Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Lebak - Warga Badui Dalam yang tinggal di Kampung Cibeo, Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, berjalan kaki hingga ratusan kilometer untuk berburu tupai. Hewan yang biasa didapati di pohon kelapa itu dibutuhkan untuk dijadikan syarat upacara penanaman padi huma--padi di ladang, bukan sawah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami hari ini berencana memburu tupai ke wilayah Pandeglang," kata Asmin bersama temannya saat ditemui sedang melepas lelah sambil beristirahat di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak, Kamis 1 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perjalanan untuk memburu tupai dimulai sejak Rabu subuh dan diperkirakan mereka baru akan kembali ke Kampung Cibeo pada Senin pekan depan. Mereka menetapkan begitu karena jika pulang Selasa dilarang secara adat.
Menurut dia, dirinya bersama delapan orang itu berjalan kaki menempuh perjalanan sekitar 160 kilometer dan melakukan perburuan di wilayah pedalaman Pandeglang. Selama ini, wilayah hutan Pandeglang disebutnya masih banyak ditemukan populasi tupai dibandingkan di wilayah Lebak.
"Kami memburu tupai itu dengan jaring karena lebih aman daripada menangkap langsung pakai tangan," katanya sambil menjelaskan warga Badui Dalam dilarang bepergian kemanapun menggunakan kendaraan.
Asmin menerangkan, kewajiban memburu tupai dilakukan saat tiba waktu menanam padi huma secara serentak. Masyarakat Badui memang mengandalkan bercocok tanam di ladang dengan menanam padi, hortikultura, dan palawija.
"Kami sudah biasa jika melaksanakan gerakan tanam di ladang memburu tupai untuk dijadikan syarat upacara oleh "Puun" atau tokoh adat," kata Asmin menjelaskan.
Menurut Pulung, teman Asmin, masyarakat Badui Dalam memasuki masa tanam padi huma awal Oktober 2020 dan panen berlangsung enam bulan ke depan, tepatnya April 2021. Benih padi huma yang ditanam petani Badui Dalam adalah benih lokal dan bukan dari bantuan pemerintah.
Penanaman padi huma di kawasan Badui Dalam hingga kini juga hanya menggunakan pupuk organik dari sisa pembakaran rumput ilalang saat membuka ladang. "Produksi pertanian padi huma Badui Dalam itu benar-benar organik dan tidak pakai pupuk kimia," katanya.
Ketua adat yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jaro Saija, mengatakan saat ini masyarakat Badui Dalam dan Badui Luar mengandalkan ketahanan pangan keluarga dari hasil pertanian padi huma. Itu, kata dia, cukup untuk menghindari kerawanan pangan karena setiap panen disimpan di lumbung-lumbung pangan atau leuit.
Saat ini, ujarnya, ada 405 lumbung dan setiap lumbung dapat menampung gabah 4-5 ton. Karena itu, masyarakat Badui yang berpenduduk 11.620 jiwa, terdiri dari 5.870 laki-laki dan 5.570 perempuan, terpenuhi kebutuhan pangannya.
"Kami terus mengembangkan bercocok tanam padi huma untuk mempertahankan kemandirian pangan. Penanaman padi huma itu dilakukan setiap setahun sekali dengan masa panen selama enam bulan," kata dia.