Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Pemanasan 1,5 Derajat Celsius Terlampaui

Pemanasan bumi melewati 1,5 derajat Celsius yang ditetapkan Perjanjian Paris. Mendesak pengurangan separuh emisi global di 2030.

14 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUHU global telah melampaui pemanasan 1,5 derajat Celsius dan mungkin melewati 2 derajat Celsius pada akhir dekade ini, berdasarkan studi pertama di dunia yang saya pimpin. Temuan yang mengkhawatirkan ini didasarkan pada catatan suhu yang terkandung dalam kerangka spons laut, yang menunjukkan perubahan iklim global telah berkembang lebih jauh dari perkiraan sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia mendorong terjadinya  pemanasan global. Memperoleh informasi yang akurat tentang tingkat pemanasan sangat penting. Sebab, hal itu membantu kita memahami apakah peristiwa cuaca ekstrem lebih mungkin terjadi dalam waktu dekat dan apakah dunia membuat kemajuan dalam pengurangan emisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sampai saat ini, perkiraan pemanasan laut bagian atas terutama didasarkan pada catatan suhu permukaan laut, tapi penanggalannya hanya sampai 180 tahun yang lalu. Kami malah bisa mempelajari 300 tahun catatan yang dilestarikan dalam kerangka spons laut berumur panjang dari Karibia Timur. Secara khusus, kami memeriksa perubahan jumlah unsur kimia yang dikenal sebagai strontium dalam kerangkanya, yang mencerminkan variasi suhu air laut selama kehidupan organisme.

Menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 1,5 derajat Celsius sejak masa pra-industri adalah tujuan Perjanjian Paris tentang iklim pada 2015. Penelitian kami, yang diterbitkan dalam Nature Climate Change pada 5 Februari 2024, menunjukkan peluang itu telah berlalu. Bumi mungkin sebenarnya sudah mencapai setidaknya pemanasan 1,7 derajat Celsius sejak zaman pra-industri. Ini temuan yang sangat meresahkan.

Ilustrasi suhu laut. Shutterstock

Mendapat Alat Pengukur Panas Laut

Pemanasan global menyebabkan perubahan besar pada iklim bumi. Ini terbukti selama gelombang panas baru-baru ini yang belum pernah terjadi di Eropa selatan, Cina, dan sebagian besar Amerika Utara.

Lautan menutupi lebih dari 70 persen permukaan bumi dan menyerap sejumlah besar panas dan karbon dioksida. Suhu permukaan global secara tradisional dihitung dengan rata-rata suhu air di permukaan laut dan suhu udara tepat di atas permukaan tanah.

Namun catatan suhu historis untuk lautan tidak merata. Rekaman paling awal suhu laut dihimpun dengan memasukkan termometer ke sampel air yang dikumpulkan oleh kapal. Catatan sistematis hanya tersedia dari 1850-an dan hanya dalam cakupan terbatas. Karena kurangnya data sebelumnya, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) telah mendefinisikan periode pra-industri dari 1850 hingga 1900.

Namun manusia telah memompa tingkat karbon dioksida yang substansial ke atmosfer setidaknya sejak awal 1800-an. Jadi periode dasar pengukuran pemanasan idealnya ditentukan dari pertengahan 1700-an atau lebih awal.

Terlebih, serangkaian letusan gunung berapi sangat besar terjadi pada awal 1800-an yang menyebabkan pendinginan global besar-besaran. Hal ini membuat upaya merekonstruksi secara akurat suhu laut garis dasar yang stabil jadi lebih sulit.

Lantas, apakah ada cara tepat untuk mengukur suhu laut selama berabad-abad di masa lalu? Ada dan itu disebut sclerosponge thermometry.

Ilustrasi pemanasan global. Shutterstock

Mempelajari Spons Khusus

Sclerosponge merupakan sekelompok spons laut yang menyerupai karang keras karena menghasilkan kerangka karbonat. Namun mereka tumbuh pada tingkat yang jauh lebih lambat dan dapat hidup selama ratusan tahun.

Kerangkanya menggabungkan sejumlah unsur kimia, termasuk strontium dan kalsium. Rasio kedua unsur ini bervariasi selama periode yang lebih hangat dan lebih dingin. Ini berarti sclerosponge dapat memberikan gambaran harian rinci tentang suhu laut hingga resolusi 0,1 derajat Celsius.

Kami mempelajari spesies spons Ceratoporella nicholsoni. Spesies ini terdapat di Karibia Timur, yang variabilitas alami suhu laut bagian atasnya rendah sehingga membuatnya lebih mudah mengusik efek perubahan iklim. Kami ingin menyelidiki suhu di bagian lautan yang dikenal sebagai "lapisan campuran lautan". Ini adalah bagian atas lautan yang mempertukarkan panas di atmosfer dan interior lautan.

Kami melihat suhu pada 300 tahun silam untuk melihat apakah periode waktu saat ini yang mendefinisikan suhu pra-industri sudah akurat. Jadi apa yang kami temukan?

Catatan spons menunjukkan suhu yang hampir konstan dari 1700 hingga 1790 dan dari 1840 hingga 1860 (adanya celah di tengah karena pendinginan vulkanik). Kami menemukan kenaikan suhu laut dimulai dari pertengahan 1860-an dan jelas terlihat pada pertengahan 1870-an. Ini menunjukkan periode pra-industri harus didefinisikan sebagai masa pada 1700 hingga 1860.

Implikasi dari temuan ini sangat mendalam.

Termometer menampilkan suhu udara di Kumagaya, Prefektur Saitama, Jepang, 18 Juli 2023. The Yomiuri Shimbun via Reuters

 Apa Artinya Ini bagi Pemanasan Global?

Dengan menggunakan garis dasar baru ini, gambaran yang sangat berbeda tentang pemanasan global muncul. Ini menunjukkan pemanasan laut yang disebabkan oleh manusia dimulai setidaknya beberapa dekade lebih awal dari asumsi IPCC sebelumnya.

Perubahan iklim jangka panjang umumnya diukur terhadap pemanasan rata-rata selama 30 tahun dari 1961 hingga 1990, serta pemanasan dalam beberapa dekade terakhir.

Temuan kami menunjukkan, dalam interval antara akhir periode pra-industri yang baru kami definisikan dan rata-rata 30 tahun yang disebutkan di atas, suhu permukaan laut dan tanah meningkat 0,9 derajat Celsius. Angka ini jauh lebih banyak dari pemanasan 0,4 derajat Celsius yang telah diperkirakan IPCC menggunakan kerangka waktu konvensional untuk periode pra-industri.

Dengan menambahkan angka itu dengan rata-rata pemanasan global 0,8 derajat Celsius dari 1990 hingga beberapa tahun terakhir, bumi mungkin telah menghangat rata-rata setidaknya 1,7 derajat Celsius sejak masa pra-industri. Ini menunjukkan bahwa kita telah melewati target 1,5 derajat Celsius dari Perjanjian Paris.

Hal itu juga menunjukkan bahwa tujuan utama perjanjian tersebut, yakni menjaga pemanasan global rata-rata di bawah 2 derajat Celsius, saat ini sangat mungkin dapat terlampaui pada akhir 2020-an—hampir dua dekade lebih cepat dari yang diharapkan.

Studi kami juga menghasilkan temuan lain yang mengkhawatirkan. Sejak akhir abad ke-20, suhu darat-udara meningkat hampir dua kali lipat laju permukaan lautan dan sekarang lebih dari 2 derajat Celsius di atas tingkat periode pra-industri. Hal ini konsisten dengan penurunan permafrost Arktik yang terdokumentasikan dengan baik; serta peningkatan frekuensi gelombang panas, kebakaran hutan, dan kekeringan di seluruh dunia.

Kita Harus Bertindak Sekarang

Perkiraan kami yang direvisi menunjukkan perubahan iklim berada pada tahap yang lebih maju daripada yang kita kira. Itulah alasan kondisi tersebut butuh perhatian besar.

Tampaknya umat manusia telah melewatkan kesempatan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius dan memiliki tugas yang sangat menantang untuk menjaga pemanasan di bawah 2 derajat Celsius. Hal ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengurangi separuh emisi global pada 2030.


Artikel ini ditulis oleh Malcolm McCulloch, profesor dari University of Western Australia. Terbit pertama kali dalam bahasa Inggris di The Conversation Australia dan diterjemahkan oleh Dody Hidayat dari Tempo.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus