipora seluas total 7.670 hektare. Diperkirakan populasi primata endemik di Kepulauan Mentawai sudah jauh merosot dibandingkan data survei terakhir yang pernah dilakukan 16 tahun lalu.

Saat itu, mengutip data yang dihimpun IUCN, untuk tiga jenis primata endemik yang berstatus Critically Endangered, Joja adalah yang paling sedikit. Jumlah individunya diperkirakan tersisa 300 hingga 1.200 saja. Bokkoi pagai
diperkirakan tinggal 2.100-3.700 individu, sedangkan Simakobu diperkirakan 6.700-17.300 individu. Untuk Bilou, Bokkoi siberut dan Joja siberut yang bersatus Endangered, masing-masing, sempat terdata 20-25 ribu, 17-30 ribu, dan 17.384 individu.

Peneliti primata dari Swara Owa di Yogyakarta, Arif Setiawan, menyatakan khawatir datanya terkini telah jauh berkurang. “Saat perusahaan mulai menebangi pohon yang besar dan kecil, primata ini akan kehilangan potensi makan, tempat berlindung, tempat berayun, dan makanan, tidak satu pun primata yang bisa hidup di situ lagi,” katanya.

Menurut Arif, spesies utama yang paling terkena dampak adalah Bilou dan Simakobu, karena keduanya sangat bergantung pada tegakan pohon yang paling tinggi. Bilou tidak pernah turun ke lantai hutan seperti tiga primata lain. Kalau tegakan hutan dibuka, akan menghambatnya untuk berpindah ke pohon lain dan akan lebih gampang diburu.

 

Bilou primata endemik Mentawai di Siberut. (Febrianti/Tempo)

 

“Meranti itu pohon penting bagi Bilou, di pohon itu biasanya ada liana seperti pohon ara yang menjadi favorit Bilou, karena buah ara adalah makanannya. Bilou akan tinggal di kanopi paling atas, tajuk pohon yang rimbun untuk berlindung,” ujarnya.

Ia menyayangkan belum adanya regulasi yang melindungi primata-primata endemik tersebut di luar kawasan konservasi di Kepulauan Mentawai. “Padahal empat primata endemik itu jumlahnya di luar kawasan Taman Nasional Siberut tinggi, tapi ancaman kepunahannya juga paling tinggi,” ujarnya.

Dampak UU Cipta Kerja

Dampak UU Cipta Kerja

Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet mengatakan maraknya pembukaan hutan di Mentawai sejak akhir 2021 adalah dampak dari Undang-Undang Cipta Kerja yang mempermudah perizinan. Khusus untuk izin Koperasi Minyak Atsiri, Yudas mengaku dia hanya memberi izin untuk pembukaan kebun di lahan masyarakat di Silabu pada 2019. Ternyata pada 2021, Koperasi Minyak Atsiri mengurus izin PKKNK ke Dinas Kehutanan Sumatera Barat untuk membuka hutan untuk lahan perkebunan atsiri.

“Penebangan hutan itu tanpa sepengetahuan saya karena saya hanya memberi izin untuk kebun atsiri, ternyata berbelok ke menebang hutan,” katanya di Tuapeijat, Sipora pada 12 Maret 2022.

Menurut Yudas, di Kepulauan Mentawai sedang marak pengajuan untuk mendapatkan izin untuk eksploitasi hutan. Tersebar di Pagai, Sipora, Siberut, dan Yudas mengaku tidak tahu asalnya dan tak pernah berikan rekomendasi. "Muncul begitu saja, jangankan rekomendasi, kami dikasih tahu saja tidak. Entah siapa yang punya kewenangan, itu dampak Undang-undang
Cipta Kerja,” katanya menunjuk UU yang disahkan DPR RI akhir 2020 secara kontroversial karena menabrak banyak aturan ketatanegaraan itu.

Yudas mengatakan, di Tuapeijat tak jauh dari kantor Bupati juga sudah mulai penebangan hutan untuk hutan hak dari izin yang diberikan Balai Hutan Produksi Wilayah III di Pekanbaru dan rekomendasi dari Sekda Kepulauan Mentawai. Meski terkejut dan menganggap penebangan hutan yang dikelola perusahaan tidak akan menguntungkan masyarakat, Yudas memilih diam. "Sekda mungkin sudah tahu aturannya,” kata dia.

Sekretaris Daerah Kepulauan Mentawai Martinus Dahlan saat dimintai tanggapan melalui pesan whatsaap tentang rekomendasi yang ia berikan untuk izin pengelolaan hutan hak tidak menjawab.

Adapun Ketua Koperasi Minyak Atsiri Mentawai Edison Saleleubaja mengatakan mengurus izin PKKNK pada 2021 karena sudah mendapat rekomendasi izin membangun perkebunan dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dia blak blakan membuka hutan alam untuk membuat perkebunan atsiri karena butuh modal untuk membuat perkebunan.

“Kalau berkebun di tanah kosong tidak ada uangnya, kalau tidak mengambil kayu, dari mana saya dapat modalnya, untuk membangun perkebunan atsiri itu setidaknya butuh modal Rp 34 miliar,” kata Edison di Kantor Koperasi Minyak Atsiri Mentawai di Sikakap pada 10 Maret 2022.

 

(Liputan ini didukung oleh Rainforest Journalism Fund yang bekerja sama dengan Pulitzer Center) 

 

 

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus