Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Soal Kemungkinan Kembalinya Selat Muria, Ahli Lingkungan Unair: Itu Mustahil Terjadi

Pengajar Unair yakin Selat Muria tidak akan muncul kembali akibat banjir di Demak.

28 Maret 2024 | 09.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto udara kondisi jalur utama pantura Demak-Kudus yang terendam banjir di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin 18 Maret 2024. Banjir yang kembali melanda Kabupaten Demak itu karena curah hujan tinggi yang menyebabkan sejumlah tanggul sungai jebol sehingga mengakibatkan ribuan rumah terendam banjir di 89 desa dari 11 kecamatan, 24.946 jiwa mengungsi, serta terputusnya jalur utama pantura Demak-Kudus. ANTARA FOTO/Aji Styawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Krisis Kesehatan Republik Indonesia merilis data korban banjir di Demak, Jawa Tengah. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), per 24 Maret 2024, tercatat ada 13.027 jiwa yang terdampak banjir di Demak. Selain jiwa, banjir itu berdampak pada 230 rumah ibadah, tiga pasar, 143 fasilitas pendidikan, 15 sarana kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengamat lingkungan yang juga dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Wahid Dianbudiyanto menjelaskan, banjir yang terjadi di Demak akibat dari curah hujan yang tinggi dan masalah drainase yang membuat tanggul Sungai Wulan jebol.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wahid juga menanggapi banjir di Demak yang dikaitkan dengan Selat Muria yang dulunya memisahkan daratan utara Jawa Tengah dengan Gunung Muria. Adanya perubahan signifikan yang membuat Selat Muria akhirnya menghilang. Itu sebabnya masyarakat berspekulasi banjir yang terjadi di Demak dapat menyebabkan kembalinya Selat Muria yang sempat hilang karena proses sedimentasi dan pendangkalan.

Menanggapi spekulasi itu, Wahid menyatakan bahwa Selat Muria mustahil untuk muncul kembali. "Kemungkinan Selat Muria muncul lagi mustahil terjadi. Sebab, proses geologi yang masih berlangsung hingga saat ini. Seperti erosi dari lajur Perbukitan Kendeng dan Perbukitan Rembang yang membawa sedimen yang tinggi,” kata dia melalui keterangan tertulis, Kamis, 28 Maret 2024.

Menurut Wahid, ada beberapa cara untuk mencegah banjir Demak terulang di masa mendatang. “Utamanya adalah perbaikan sistem drainase, pengelolaan sampah, pertimbangan pembangunan berkelanjutan, dan upaya penghijauan,” jelas Wahid. Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan ini harus menjadi komitmen utama para pemangku kebijakan dan juga masyarakat.

“Saat lingkungan dikelola dengan baik dan memperhatikan aspek keberlanjutan, maka bencana seperti banjir, tanah longsor, erosi, bahkan hingga kekeringan, sangat dapat dikurangi,” kata Wahid. "Pemerintah dan masyarakat harus berkolaborasi untuk mewujudkan upaya penanggulangan agar bencana seperti banjir tidak terus terjadi." 

Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus