Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta meminta wisatawan di pantai selatan mewaspadai bahaya arus balik alias rip current. Kepala Pelaksana BPBD Yogyakarta Noviar Rahmad menyebut arus terkonsentrasi yang mengalir kuat ke arah laut itu sering memakan korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Harus diketahui tanda-tandanya. Yang pertama apabila ombaknya tenang, itu yang berbahaya," ujarnya di Yogyakarta pada Rabu, 26 Maret 2025, dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Noviar, fenomena ini sering tidak disadari wisatawan karena muncul di area laut yang tampak tenang. Padahal, arus bawah itu justru dapat menyeret pengunjung ke tengah laut dalam waktu singkat.
Dia meminta pengunjung pantai, baik warga lokal Yogyakarta maupun wisatawan dari luar daerah, memakai jaket pelampung ketika berenang. Tim BPBD Yogyakarta menyiagakan total 328 personel di lokasi wisata, terutama di wilayah pantau selatan. Para petugas yang disebut ‘Satlinmas Rescue Istimewa’ ini akan bersiaga selama 24 jam penuh mulai 27 Maret hingga 7 April 2025.
"Dikhususkan untuk pengamanan objek wisata, terutama di wilayah pantai. Mulai dari Pantai Sadeng sampai Pantai Congot, serta Waduk Sermo dan kawasan Kaliurang,” ujar Noviar.
Bahaya Rip Current
Universitas Gadjah Mada (UGM) sempat beberapa kali meneliti fenomena Rip current pantai selatan. Dalam jurnal yang dipublikasikan UGM pada Oktober 2023 lalu, arus Rip current melewati jalur sempit yang mengalir kuat ke arah laut pada zona pecah. Arus ini juga melintasi gelombang pecah hingga ke lepas pantai.
Jurnal yang sama menyebut hampir 80 persen kasus penyelamatan yang ada di pantai berkaitan dengan Rip current. Meski sekilas tidak menyeramkan, perenang handal sekalipun bakal kesulitan lolos bila telanjur terperangkap dalam arus kuat tersebut. Ketika diukur, kecepatan arus balik itu ternyata bisa mencapai 1 hingga 2 meter per detik, serta mampu melebar hingga 61- 762 meter.
Wayan Nurjaya, dosen dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, menyebut Rip current sebagai arus rabak yang sering membawa perenang menjauhi area pantai. Arus rabak, dia meneruskan, cenderung terbentuk di sekitar gelombang pecah, terutama di pantai dengan gundukan pasir maupun di dekat dermaga.
Dosen yang juga mendalami teknologi kelautan ini menyebut Rip current juga datang dari interaksi gelombang ketika memasuki pantai. “Air menumpuk di antara gelombang yang pecah di pantai,” kata Wayan.
Irsyan Hasyim berkontribusi dalam penulisan artikel ini.