Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komunitas River Warrior Indonesia dari Gresik, Jawa Timur, Aeshninsa Azzahra Aqilani, 17 tahun, menyurati Presiden, Menteri Lingkungan Hidup, dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup meminta perhatian mereka atas pencemaran sampah plastik impor terhadap Sungai Brantas. Surat itu dikirimkan pada Ahad, 16 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam suratnya, Nina, sapaan Aeshninsa, mengungkap kalau sampah plastik impor menjadi penumpang dalam komoditi sampah kertas impor. Sampah plastik itu seharusnya menjadi tanggungan perusahaan daur ulang kertas untuk mengolahnya, tapi faktanya sampah plastik hanya dibakar dan akhirnya mencemari lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nina menuturkan pada 16 Maret 2025 melakukan pemantauan pada outlet pembuangan limbah pabrik kertas daur ulang di Gresik. Nina mencocokkan, perusahaan daur ulang kertas impor ini mendapat predikat Proper Merah yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup Maret 2025.
Ditemukannya, limbah cair sewarna dengan air sungai yang coklat keruh. Hawa hangat dirasakan di sekitarnya. "Kalau musim kemarau warnanya akan terlihat kontras dengan air sungai," kata Nina melalui keterangan tertulis bertanggal yang sama, 16 Maret 2025.
Koordinator River Warrior Indonesia dari Gresik, Jawa Timur, Aeshninsa Azzahra Aqilani menunjukkan pembuangan limbah sebuah pabrik kertas daur ulang. Disampaikannya, bahan baku kertas impor yang digunakan pabrik itu disusupi pula sampah plastik. Dok River Warrior
Adapun pada 13 Maret 2025, dia mengunjungi pabrik tahu di Tropodo, Sidoarjo, Jawa Timur, dan mendapati penggunaan sampah plastik impor sebagai bahan baku pembakaran. Di Pagak, Malang, juga masih dijumpai penggunaan sampah plastik impor untuk pembakaran batu gamping. "Saya akan terus kirim surat ke pemerintah sampai masalah sampah impor di Indonesia tuntas," ucap Nina menambahkan.
Beda Seruan, Beda Kebijakan
Komunitas River Warrior Indonesia menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah menghentikan impor sampah plastik dan memperketat pengawasan pabrik kertas. Rencana larangan seperti yang pernah diungkap Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol mengaku mengikuti arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto pada November lalu. Ia mengatakan tidak akan lagi menerbitkan izin untuk impor sampah plastik mulai tahun ini.
Sebelumnya, Nina juga mengungkap telah menghadiri Intergovernmental Negotiating Committee yang ke-5 (INC-5), di Busan, Korea Selatan pada November 2024. INC-5 adalah negosiasi kesepakatan global untuk pengendalian polusi plastik. Menurut Nina, walaupun ada lebih dari 100 negara mendukung target ambisius pengurangan plastik dan setuju membatasi produksi plastik, namun INC-5 gagal mencapai kesepakatan.
Negara-negara produsen minyak dan petrokimia tidak mendukung pembatasan produksi plastik dan mengusulkan pengendalian plastik pada penanganan sampahnya saja, termasuk delegasi Indonesia. "Pemerintah Indonesia harus menolak ekspor sampah dari negara maju ," kata Nina.
Menurut dia, hal tersebut menyebabkan dampak polusi yang ditimbulkan sudah sangat merugikan Indonesia, mengeksploitasi pekerja yang bergaji murah, mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat Indonesia di sekitar tempat pengolahan dan penimbunan sampah impor. Selain itu, kata, telah terjadi penjajahan baru, negara-negara maju tidak mau menanggung dampak polusi daur ulang plastik yang sangat beracun.
Nina menyebutkan banyak pabrik daur ulang plastik di Eropa dan Amerika merugi dan menutup pabriknya karena tidak mampu menanggung biaya produksi (beban energi listrik dan membiayai pengendalian pencemaran). Ini membuktikan bahwa daur ulang plastik itu sangat rumit, mahal, beracun dan risiko bisnis yang sangat rentan.
"Secara ekonomi, harga virgin plastic lebih murah dibandingkan pellet plastic hasil daur ulang," katanya sambil menambahkan, "Negara maju memanfaatkan Indonesia sebagai tempat pembuangan sampahnya."