Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendapati penyebab Gunung Marapi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, kembali mengalami erupsi. Diperkirakan dipicu adanya tekanan dan pasokan magma dari kedalaman. Akibatnya, terjadi erupsi beberapa kali yang disertai dengan gempa lokal pada 30-31 Mei 2024.
“Indikasinya dari inflasi atau penggelembungan tubuh gunung yang terekam peralatan Tiltmeter,” kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid dalam keterangannya pada Kamis, 30 Mei 2024. Tiltmeter merupakan alat pengukur deformasi gunung yang berfungsi mendeteksi pengembungan atau pengempisan tubuh pada Gunung Marapi.
Menurut catatan Wafid, erupsi telah berlangsung sejak Ahad, 26 Mei lalu. Ketika itu terjadi 40 kali gempa tektonik dalam. Kemudian insiden 3 kali gempa vulkanik dalam. Laporan terakhir yakni erupsi yang mencapai 2.000 meter di atas puncak atau sekitar 4.891 meter di atas permukaan laut pada Kamis lalu. Peristiwa erupsi tersebut terekam pada pukul 13.04 WIB.
Pos Pemantau Gunung Api Marapi menyebutkan erupsi tercatat di seismogram mencapai amplitodo maksimum 30,4 milimeter. Durasi erupsinya selama 2 menit dan 2 detik. Hal ini berlangsung hampir terus-menerus selama 90 hari terakhir. Sehingga masuk dalam Level III atau status siaga.
“Berdasarkan evaluasi data-data pemantauan, secara umum aktivitas Gunung Marapi cenderung menurun namun bersifat fluktuatif dan belum menunjukkan konsistensi kestabilan. Oleh karena itu potensi erupsi atau letusan masih dapat terjadi,” kata Wafid.
Wafid menjelaskan bahwa erupsi pada Kamis lalu diperkirakan jatuh hingga sekitaran puncak gunung. Letusan tersebut bersumber di Kawah Veerbek Gunung Marapi. Letusan bahkan dapat terdengar terdengar hingga Pos Pengamatan Gunung Marapi di Kabupaten Bukittinggi. Jarak pos pengamatan dengan puncak Marapi mencapai 20,6 kilometer.
Rangkaian letusan Gunung Marapi terjadi tidak berkesinambungan. Dimulai sejak 3 Desember 2023 hingga saat ini. Aktivitas letusan tersebut menghasilkan endapan material letusan berukuran abu, lapili, hingga batu atau bom vulkanik di daerah puncak dan lereng gunung.
Material endapan letusan jika bercampur dengan air hujan berpotensi menjadi lahar yang mengalir ke daerah yang lebih rendah. “Oleh karena itu masyarakat harus selalu mewaspadai potensi/ancaman bahaya dari lahar atau banjir lahar,” kata Wafid mengingatkan.
Badan Geologi saat ini masih menetapkan status aktivitas Gunung Marapi berada di Level III dengan rekomendasi agar daerah dalam radius 4,5 kilometer dari pusat erupsi gunung tersebut agar dikosongkan dari aktivitas manusia. Masyarakat yang tinggal di sekitar lembah, aliran, atau bantaran sungai-sungai yang berhulu di puncak Gunung Marapi agar selalu mewaspadai potensi ancaman bahaya lahar terutama saat musim hujan.
Sejumlah kabupaten di Sumatera Barat sebelumnya disapu banjir lahar dingin Gunung Marapi pada Jumat, 5 April 2024. Bencana tersebut mengakibatkan sedikitnya 67 orang meninggal dan ribuan di antaranya harus mengungsi. Banjir ini disebabkan adanya 1,3 juta meter kubik material endapan erupsi Marapi yang disapu banjir dari hulu. Material terbawa air hingga hilir dan menerjang pemukiman di Kabupaten Agam, Padang Pariaman, Tanah Datar, Kota Padang Panjang, dan Kota Padang.
AHMAD FIKRI
Baca Juga: Batuan Besar Muntahan Erupsi Gunung Marapi Diledakkan Sebelum Terjadi Banjir Lahar Lagi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini