Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Medan magnet Bumi terakhir kali berubah, diduga, 42 ribu tahun lalu. Ini berdasarkan analisis terbaru yang dilakukan terhadap lingkar kambium fosil pohon. Hasil studinya dipublikasikan dalam Jurnal Science 19 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan yang hanya 'sekejap' dari kutub-kutub magnet Bumi itu akan bersifat menghancurkan, menciptakan cuaca ekstrem. Bisa jadi pula perubahan itu yang menuntun kepada kepunahan manusia Neanderthal dan para mamalia besar pada masa itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Medan magnet Bumi menjangkau hingga ke luar angkasa dan paling kuat di kutub-kutub utara dan selatan. Kedua kutub magnetik itu bergeser dan bisa membalik (reverse) sekitar 200-300 ribu tahun sekali. Sedikit bukti yang ada saat ini untuk mengetahui dampak dari pergerakan dan pembalikan itu untuk Bumi.
Alan Cooper dari South Australian Museum, Adelaide, dan sejumlah koleganya telah memberi beberapa jawabnya. Mereka menyodorkannya dari peristiwa pembalikan medan magnet Bumi yang terakhir kali terjadi--yang dikenal sebagai peristiwa Laschamp Excursion. Mereka menduga itu terjadi antara 41.560 dan 41.050 tahun lalu dan bertahan kurang dari 1000 tahun.
Cooper dan tim menghitungnya menggunakan analisis radiocarbon dari lingkar kambium fosil pohon kauri (Agathis australis). Spesimen fosil pohon itu didapat dari tanah rawa di utara Selandia Baru.
"Pohon itu hidup tepat saat Laschamps dan kami menggunakan perubahan radiocarbon, yakni Carbon-14, dalam atmosfer untuk mendeteksi secara tepat kapan medan magnetik runtuh," kata Cooper.
Magnetosfer--wilayah yang didominasi medan magnet Bumi--melemah ketika terjadi pembalikan kutub-kutub. Di periode Laschamps, Cooper dan timnya memperkirakan medan magnetik Bumi hanya 6 persen dari kekuatannya sekarang.
Ketika medan magnetik melemah, akan lebih banyak sinar kosmis memasuki atmosfer dan mengubah beberapa atom karbon menjadi Carbon-14 yang radioaktif, dan melambungkan konsentrasi isotop ini. Dengan mengukur level Carbon-14 dalam setiap lingkar kambium pohon kauri, mereka mampu secara akurat menentukan waktu terjadinya peristiwa Laschamp.
Mereka kemudian menggunakan teknik pemodelan iklim untuk menemukan sejumlah perubahan besar yang ternyata berbarengan dengan peristiwa Laschamp tersebut. Medan magnet yang melemah memberi jalan untuk radiasi ionisasi dari lidah api matahari dan sinar kosmis dari luar angkasa mencapai Bumi.
"Itu merusak lapisan ozon dan sinar ultraviolet menjadi menyerbu Bumi," kata Cooper. Ini yang selanjutnya menyebabkan cuaca ekstrem, termasuk petir, suhu tinggi, dan radiasi matahari yang terlalu tinggi--yang membuat kesulitan organisme di Bumi beradaptasi.
"Perubahan lingkungan yang ekstrem ini mungkin yang telah menyebabkan, atau setidaknya berkontribusi kepada kepunahan mamalia besar di Australia dan manusia Neanderthal di wilayah yang sekarang Eropa," kata Paula Reimer dari Queen’s University Belfast, Inggris, yang tidak ikut dalam penelitian.
Sebagai catatan, megafauna di seantero Australia dan Tasmania--mamalia raksasa prasejarah yang hidup di masa Pleistosen Akhir--dan Homo Neanderthal di Eropa punah pada masa yang sama ketika kutub magnetik membalik 42 ribu tahun lalu.
Menurut Cooper, kutub utara pun telah bergerak sporadis sepanjang abad lalu, bergeser-geser sekitar satu kilometer per tahun. Tapi, dia menambahkan, itu tak berarti pembalikan kutub-kutub medan magnet Bumi akan terjadi lagi. "Tapi, jika itu terjadi, sudah pasti akan melahirkan bencana," katanya.
NEWSCIENTIST | SCIENCE