Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Dari cawe-cawe sampai dana

Tanggapan TD Pardede atas pindahnya pemain Pardede Tex, hery kiswanto ke ums '80 dan masalah transfer para pemain. (or)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAGAL merebut tiket ke Olimpiade Los Angeles, A. Wenas, manajer tim kesebelasan nasional ke babak penyisihan kejuaraan itu, pada hari-hari belakangan ini semakin murung. Bukan saja karena sebagian besar pemain tim PSSI yang menduduki posisi juru kunci itu berasal dari klubnya, Niac Mitra. Juga karena ternyata, setelah peristiwa pahit itu, beberapa anak asuhannya pindah ke klub lain, hanya sepekan menjelang kompetisi Liga Sepak Bola Utama (Galatama) dimulai lagi, Rabu pekan ini. Beberapa klub Galatama memang pesimistis menghadapi kompetisl yang akan berlangsung untuk keempat kalinya itu. Niac Mitra, juara dua kali berturut-turut, termasuk di antara yang menurunkan targetnya dalam kejuaraan yang akan diikuti 18 klub itu. "Dalam kompetisi sekarang, Niac tidak akan membebani pemainnya untuk jadi juara Liga," kata Ibnu Rasyid, humas klub dari Surabaya itu. "Ya, paling tidak masih masuk 4 besarlah." Ditinggal David Lee dan Fandi Ahmad, dua pemain asing dari Singapura, selesai menjadi juara Liga, Mei lalu, dan kini disusul Joko Malis dan Rudy Kelces, Niac kini memang bukan Niac yang dulu lagi. Pasti akan tidak mudah bagi klub pimpinan Wenas itu buat unjuk gigi pada kompetisi yang putaran pertamanya akan berlangsung serentak pekan ini di delapan kota besar. Perpindahan pemain Galatama dari satu klub ke klub lain memang bukan barang baru. Bagi Niac sendiri, perpindahan pemainnya kali ini bukan yang pertama. Sebelumnya, Riono Asnan pindah ke Tunas Inti dan Ketip Suripno ke Tempo Utama. Apakah yang mereka cari di klubnya yang baru itu ? Banyak di antaranya yang memberi alasan untuk mencari suasana baru karena bosan di klubnya yang lama. Tapi, akhirnya, toh faktor duit di kalangan pemain klub semiprofesional itu tetap menjadi tujuan pokok. "Selain untuk pengalaman dan kebanggaan, bayarannya yang tinggi sangat menarik," kata®MDUL¯ ®MDNM¯Joko Malis tentang klub barunya, Yanita Utama dari Bogor. Joko, seperti kebanyakan pemain Niac yang lain, memperoleh Rp 250 ribu sebulan, selain bonus dan beberapa fasilltas, misalnya perumahan. Tapi, di Yanita, klub yang dilatih bekas pemain nasional, Abdul Kadir, memperoleh gaji Rp 500 ribu sebulan, di luar bonus dan fasilitas lain. Rudy Kelces -yang pindah ke klub yang sama, dengan tugas membantu Sofyan Hadi sebagai salah seorang pelatih- honornya bahkan Rp 600 ribu. "Honornya selangit," kata Rudy, yang tahun lalu masih menerima honor®MDUL¯ ®MDNM¯Rp 150 ribu. Klub yang juga ditinggalkan pemainnya menjelang kompetisi Galatama mendatang adalah Pardedetex dari Medan. Hery Kiswanto, pemain andalan klub yang diasuh®MDUL¯ ®MDNM¯Pengusaha TD Pardede itu, diincar beberapa klub, seperti Yanita dan UMS '80. Tapi Hery sendirl memberi alasan karena istri dan anaknya tidak betah tinggal di Medan. Hanya®MDUL¯ ®MDNM¯dalam setahun dari empat tahun kontraknya dengan Pardedetex dia tinggal bersama keluarganya. Setelah itu istrinya mudik ke Ciamis. "Pernah anak saya panggil Om karena®MDUL¯ ®MDNM¯saya sering lama tak ketemu," kata Hery. Namun, bagi TD Pardede, kasus Hery Kiswanto tetap dianggap ada hubungan dengan bisnis bola yang tidak sehat. "Mereka mau mencomot pemain saya begitu saja," katanya sambil menuduh UMS '80 dan Yanita Utama sebagai "perampok". Pardede memang kesal. "Klub yang mau mengambil Hery Kiswanto harus membayar kepada kami. Pemain itu tak pernah dikenal sebelumnya, kami bina tiga tahun. Perusahaan saya sudah punya investasi terhadap dirinya. Lalu begitu saja mau diambil? Huh, enak betul. Harus dibayar," katanya. Dan Pardede pun pekan lalu mengancam akan membubarkan klubnya. "Saya tidak main®MDUL¯-®MDNM¯main," katanya lagi. Kekesalan Pardede tampaknya bukan semata-mata karena akan ditinggal pemain tangguhnya. Kedongkolan lebih banyak ditujukan kepada PSSI sendiri, yang dianggapnya belum punya peraturan yang lengkap. "Betul, kini Galatama sudah masuk jadi anggota PSSI. Tapi peraturan transfer belum ada," katanya. BOS Pardedetex itu juga menuduh sebaian klub Galatama sok kaya, dan sok duit. Pardedetex tak kuat duitnya, lalu pemainnya dirayu dengan duit besar. "Ini soal bisnis. Tapi yang terjadi sekarang adalah bisnis tidak berbudaya," katanya. Ini pula yang menurut Pardede membuat pemain Galatama menjadi mata duitan, sehingga mencelakakan tim nasional karena sudah tidak ada lagi idealisme dan fanatisme. "Mereka main ogah-ogahan. Pokoknya, yang menjadi sasaran adalah duit," kata Pardede. "Galatama ini tanggung-tanggung. Profesional tidak, amatir pun tidak." Tentu tidak semua tuduhan Pardede itu benar. Paling tidak, dalam hal perpindahan pemain Niac Mitra itu, misalnya, selain sepengetahuan Wenas, Yanita Utama juga membayar uang transfer Rp 10 juta untuk Joko Malis dan Rudy Kelces "Saya datang dengan salam, dan saya pergi dengan salam juga," kata Rudy. Bagi Niac sendiri, lepas dari akibatnya yang pahit, pindahnya kedua pemain itu tak menimbulkan soal. "Siapa yang mau dengan besarnya bayaran kami isa tetap tinggai di Niac. Tapi, kalau itu dianggap kurang, boleh keluar," kata Ibnu Rasyid. "Bahkan bila kontrak belum selesai, tapi sudah mau pindah, silakan, asal cara yang ditempuh baik." Dan bagi PSSI, tampaknya kasus yang menyangkut kedua klub itu bisa dijadikan bahan masukan untuk perbaikan di masa datang. Lebih-lebih, setelah dalam kongres PSSI bulan lalu, Galatama resmi diakui sebagai anggotanya. Siapa tahu apa yang dibilang Pardede, tokoh bola yang turut merintis Galatama, itu ada betulnya. Sebab, soal uang dan fasilitas yang berlebihan di klub-klub Galatama disebut-sebut juga oleh Basri, pelatih Niac Mitra dan juga pelatih tim pra®MDUL¯-®MDNM¯Olimpiade, sebagai salah satu penyebab kegagalan PSSI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus