Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu atlet terbaik dalam sejarah olaharaga Indonesia, mantan sprinter Purnomo Muhammad Yudhi, telah pergi. Ia meninggal dunia dalam usia 56 tahun di Rumah Sakit Pondok Indah, Bintaro, Tangerang Selatan, Jumat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut sejumlah cerita tentang sosoknya dan hari-hari terakhirnya:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Penyakit yang dideritanya
Purnomo menderita kanker kelenjar getah bening. Ia pernah menjalani kemoterapi karena terkena kanker kelenjar getah bening sejak 2015. Kanker itu sempat sembuh, tapi kembali muncul pada 2017.
Gian Asiara, putra sulungnya, mengatakan, sepekan terakhir Purnomo dirawat di RSPI Bintaro, setelah sejak awal tahun kondisi kesehatannya mulai menurun kembali kendati sudah lima kali menjalani kemoterapi termasuk sekali di Singapura.Atlet lari Indonesia, Purnomo. Dok.TEMPO/Dipo P. Raharto
2. Kondisi hari terakhir dan keluarga yang ditinggalkan
Gian menuturkan sejak Kamis ayahnya sudah dua kali dirujuk ke ruang perawatan intensif, namun akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada Jumat, pukul 9.45 WIB. "Kata dokter, kemauan almarhum untuk hidup terlalu besar," kata Gian saat ditemui di rumah duka Purnomo di komplek Discovery Lumina, bilangan Bintaro Sektor VII, Tangerang Selatan. "Jadi detakannya melawan terus, tapi badannya sudah tidak kuat."
Kegigihan yang sama juga sempat diperlihatkan Purnomo yang memaksakan diri turut hadir menyaksikan putra sulungnya melakukan prosesi lamaran sekira tiga pekan silam, kendati harus dibantu dengan sokongan penghilang rasa sakit. Gian juga mengingat Purnomo sebagai sosok yang selalu memotivasi siapapun lawan bicaranya.
"Hidupnya selalu memotivasi. Dalam kesempatan apapun," kata Gian. "Saya, ketiga adik saya, teman-teman kami selalu kebagian motivasi dari Papah."
Purnomo wafat meninggalkan seorang istri Endang Irmastiwi beserta empat putra yakni Gian Asiara, Praditya Ramadhan, Juan Prima Bara dan Hanggara Adiputra.
Selanjutnya: Ada Ambisi Tak Kesampaian
3. Ambisi yang tak kesampaian
Menjelang berpulang, Purnomo sempat menyampaikan harapan-harapannya, yang akhirnya tak kesampaian, kepada orang dekatnya dan sahabatnya. Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Tuti Merdiko termasuk yang intens biara dengan legenda atletik Indonesia itu. "Dia pernah menyampaikan pesan singkat kepada saya, 'Mbak, aku mau sehat. Kalau bisa jadi menteri olahraga. Aku mau perjuangkan nasib olahragawan Indonesia'. Itu dikirimkan sekira sebulan lalu," katanya, Jumat.
Mantan atlet yang sukses menembus putaran semifinal lari 100 meter putra dalam Olimpiade Los Angeles 1984 itu, menurut Tuti, selalu bertanya tentang kondisi para atlet Indonesia, bukan hanya atlet atletik. "Dia ingin memperjuangkan nasib para atlet tidak hanya ketika mereka masih aktif membawa nama Indonesia melainkan juga setelah pensiun sebagai atlet," kata Tuti yang juga mantan atlet senam periode 1980-an itu.
purnomoPelari Purnomo Muhammad Yudhi. Dok.TEMPO/Ronald Agusta
Purnomo juga sempat ingin bertemu dengan Lalu Mohammad Zohri, sprinter muda Indonesia. Namun, Tuti belum sempat menunaikan harapan itu. "Zohri masih di Surabaya pada pekan lalu untuk mengikuti peringatan Hari Pers Nasional. Dia sempat meminta saya untuk mengajak Zohri jika datang membesuknya," ujar Tuti.
Selanjutnya: Prestasi dan Pesan untuk Atlet
4. Prestasi emas
Purnomo, yang lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 12 Juli 1962, pernah mengharumkan nama Indonesia di beragam kejuaraan Asia dan dunia. Pada 1984 di Olimpiade Los Angeles, ia jadi wakil Asia pertama di semifinal 100 meter putra.
Kendati tak meraih medali ia saat itu mampu mematahkan rekor idolanya, Mohammad Sarengat, dengan catatan waktu 10,30 detik. Catatan inilah yang membuatnya dijuluki manusia terceptat di Asia. Rekor tersebut baru bisa dipecahkan Mardi Lestari di PON 1989 Jakarta dengan catatan waktu 10,20 detik.
Setahun sebelumnya, di Kejuaraan Dunia IAAF di Helsinki 1983, Purnomo juga jadi satu-satunya wakil Asia di final 100 meter putra. Ia finis di urutan keempat. Prestasi tertingginya diraih di Kejuaraan Atletik Asia 1985 di Jakarta. Saat itu ia merebut dua emas di nomor 100 dan 200 meter putra. Ia juga meraih perak di kejuaraan sama.
5. Pesan untuk Atlet Muda
Tuti Merdiko menyatakan Purnomo sangat perhatian pada para atlet penerusnya. Salah satu pesannya yang selalu diulang-ulang adalah untuk terus berjuang demi prestasi Indonesia. "Bukan berjuang untuk mendapatkan bonus. Penghargaan pasti akan datang jika atlet berjuang untuk prestasi," katanya.
Sebagai pribadi, Tuti juga menyebut Purnomo sebagai pribadi yang menyenangkan. "Purnomo adalah sosok yang ramah dan perhatian dia terhadap atlet dan mantan atlet luar biasa besar. Kami pernah bersama di jajaran Komite Olahraga Nasional Indonesia selain di PB PASI," kata mantan atlet atletik itu.