Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

5 Dongeng Anak Cerita Pendek dengan Pesan Moral yang Menginspirasi

Sebelum tidur, Anda bisa membacakan dongeng untuk anak dengan pesan moral yang bagus dan menginspirasi. Ini dongengnya.

4 September 2024 | 15.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Membaca dongeng anak pendek sebelum tidur merupakan aktivitas yang sangat baik. Menceritakan dongeng kepada anak bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sarana pendidikan yang efektif. Melalui dongeng, anak-anak dapat belajar nilai-nilai moral penting seperti kejujuran, keberanian, dan empati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dongeng adalah cerita pendek yang biasanya mengandung unsur fantasi atau fiksi yang ditujukan untuk menghibur, mendidik. Dongeng seringkali melibatkan karakter-karakter seperti binatang atau tokoh-tokoh yang memiliki sifat-sifat khusus. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut ini adalah lima dongeng anak pendek yang sarat dengan pesan moral yang bisa diajarkan kepada anak-anak.

Dongeng Anak Cerita Pendek

1. Dongeng Kancil dan Buaya

Alkisah, hiduplah seekor Kancil yang terkenal cerdik sedang berjalan di hutan dan merasa lapar. Di seberang sungai, terdapat ladang timun yang subur. Namun, sungai itu dipenuhi dengan buaya yang ganas.

Kancil berpikir cepat dan mendekati para buaya. "Hai buaya-buaya, aku diperintahkan Raja Hutan untuk menghitung jumlah kalian karena Raja ingin mengadakan pesta besar," kata Kancil dengan percaya diri. Buaya yang penasaran setuju dan berbaris di sepanjang sungai.

Kancil mulai melompati punggung buaya satu per satu sambil berpura-pura menghitung. Setelah sampai di seberang, Kancil tertawa, "Terima kasih, buaya-buaya! Kini aku bisa menikmati timun-timun ini." Buaya pun sadar bahwa mereka telah ditipu, namun sudah terlambat.

Pesan moral: Kecerdikan dan berpikir cepat dapat menyelamatkan kita dari situasi sulit. Namun, penting untuk menggunakan kecerdikan dengan bijak dan tidak menyakiti orang lain.

2. Dongeng Gajah dan Semut

Di sebuah hutan yang lebat, hiduplah seekor gajah yang besar dan kuat. Gajah ini sangat sombong karena tubuhnya yang besar dan kekuatannya yang luar biasa. Ia merasa dirinya adalah penguasa hutan dan sering kali mengganggu hewan-hewan yang lebih kecil darinya.

Suatu hari, ketika gajah sedang berjalan-jalan di hutan, ia melihat seekor semut kecil yang sedang sibuk membawa makanan untuk keluarganya. Gajah tertawa keras melihat semut yang begitu kecil dan terlihat lemah.

"Heh, semut kecil! Apa yang bisa kamu lakukan dengan tubuh sekecil itu?" ejek gajah sambil menginjak-injak tanah di dekat semut, membuat semut hampir terjatuh.

Semut kecil itu tetap tenang dan tidak menanggapi ejekan gajah. Namun, dalam hati, semut merasa kesal karena gajah yang sombong dan suka mengganggu.

Beberapa hari kemudian, gajah kembali berjalan di hutan. Kali ini, ia melihat sekumpulan semut sedang berjalan bersama membawa makanan. Gajah merasa bosan, lalu memutuskan untuk menggertak mereka. Ia mulai menginjak-injak tanah dan menggoyang-goyangkan belalainya untuk menakut-nakuti semut-semut itu.

Semut-semut berlarian ketakutan, tetapi ada satu semut yang sangat berani. Ia berkata kepada teman-temannya, "Kita tidak boleh membiarkan gajah terus-menerus mengganggu kita. Kita harus memberinya pelajaran!"

Semut-semut lainnya setuju dengan rencana si semut pemberani itu. Keesokan harinya, ketika gajah sedang tidur siang di bawah pohon besar, semut pemberani itu dengan hati-hati mendekat dan memanjat ke belalai gajah. Ia kemudian masuk ke dalam belalai gajah dan mulai menggigit bagian dalam belalai tersebut.

Gajah terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa di belalainya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan berusaha untuk mengeluarkan semut dari belalainya, tetapi tidak berhasil. Semut kecil itu terus menggigit dengan kuat. Gajah berteriak kesakitan dan mulai memohon kepada semut, "Tolong, semut kecil, keluarlah dari belalaiku! Aku berjanji tidak akan pernah mengganggu kalian lagi!"

Semut mendengar permohonan gajah dan akhirnya keluar dari belalai gajah. Gajah yang merasa lega langsung berterima kasih kepada semut dan meminta maaf atas kesombongannya. Sejak hari itu, gajah tidak pernah lagi mengganggu hewan-hewan kecil di hutan. Ia menyadari bahwa meskipun kecil, semut memiliki kekuatan yang luar biasa dan harus dihormati seperti hewan lainnya.

Pesan moral: Dari cerita ini, kita belajar bahwa kita tidak boleh meremehkan kekuatan orang lain, tidak peduli seberapa kecil atau lemah mereka terlihat. Setiap makhluk, besar atau kecil, memiliki peran penting dan harus dihormati. Kesombongan hanya akan membawa kerugian pada diri sendiri.

3. Dongeng Si Kancil dan Kura-Kura

Di sebuah hutan yang rindang, hiduplah berbagai macam hewan, termasuk Si Kancil yang terkenal cerdik dan Kura-Kura yang lambat namun bijaksana. Suatu hari, Si Kancil yang selalu merasa dirinya paling pintar memandang rendah Kura-Kura karena jalannya yang sangat lambat.

Si Kancil sering mengejek Kura-Kura, "Hai, Kura-Kura! Mengapa kamu berjalan begitu lambat? Hidupmu pasti membosankan. Kamu akan kalah dalam segala hal kalau seperti ini!"

Meskipun sering diejek, Kura-Kura tetap tenang dan tidak marah. Namun, suatu hari Kura-Kura berpikir, “Aku harus mengajarkan Kancil sebuah pelajaran agar ia tidak lagi meremehkan hewan lain.”

Dengan hati-hati, Kura-Kura mendekati Si Kancil dan berkata, "Kancil, jika kamu berpikir aku ini lambat, bagaimana kalau kita mengadakan perlombaan? Kita lihat siapa yang bisa mencapai garis finis lebih dulu."

Si Kancil tertawa terbahak-bahak mendengar tantangan Kura-Kura. "Kura-Kura, kamu serius? Bagaimana mungkin kamu bisa menang melawan aku? Tapi baiklah, aku terima tantanganmu. Besok pagi kita akan berlomba," jawab Kancil dengan penuh percaya diri.

Keesokan paginya, hewan-hewan hutan berkumpul untuk menyaksikan perlombaan antara Kancil dan Kura-Kura. Mereka semua terkejut mendengar tantangan ini, karena mereka tahu Kancil sangat cepat dan Kura-Kura sangat lambat.

Perlombaan pun dimulai. Begitu suara peluit terdengar, Kancil langsung berlari secepat angin, meninggalkan Kura-Kura jauh di belakang. Namun, setelah berlari cukup jauh, Kancil merasa sangat yakin akan kemenangannya. “Ah, Kura-Kura masih jauh di belakang. Aku pasti menang. Lebih baik aku istirahat dulu,” pikir Kancil.

Kancil pun berbaring di bawah pohon dan tertidur pulas. Sementara itu, Kura-Kura yang meski berjalan lambat, terus melangkah maju tanpa berhenti. Ia tidak tergoda untuk istirahat atau menyerah, meski jalannya sangat lambat. Langkah demi langkah, Kura-Kura terus mendekati garis finish.

Setelah beberapa waktu, Kancil terbangun dan merasa segar kembali. "Oh, sudah waktunya aku menyelesaikan perlombaan ini," pikir Kancil sambil melompat berdiri. Ia mulai berlari menuju garis finis, yakin bahwa Kura-Kura masih sangat jauh.

Namun, betapa terkejutnya Kancil ketika mendapati Kura-Kura sudah hampir mencapai garis finis. Kancil berlari secepat mungkin, tapi terlambat! Dengan langkah terakhirnya, Kura-Kura melintasi garis finish terlebih dahulu dan memenangkan perlombaan.

Semua hewan bersorak untuk Kura-Kura yang memenangkan perlombaan dengan tekad dan kerja kerasnya. Si Kancil, yang tadinya sangat sombong, merasa malu dan menundukkan kepalanya. Ia akhirnya sadar bahwa meremehkan orang lain hanya karena penampilan atau kecepatan mereka adalah kesalahan besar.

Pesan moral: dari cerita ini, kita belajar bahwa ketekunan dan kerja keras dapat mengalahkan kecepatan dan kesombongan. Jangan pernah meremehkan orang lain hanya karena mereka berbeda atau tampak lebih lambat. Kemenangan bukan hanya milik yang cepat, tetapi juga milik yang tidak pernah menyerah.

4. Dongeng Gagak yang Haus

Pada suatu hari yang terik di musim panas, seekor gagak sedang terbang di langit yang cerah. Hari itu sangat panas, dan gagak merasa kehausan setelah terbang jauh mencari makanan. Ia terus terbang dan terbang, tetapi tidak menemukan setetes air pun di bawah.

Gagak mulai merasa sangat lelah dan hampir putus asa. "Aku harus menemukan air secepatnya, atau aku tidak akan bertahan hidup," pikirnya. Dengan sisa-sisa tenaganya, gagak terus mencari, berharap menemukan sedikit air untuk menghilangkan dahaganya.

Setelah beberapa waktu, gagak melihat sebuah kendi di bawah pohon. Dengan penuh harapan, gagak segera terbang turun menuju kendi itu. "Mungkin ada air di dalamnya!" pikir gagak dengan penuh harap. 

Saat gagak mendekati kendi, ia mengintip ke dalamnya. Ternyata benar, ada sedikit air di dasar kendi. Namun, air itu sangat sedikit dan berada jauh di dasar kendi, sehingga paruh gagak tidak bisa mencapainya.

Gagak mulai merasa sedih dan hampir menyerah. "Bagaimana aku bisa minum air ini? Aku terlalu haus untuk mencari sumber air lain," pikir gagak.

Namun, gagak tidak menyerah begitu saja. Ia mulai berpikir keras untuk mencari cara agar bisa minum air itu. Setelah berpikir sejenak, gagak mendapatkan ide cemerlang. Ia melihat ada banyak kerikil kecil di sekitar kendi.

Gagak segera mengambil satu kerikil dengan paruhnya dan menjatuhkannya ke dalam kendi. Kemudian ia mengambil kerikil kedua dan menjatuhkannya ke dalam kendi lagi. Gagak terus melakukan hal ini, memasukkan satu per satu kerikil ke dalam kendi.

Setiap kali gagak memasukkan kerikil, air di dalam kendi semakin naik. Gagak merasa semakin bersemangat dan terus memasukkan kerikil tanpa henti. Akhirnya, setelah banyak kerikil dimasukkan, air di dalam kendi pun naik cukup tinggi hingga gagak bisa mencapainya dengan paruhnya.

Dengan gembira, gagak meminum air itu sampai puas. Ia merasa sangat lega setelah minum, dan tubuhnya kembali bertenaga. Setelah beristirahat sejenak, gagak terbang kembali dengan penuh semangat, merasa bangga akan kecerdikannya.

Pesan moral: masalah yang tampak sulit dapat diselesaikan dengan pemikiran yang cerdas dan usaha yang gigih. Jangan pernah menyerah dalam menghadapi kesulitan, karena dengan berpikir kreatif dan bekerja keras, kita bisa menemukan solusi untuk setiap masalah.

5. Dongeng Batu Menangis

Di sebuah desa terpencil, hiduplah seorang janda tua bersama putrinya yang cantik bernama Darmi. Mereka tinggal di sebuah gubuk di pinggir desa.

Darmi memang memiliki kecantikan yang mempesona, tetapi sikapnya sangat buruk dan tidak menyenangkan. Setiap hari, Darmi menghabiskan waktu di kamarnya untuk berdandan dan tidak pernah membantu ibunya mengurus rumah. Kamarnya selalu berantakan, namun Darmi tidak peduli, yang penting baginya adalah penampilannya yang selalu sempurna.

Sementara itu, ibunya yang sudah tua terus bekerja keras untuk mendapatkan uang dengan melakukan berbagai pekerjaan halal demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Semua usaha tersebut hanya untuk Darmi, anak satu-satunya.

Darmi sering memperlakukan ibunya seperti seorang pembantu. Ketika ditanya siapa yang selalu bersamanya, Darmi sering menyebut ibunya sebagai "budaknya." Mendengar perlakuan tersebut, ibunya merasa sangat sakit hati dan berdoa. 

Perlahan, Darmi berubah menjadi batu, terus-menerus menangis dan meminta maaf kepada ibunya, namun semua itu sudah terlambat. Kini, tubuhnya telah menjadi batu yang terus mengeluarkan air mata.

Pesan Moral: cerita ini mengajarkan pentingnya menghormati dan berbakti kepada orang tua.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus