Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dijadwalkan meluncurkan perdagangan karbon internasional melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada Senin pagi ini, 20 Januari 2025. Menyebut sebagai sejarah baru, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam penyediaan kredit karbon, namun harus hati-hati dalam mengelolanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karbon merupakan bagian dari kekayaan alam Indonesia dan harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia, sehingga menjadi kewajiban negara untuk mengatur perdagangan karbon sesuai Pasal 33 UUD 1945,” ujar Hanif dalam jawaban tertulisnya kepada Tempo pada Minggu malam, 19 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menambahkan bahwa secara hak konstitusional, karbon atau emisi merupakan ukuran kinerja universal dalam pengelolaan perubahan iklim. Hak atas karbon dan nilai ekonomi karbon, karenanya, harus dikuasai, dilindungi, dan dikelola oleh negara. "Diatur Pemerintah Indonesia sehingga pengendalian emisi melalui pembangunan nasional dilakukan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat sesuai amanat Pasal 28 UUD 1945,” tuturnya.
Menurut Hanif, perkembangan regulasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di Indonesia telah sejalan dengan implementasi keputusan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), khususnya Pasal 6 Perjanjian Paris (Paris Agreement). Hal ini diklaimnya sebagai bukti komitmen Indonesia dalam pengendalian emisi gas rumah kaca global dan penguatan pembangunan berkelanjutan.
“Mekanisme NEK adalah bukti komitmen Indonesia dan leading by example dalam berkontribusi pada pengendalian emisi gas rumah kaca global sekaligus memperkuat implementasi pembangunan berkelanjutan," katanya sambil menambahkan, "Pasar karbon yang akan diterapkan di Indonesia adalah regulated carbon market.”
Indonesia, kata dia, telah menyiapkan kebijakan dalam percepatan Perdagangan Karbon. Hanif menunjuk antara lain infrstruktur, bursa karbon, Sistem Registry Nasional (SRN) Robust, dan mekanisme pendukung lainnya. Beberapa regulasi turunan diaku masih akan disiapkan untuk lebih memperkuat, seperti peta jalan perdagangan karbon bagi sektor yang belum ada.
Saat ini dua sektor yang sudah memiliki peta jalan yaitu energi dan FOLU (forest and other land uses). Harapannya, dengan dibukanya pintu perdagangan karbon luar negeri hari ini akan dapat mendorong sektor lainnya juga untuk mempercepat pendaftaran di SRN Pengendalian Perubahan Iklim.
"Dalam regulasi kami tidak menutup perdagangan karbon sukarela, mengacu pada regulasi dalam prepres/permen dan mempertimbangkan pasar karbon berbasis regulasi melalui Article 6 sudah dapat beroperasi sejak Januari 2021 serta dapat menggunakan registry nasionalnya masing-masing," katanya menambahkan.
Irsyan Hasyim berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Pagar Laut Dibongkar TNI AL, Dirjen KKP Masih Tunggu Pemilik