Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Mengapa Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni Mencabut 18 Izin di Kawasan Hutan

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) 18 perusahaan. Atas perintah Presiden Prabowo Subianto.

10 Februari 2025 | 07.15 WIB

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni memberikan keterangan pers setelah rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto
Perbesar
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni memberikan keterangan pers setelah rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni secara resmi mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang sebelumnya dikantongi oleh 18 perusahaan. Luas area konsesi yang dicabut mencapai 526.144 hektare.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menteri Raja Juli Antoni mengungkap keputusan tersebut dalam video yang ia unggah di akun Instagram pada Jumat, 7 Februari lalu. Dia telah mengizinkan Tempo untuk menggunakan unggahan tersebut sebagai bahan pemberitaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Sesuai dengan arahan Pak Presiden Prabowo Subianto pada hari Senin yang lalu ketika saya menghadap beliau di Istana, maka secara formal hari ini saya akan menandatangani surat keputusan menteri untuk mencabut izin berusaha 18 perusahaan seluas 526.144 hektare yang tersebar dari Aceh sampai Papua," kata Raja Juli dalam video unggahannya di akun Instagram @rajaantoni, yang dikutip Tempo pada Ahad malam, 9 Februari 2025. 

PBPH merupakan nomenklatur baru perizinan kehutanan. Diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, konsesi kehutanan ini menyederhanakan jenis perizinan yang sebelumnya bernama Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)–pada hutan alam atau pun hutan tanaman.

Kementerian Kehutanan mencatat, per Desember 2024, luas kawasan hutan–baik hutan produksi maupun hutan lindung—yang diduduki izin mencapai 40,54 juta hektare. Angka ini sepertiga dari total luas kawasan hutan 120,33 juta hektare.

Menurut Raja Juli Antoni, pencabutan izin tersebut merupakan bentuk implementasi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut menyatakan, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

Raja Juli Antoni belum membalas pertanyaan Tempo ihwal hubungan pencabutan PBPH dan penyiapan kawasan hutan untuk cadangan pangan, energi, dan air. 

Sebelumnya, akhir Desember 2024, Raja Juli Antoni melontarkan penyiapan kawasan hutan seluas 20 juta untuk cadangan pangan, energi, dan air. Pernyataan ini memantik polemik dan kritik dari kalangan pegiat lingkungan hidup yang mengkhawatirkan rencana tersebut bakal mendorong laju deforestasi di Indonesia. 

Merujuk paparan Menteri Raja Juli Antoni, awal Desember lalu, area PBPH yang tidak aktif atau konsesinya berpotensi dicabut akan menjadi salah satu sumber lahan bagi kawasan hutan cadangan pangan dan energi. Pada kategori ini, Kementerian Kehutanan memperkirakan luas area yang bisa dialokasikan mencapai total 3,17 hektare. Adapun sisanya akan dialokasikan dari kawasan hutan yang belum diduduki perizinan, serta areal perhutanan sosial.

Pada Senin lalu, 3 Februari 2025, Menteri Raja Juli Antoni sempat menjabarkan rencana pencabutan konsesi 18 perusahaan tersebut. Izin-izin tersebut telah diterbitkan pada periode 1997-2006. Area konsesi yang dicabut izinnya akan menjadi hutan negara dan dikelola oleh perusahaan negara. 

Menurut Raja Juli Antoni, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan agar hutan tetap lestari, tapi pada saat bersamaan tidak boleh menghentikan pembangunan. “Pembangunan tetap harus berjalan, tidak boleh berhenti, dan tujuan akhir dari kepemilikan kita terhadap penguasaan hutan itu adalah kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan rakyat itu pasti,” kata Raja Juli Antoni seusai mengikuti rapat terbatas di Istana Kepresiden, Jakarta. 

Kala itu, pada kesempatan yang sama, Raja Juli Antoni juga menegaskan bahwa pencabutan PBPH tidak berhubungan dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Melalui peraturan ini, Prabowo membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan. “Tidak ada hubungannya (pencabutan PBPH) dengan Satgas,” ujar Raja Juli Antoni.

Serupa dengan wacana kawasan hutan cadangan pangan, penerbitan Perpres 5/2025 juga kontroversial. Sebab, Prabowo melibatkan Tentara Nasional Indonesia dalam Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Berkedudukan langsung di bawah Presiden, Satgas memiliki struktur pengarah dan pelaksana. 

Ketua Pengarah Satgas Penertiban Kawasan Hutan diemban Menteri Pertahanan yang saat ini dijabat Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sjafrie Sjamsoeddin. Duduk sebagai wakil ketua pengarah adalah Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kepala Kepolisian RI. Menteri Kehutanan dan sejumlah menteri dan kepala lembaga menjadi anggotanya.

Sementara itu, struktur pelaksana Satgas Penertiban Kawasan Hutan dipimpin Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus. Wakilnya adalah Kepala Staf Umum TNI, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, dan Deputi Bidang Investigasi pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).  

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus