Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bayi Alien Pencetak Rekor MotoGP

Marc Marquez memecahkan rekor juara dunia termuda di MotoGP. Bermodal jurus siku menempel aspal.

18 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka di speedometer digital RC213V yang dipacu Marc Marquez masih anteng di atas 100 kilometer per jam ketika pembalap asal Spanyol itu merebahkan sepeda motornya di salah satu tikungan di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Ahad pekan lalu.

Biasanya pembalap akan menurunkan persneling sebelum melibas tikungan untuk mendapatkan efek engine break—pengereman dengan memanfaatkan kekuatan mesin. Setelah itu, baru menekuk sepeda motornya hingga mencapai sudut kemiringan 63-64 derajat.

Tapi Marquez melibas tikungan tanpa menurunkan persneling. Lebih mengherankan lagi, ia merebahkan sepeda motornya lebih rendah daripada pembalap lain, hingga sikunya menempel di aspal! Juara dunia MotoGP tujuh kali asal Italia, Valentino Rossi, yang beberapa kali membuntuti Marquez musim ini, menilai, "Gaya balapnya sungguh aneh."

Rossi tahu persis, Marquez tidak melakukannya untuk gaya-gayaan. Teknik menikung dengan persneling tinggi membuat sepeda motor Marquez meluncur lebih cepat karena tak terjadi efek engine break. Dengan teknik ini, putaran mesin tetap terjaga sehingga Marquez bisa lebih cepat membetot gas setelah melibas tikungan—karena tak harus mengoper gigi lagi. Dan menempelkan siku ke aspal adalah cara agar sepeda motor bisa rebah semiring mungkin. Teknik ini membuat RC213V tunggangan Marquez "lengket" di sisi dalam tikungan.

Dengan tingkat kemiringan yang ekstrem, bahkan hingga sikunya menyentuh aspal, Marquez bisa lebih mulus melahap tikungan sehingga bisa lebih cepat menegakkan sepeda motornya lagi sebelum tikungan habis. Menegakkan sepeda motor perlu dilakukan sesegera mungkin agar bisa kembali mendapatkan traksi maksimum. Tak mengherankan jika Marquez sudah melejit ketika pembalap lain masih memiringkan sepeda motor di aspal.

Teknik menikung lebih rendah dan menegakkan sepeda motor lebih cepat—sambil menjaga putaran mesin tetap tinggi—yang diperagakan Marquez membuat Rossi mengacungkan dua jempol.

"Marc memiliki gaya balap yang agresif, sementara gaya saya dan (Jorge) Lorenzo lebih klasik. Teknik menikungnya membuat Marc menciptakan race line (jalur balap yang biasanya tersedia di setiap sirkuit) sendiri," kata Rossi.

Rossi pun secara jembar mengakui gaya balap Marquez lebih canggih darinya. "Teknik yang ditunjukkan Marquez itu versi yang sudah upgrade. Mungkin dia model terbaru dari gaya balap saya."

Jurus melibas tikungan dengan siku menempel di aspal sejatinya bukan gaya baru. Pembalap asal Amerika Serikat, Kevin Schwantz, pernah melakukannya pada 1990-an. Dia ketika itu membuat orang terbelalak saat melihat sikunya terseret di atas aspal. "Saya masih ingat saat pertama kali melakukannya. Itu sangat mengerikan," ujar Schwantz. "Tapi dia (Marquez) lebih gila daripada saya."

Saat itu, dengan teknik siku menyentuh aspalnya, Schwantz berhasil menggondol gelar juara dunia kelas 500 cc pada 1993. Generasi berikutnya yang mewarisi jurus siku ini adalah Casey Stoner dan Ben Spies.

Namun, dibanding dua pembalap itu, Marquez jauh lebih agresif. Ini diakui rival utamanya dari tim Yamaha Factory Racing, Jorge Lorenzo. "Perbedaan antara Stoner dan Marquez adalah Marc tidak pernah menyerah," kata Lorenzo. "Saya selalu waswas setiap kali di depannya."

Baby Alien—julukan Marquez—sendiri mengatakan tak mempelajari secara khusus teknik menempelkan siku ke aspal. "Saya tidak tahu," ujarnya. "Saya hanya menyukai setiap kali siku saya menyentuh aspal karena itu membuat saya menikung lebih rendah."

Jurus siku di atas aspal itu bukan tanpa risiko. Menikung dengan persneling tinggi dengan kemiringan ekstrem bisa berakibat fatal: terseret sepeda motor hingga ke luar lintasan. Dengan teknik ini, sudah sepuluh kali Marquez jatuh terpental. Mengendalikan sepeda motor yang bobotnya hampir tiga kali lipat dari berat tubuh bukan perkara mudah. Apalagi jika sepeda motor tersebut melaju hingga 100 kilometer per jam di tikungan.

Sedikit saja telat melepas gas atau terlalu dalam menekan rem atau telat menggeser tubuh, sepeda motor bisa oleng. Teknik ini membutuhkan keseimbangan, penguasaan, serta—ini yang mulai jarang terlihat di MotoGP—kenekatan.

Tak mengherankan jika Marquez sering menyenggol pembalap lain. Ia, misalnya, menyenggol rekan setimnya, Daniel ­Pedrosa, pada balapan di Aragon, 4 Oktober 2013. Senggolan ini membuat Pedrosa terlempar dari sepeda motornya. "Ia merusak sensor kontrol traksi," kata Pedrosa.

Dua pekan kemudian, giliran Lorenzo disenggol di Phillip Island. Seusai balapan, meski tak sampai jatuh, Lorenzo pun meringis. "Dia terlalu agresif. Ini tidak baik bagi dia sendiri dan bagi pembalap lain."

Lorenzo mengingatkan Marquez akan tragedi yang menimpa Marco Simoncelli, pembalap asal Italia yang meninggal setelah jatuh di Sirkuit Sepang, 23 Oktober 2011. Kritik juga disampaikan Livio Suppo, bos Marquez di tim Repsol Honda. Suppo berang melihat Marquez terlalu pecicilan di sirkuit. "Kami memintanya mengubah gaya balapnya karena tidak ingin insiden Pedrosa terulang."

Marquez pun menemui Suppo. Keduanya berbicara empat mata. Namun ia ternyata tak menggubris saran Suppo. "Semua komentar ini tak akan mempenga­ruhi gaya balap saya."

Keputusan Marquez tetap memainkan jurus siku di atas aspal disambut tepuk tangan media. Sebab, setelah Simoncelli tewas, Stoner mengundurkan diri, dan Rossi terpuruk di "papan tengah", MotoGP terasa membosankan.

Tak ada aksi nekat yang mengejutkan ala Simoncelli. Juga tak ada lagi kegilaan ala Stoner, yang nekat menyalip lawan dari celah sempit di sisi dalam tikungan. Tanpa keduanya, MotoGP seperti laga sepak bola tanpa gol!

"Setelah kepergian keduanya, MotoGP kehilangan daya tarik sehingga membutuhkan seorang pembalap yang bisa membuat balapan terasa lebih punya gereget," tulis harian Bleacher Report. "Marc adalah orangnya!" Bleacher Report menilai, meski nekat seperti Simoncelli, Marquez memiliki kalkulasi yang terinci ala Stoner. Meski penuh perhitungan ala Stoner, ia juga memiliki kenekatan ala Simoncelli.

Marquez adalah gabungan keduanya. Selain itu, filosofi Marquez mirip Rossi, yang tak cuma mengejar kemenangan, tapi juga menyajikan balapan atraktif yang seru dan menghibur.

Keputusan Marquez tak mengubah gaya balapnya berbuah manis. Ahad pekan lalu, setelah mencapai finis di belakang Lorenzo dan Pedrosa di Sirkuit Ricardo Tormo, ia menahbiskan diri sebagai juara dunia MotoGP 2013. Meski ia finis di urutan ketiga, total poinnya mengung­guli Lorenzo dan Pedrosa. Marquez mengoleksi 334 poin setelah 16 kali naik podium—enam di antaranya podium pertama—dari 18 seri balapan musim ini.

Tak sekadar menyabet gelar juara dunia, Marquez menorehkan sejarah baru dalam dunia MotoGP: menjadi juara dunia termuda sejak adu jet balap roda dua ini digelar. Rekor tersebut sebelumnya dipegang Freddie Spencer, yang meraih gelar juara dunia 1983 di kelas 500 cc ketika berumur 21 tahun 258 hari. Marquez mencetaknya pada usia 20 tahun 266 hari.

Marquez memang luar biasa. Sebab, rekor tersebut ia cetak di musim pertamanya. Hanya Kenny Roberts—pembalap yang memperkenalkan gaya menyeret lutut di atas aspal—yang melakukan prestasi serupa, pada 1978.

Tak mengherankan jika Marquez kemudian juga dinobatkan sebagai rookie—pendatang baru— terbaik musim ini. "Saya tak bisa berkata-kata karena kemenangan ini melampaui mimpi saya," ujarnya.

Dwi Riyanto Agustiar (MotoGP, Cycle World, Motorsport Magazine)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus