Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPULUH truk pengangkut batu bara berduyun-duyun lewat di depan rumah Gusrinal pada Kamis, 4 April 2024. Warga Desa Sijantang Koto, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, itu sudah mafhum akan kondisi tersebut. “Terkadang batu bara jatuh dari truk tronton dan menghantam rumah saya. Kaca rumah pecah terkena batu bara yang jatuh,” kata guru di sekolah menengah pertama tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Truk tronton yang dimaksud Gusrinal adalah truk dengan sumbu tiga atau beroda sepuluh. Berat kosong truk ini 26 ton. Berat totalnya 40 ton bila memuat batu bara. Dalam sehari, ada ratusan truk seperti itu yang dilihat Gusrinal mengirimkan batu bara sebagai bahan bakar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin. Jarak rumah Gusrinal dengan pintu masuk PLTU Ombilin sekitar 100 meter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi pria 60 tahun itu, truk tronton yang wira-wiri menimbulkan banyak kemudaratan untuk keluarganya. Selain menghamburkan kerikil batu bara, roda-roda truk yang menggilas jalanan menyebarkan debu hingga masuk ke rumah. Pencemaran udara itu juga yang mungkin menimbulkan masalah kesehatan bagi puluhan murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) 19 Sijantang Koto yang berada hanya sepelemparan batu dari menara cerobong asap PLTU.
Pada Desember 2017, Ikatan Dokter Indonesia Kota Sawahlunto memeriksa kesehatan 50 murid kelas IV dan V sekolah tersebut. Pemeriksaan foto toraks mendapati 17 murid normal, 18 mengidap bronkitis kronis, 4 menderita tuberkulosis, dan 11 mengalami bronkitis plus tuberkulosis. Adapun hasil pemeriksaan spirometri menemukan sebanyak 17 murid normal dan 33 lainnya mengalami gangguan fungsi paru. Temuan ini tak diinformasikan.
Gusrinal tidak heran akan kemunculan masalah kesehatan pada anak-anak sekolah. Itu sebabnya dalam satu dekade terakhir ia lantang menyuarakan penolakan terhadap PLTU Ombilin. Gusrinal pernah mendatangi manajemen PLTU Ombilin untuk meluapkan amarahnya. Namun ia justru dilaporkan ke Pemerintah Kota Sawahlunto hingga berujung pada sidang etik. Gusrinal diberi sanksi berupa surat peringatan yang ia sebut “surat cinta”.
Mendapat protes dari masyarakat ihwal polusi debu dan abu batu bara, PLTU tertua kedua di Sumatera yang beroperasi sejak Juli 1996 itu bergeming. Bahkan tak jarang truk-truk yang melintas di depan rumah Gusrinal tidak menutupi batu bara yang diangkutnya dengan terpal. PLTU Ombilin, yang berkapasitas 2 x 100 megawatt, juga jarang menyirami jalan dengan air untuk mengurangi kabut debu.
Sebanyak 5 truk batu bara antri masuk ke PLTU Ombulin pada 20 Maret 2024/Tempo/ Fachri Hamzah
Eka Oktarizon, warga Sijantang Koto lain, bernasib serupa dengan Gusrinal. Rumah Eka yang berjarak sekitar 500 meter dari pembangkit tak terbebas dari hujan abu yang keluar dari cerobong asap PLTU Ombilin. “Coba lihat ini, abu bekas pembakaran batu bara dari cerobong,” ujar Eka sembari memperlihatkan telapak tangannya yang berwarna hitam setelah diusapkan ke meja di teras rumahnya.
Menurut Eka, kepulan asap berwarna abu-abu itu keluar dari cerobong diiringi suara mesin yang terdengar sangat jelas. Dia mengungkapkan, sejak awal April lalu, polusi asap tidak terlalu parah. Sebab, musim hujan membantu mencegah debu beterbangan. Situasi sebaliknya akan terjadi pada musim kemarau.
Setelah lima tahun tinggal di Sijantang Koto, istri Eka mulai sering mengalami sesak napas. Saat ini istri Eka harus rutin berobat ke dokter spesialis paru untuk memastikan kesehatannya. Menurut keterangan dokter, Eka menjelaskan, salah satu penyebab penyakit istrinya adalah abu batu bara. “Istri saya harus memakai alat bantu pernapasan seperti orang sakit asma,” tuturnya.
Karena kejadian tersebut, Eka dan anaknya ikut menjalani pemeriksaan paru di Rumah Sakit Umum Daerah Sawahlunto pada 10 September 2018. Kala itu dokter mendiagnosis dia, istri, dan anaknya menderita elongasi aorta (pemanjangan aorta) serta bronkopneumonia (infeksi yang terjadi pada bronkus dan alveolus).
Tahun 2019 adalah puncak petaka PLTU Ombilin. Eka mengatakan cerobong asapnya mengepulkan jelaga yang luar biasa banyak ke angkasa. Akibatnya, Desa Sijantang Koto gelap karena kabut debu hitam. Kasus ini kemudian berdampak pada puluhan orang yang dilaporkan mengalami sakit infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA. Masyarakat melapor ke Pemerintah Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sawahlunto, tapi tidak digubris.
Eka menduga anaknya menjadi satu dari puluhan murid SDN 19 Sijantang Koto yang mengalami gangguan pernapasan. Dugaan ini dikuatkan oleh gejala sesak napas yang kadang dialami anaknya. Kondisi pertumbuhan fisik yang tidak normal pun memperkuat dugaan itu. “Kalau kakaknya besar badannya, beda dengan anak kedua saya ini,” ucapnya.
Saat dimintai konfirmasi, Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kota Sawahlunto Ranu Verra Mardianti mengatakan pihaknya belum bisa memastikan hasil penelitian Ikatan Dokter Indonesia Sawahlunto tersebut. Menurut dia, penelitian itu sudah terlalu lama. “Saya belum bisa memastikan data penelitian tersebut. Coba saya cari dulu,” kata Ranu, Selasa, 16 April 2024.
Ranu mengaku hanya pernah mendengar tentang kegiatan pengabdian masyarakat oleh Universitas Andalas, Padang, terhadap murid SDN 19 Sijantang Koto. Dalam kegiatan tersebut, mereka bekerja sama dengan Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Talawi. Adapun ihwal tingginya angka pasien ISPA di Talawi, dia mengatakan belum mengetahui musababnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2019, ISPA menjadi penyakit nomor satu yang paling banyak diderita warga di Talawi. Ada 5.038 kasus atau mencapai 22,19 persen dari total penduduk Talawi. Pada 2012 dan 2018 juga ditemukan banyak warga terserang ISPA, yang mencapai 20 persen jumlah penduduk.
Engineering Division Manager PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Unit Pelaksana Pembangkitan Ombilin Anggatara menyatakan perusahaannya terus berkoordinasi dengan pelbagai pemangku kepentingan, terutama dalam mengantisipasi keluhan masyarakat agar dapat ditindaklanjuti. “Kami memberikan bantuan pembiayaan kesehatan melalui iuran premi JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) kepada masyarakat yang tidak mampu,” ujarnya.
Dia tak memungkiri adanya kasus flu, batuk, dan bronkitis yang diderita anak-anak dalam pemeriksaan kesehatan 2017. Namun, menurut dia, kondisi tersebut tidak masuk kategori berat. Pada 2020, Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Ombilin kembali mengadakan pemeriksaan kesehatan dan tidak ada temuan kasus ISPA seperti 2017. “Perusahaan juga memberi bantuan nutrisi kepada anak sekolah.”
PLTU Ombilin pun disebut melakukan transisi energi melalui skema co-firing—pembakaran bersama batu bara dan biomassa. Co-firing, Anggatara menuturkan, merupakan komitmen PT PLN dalam mendukung transisi energi yang dikejar pemerintah untuk mencapai target net zero emission pada 2060. Transisi ini tidak terkait dengan masa pensiun PLTU Ombilin—meskipun usianya telah mencapai 27 tahun—yang masih dapat beroperasi hingga 2035.
Implementasi co-firing di UBP Ombilin, Anggatara menambahkan, dilakukan dengan menggabungkan penggunaan biomassa, seperti serbuk gergaji, dalam bahan bakar pembangkit. Pengujian internal telah dilakukan sejak 2021 dengan melibatkan Pusat Penelitian dan Pengembangan PLN. Pada 2023, capaian bauran co-firing di UBP Ombilin adalah 1.005,38 megawatt atau 0,17 persen. Target bauran co-firing pada 2024 ditingkatkan menjadi 4,5 persen.
Ihwal pengendalian pencemaran udara, Anggatara mengatakan pada 2022 UBP Ombilin menambahkan teknologi pada electrostatic precipitator yang berfungsi sebagai penyaring abu terbang (fly ash). Selain itu, pada tahun ini ada rencana rehabilitasi terhadap peralatan penampung abu dasar (bottom ash). Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 juga merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pengendalian Mutu Udara.
Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Padang, Alfi Syukri, khawatir terhadap kondisi udara di Desa Sijantang Koto. Karena itu, organisasi nonpemerintah tersebut mengajukan gugatan sengketa informasi publik terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Ini karena KLHK tidak transparan memberi informasi mengenai sanksi administratif yang pernah dijatuhkan kepada PLTU Ombilin pada 2018,” tutur Alfi.
Sanksi KLHK kepada PLTU Ombilin sebetulnya menyangkut pengendalian pencemaran udara dan lingkungan. Hukuman diberlakukan sejak 3 September 2018. Namun publik tidak mendapatkan informasi mengenai kondisi aktual yang terjadi di sekitar PLTU Ombilin, terutama lantaran tidak adanya perubahan kualitas udara yang dirasakan oleh masyarakat Desa Sijantang Koto hingga kini.
Buangan air limbah panas yang berasal dari PLTU Ombilin terlihat dibuang ke Sungai Ombilin, Desa Sijantang Koto, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, 4 April 2024/Tempo/Fachri Hamzah
Di hadapan sidang Komisi Informasi Pusat, KLHK menyebutkan informasi mengenai pengenaan sanksi terhadap PLTU Ombilin bersifat tertutup. Hal ini sesuai dengan aturan internal kementerian tersebut. Namun, menurut Alfi, justru penutupan akses informasi itu menghambat langkah publik mengawasi dan menguji perbaikan kualitas udara di Desa Sijantang Koto.
Pada 2019, LBH Padang memantau dugaan polusi yang disebabkan oleh PLTU Ombilin. Organisasi ini menemukan tingginya angka pelepasan partikel berdiameter kurang dan sama dengan 2,5 mikrometer (PM2,5) yang melebihi standar baku mutu. Namun temuan ini tidak pernah diperiksa oleh KLHK untuk memastikan adanya pengulangan pelanggaran.
"Pada 2022 dan 2023, LBH Padang juga menemukan keadaan asap yang pekat di sekitar PLTU Ombilin, tapi tidak mendapatkan data pengawasan aktivitas PLTU tersebut dari KLHK," ucap Alfi. Aduan yang diajukan juga tidak ditindaklanjuti oleh KLHK dengan alasan masih dalam progres sanksi. Karena pertimbangan tersebut, LBH Padang mengajukan gugatan ke Komisi Informasi Pusat.
LBH Padang berupaya memperoleh informasi publik sejak April 2023, tapi baru pada 2024 sidang sengketanya dimulai. Hal ini menunjukkan perlunya upaya ekstra untuk mendapatkan informasi publik, yang bertentangan dengan prinsip efektivitas. Alfi berharap Komisi Informasi Pusat mencabut keputusan KLHK menutup informasi tersebut dan kembali merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P.18 Tahun 2018 yang menyatakan informasi mengenai pemantauan dan pengawasan wajib dipublikasikan secara berkala.v
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo