Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan Transformasi untuk Keadilan Indonesia atau TuK Indonesia mengungkapkan bahwa bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbukti mendanai perusahaan yang terafiliasi dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari 10 bank teratas yang mendanai korporasi yang terafiliasi dengan karhutla ini, bank-bank dari Indonesia mewakili bagian pendanaan terbesar dengan nilai mencapai USD 3 miliar. Pemberi pinjaman tunggal terbesar adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI)," ungkap Direktur Eksekutif TuK Indonesia Edi Sutrisno di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu 30 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil ini menyusul laporan investigasi TuK Indonesia terkait investasi dan pendanaan di balik 64 perusahaan tersangka pembakaran hutan. Edi menyebutkan bahwa 64 perusahaan yang telah disegel KLHK itu sebenarnya berada di bawah kendali 17 perusahaan induk.
"Perusahaan induk itu di antaranya Austindo, Batu Kawan, Cargill, DSN, Genting Group, Harita Group, LG International, Provident Agro, hingga Rajawali Group," ujar Edi.
Edi melanjutkan, dari hasil analisis keuangan diketahui 17 perusahaan tersebut telah menerima pinjaman korporasi dan fasilitas penjaminan setidaknya sekitar Rp 266 triliun sejak 2015. Pendanaan ini, kata Edi, berasal dari 156 induk investor yang menyediakan utang dan penjaminan. Sementara itu, ada pula 482 induk investor yang menyediakan obligasi dan menjadi pemegang saham dari perusahaan terafiliasi karhutla tersebut.
"Yang menarik, pendanaan terbesar berasal dari dalam negeri yaitu BRI dengan angka mencapai sekitar USD 1.722 juta. Artinya negara kita, BUMN ya karena BRI, memfasilitasi kerusakan lingkungan dan menyebabkan kerugian negara," ungkap Edi.
"Negara pasti jawabnya, 'nggak, niatnya nggak begitu'. Tapi faktanya, negara melalui bank BUMN memberikan dana kepada perusahaan yang kemudian melakukan pembakaran hutan," imbuhnya.
Selain BRI, Bank Negara Indonesia alias BNI juga masuk diposisi tiga teratas pemberi dana terbesar kepada perusahaan yang terafiliasi karhutla dengan nilai mencapai USD 1086 juta. "BNI ini bolak-balik menyatakan sebagai bank yang paling green. Tapi kalau dilihat lagi definisi green financing menurut BNI itu ialah membiayai industri hijau. Apa hijau itu? Sawit," ujar Edi.
Edi menyebutkan bahwa pada dasarnya ada tiga negara utama yang memberikan pendanaan berupa utang dan penjaminan kepada perusahaan-perusahaan yang terafiliasi karhutla ini. "Bank-bank dari Indonesia sebanyak 38 persen dari total pendanaan yakni setara dengan USD 3 miliar. Lalu ada bank-bank Tiongkok sebesar 34 persen atau setara dengan USD 2 miliar, serta bank-bank Malaysia sebanyak 21 persen atau setara dengan USD 1,9 miliar," lanjutnya.
Selain tiga negara tersebut, Edi menyebutkan bahwa perusahaan yang terafiliasi karhutla juga mendapatkan dana dari negara Singapura (11 persen) dan Jepang (6 persen).
Dengan demikian, Edi berpendapat bahwa penyandang dana, baik dari dalam maupun luar Indonesia, telah membahayakan kondisi hutan dan lingkungan Indonesia. "Hanya untuk mencari profit sebesar-besarnya, kemudian menyetorkan keuntungan tersebut kepada pemegang saham dan investor di negeri asalnya," tuturnya.
GALUH PUTRI RIYANTO