Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Wonogiri - Seekor gajah di kawasan wisata Waduk Gajah Mungkur dikekang dengan rantai di dalam kandangnya karena sedang berahi. Kondisi gajah itu viral di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Posisi gajah yang dirantai ini untuk menjaga keselamatan mahot (pawang gajah) dan pengunjung," kata Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Wonogiri Haryanto menjelaskan alasan pengekangan itu pada Minggu, 5 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Haryanto, pengandangan saja tidak cukup bila seekor gajah sedang berahi karena agresivitasnya. Oleh karena itu, pengekangan dengan rantai dilakukan, pada setiap gajah jantan ataupun betina, hingga masa berahi usai.
"Walaupun ada pagar sekuat itu pun, setinggi itu pun, dengan mudahnya dapat dirobohkan," katanya.
Masa birahi gajah jantan disebutkannya 1-6 bulan dalam waktu setahun. Sedangkan untuk gajah betina selama dua minggu namun bisa terjadi sampai tiga kali dalam setahun.
Meski dirantai, Haryanto menambahkan, gajah sekali sehari dilepas dan diajak jalan-jalan agar tidak stres. Ia juga menampik anggapan gajah koleksi WGM dalam kondisi tidak terawat.
Ia mengatakan kondisi kesehatan gajah dapat dilihat dari kuku dan warna kulit. "Kalau menurut pemahaman kami dan dokter hewan yang ada di sana memang kondisinya sehat, gemuk, bersih," katanya.
Sebab Kematian Gajah di Aceh Barat dan Pelalawan
Terpisah, penjelasan juga disampaikan atas kematian dua ekor Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Aceh dan Riau. Yang pertama, di Aceh, kematian seekor gajah liar betina pada 1 Januari 2025 dipastikan karena sakit.
"Benar ada kematian gajah di Aceh Barat. Satwa ini mati karena kakinya yang terluka jatuh ke dalam lumpur,” kata Kepala BKSDA Aceh Ujang Wisnu Barata saat dihubungi pada Sabtu 4 Januari 2025.
Petugas melakukan penanganan terhadap Gajah Sumatera yang ditemukan dalam kondisi sekarat di kawasan Desa Baro Paya-Desa Sibintang, Kecamatan Panton Reue, Kabupaten Aceh Barat, 1 Januari 2025, ANTARA/HO
Lokasi kematian gajah ini berada di kawasan hak guna usaha (HGU) PT Sapta Pesona Jaya Abadi di kawasan Desa Baro Paya-Desa Sibintang, Kecamatan Panton Reue, Kabupaten Aceh Barat. Ujang menjelaskan, gajah berusia sekitar 30 tahun dan sebelumnya sempat mendapatkan penanganan medis dari tim BKSDA Aceh.
Karena kondisi gajah yang terperosok ke lumpur, tim medis kesulitan memberi pertolongan, sehingga satwa tersebut kemudian mati. “Gajah liar yang mati tersebut akhirnya dikuburkan di lokasi yang sama,” kata Ujang menambahkan.
Gajah mati kedua adalah asal Balai Taman Nasional Teso Nillo di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Yang ini adalah gajah jinak bernama Rimbani berusia delapan tahun.
Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo Heru Sutmantoro menjelaskan hasil pemeriksaan laboratorium memastikan adanya infeksi pada sistem pencernaan Rimbani. “Rimbani makan seperti biasa sebelumnya, sehingga awalnya tidak terlihat adanya masalah kesehatan,” kata Heru pada Jumat, 3 Januari 2025.
Gajah Rimbani di Balai TNTN saat mendapatkan perawatan medis usai diketahui sakit pada November 2024. ANTARA/HO-Balai TNTN
Diterangkannya, Rimbani mengonsumsi makanan dari alam, seperti rumput dan buah, serta suplai tambahan untuk gajah. Rimbani pertama kali ditemukan mahout (pawang) dalam keadaan tak sehat pada November lalu.
Dokter hewan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau segera didatangkan untuk memberikan penanganan medis. Tetapi, setelah beberapa jam sempat dirawat, nyawa Rimbani tidak terselamatkan.