BERTANDING sebanyak delapan kali dengan hasil tiga kali seri dan
selebihnya kalah dalam babak penyisihan Olimpiade grup III
Asia-Oceania, tim pra-Olimpiade PSSI cuma menjadi juru kunci.
Padahal, mulanya, banyak yang berharap tim itu -yang pemainnya
sebagian besar diambil dari Niac Mitra, juara Galatama, dengan
pelatih dari klub yang sama- mampu lolos dari babak penyisihan
itu.
Namun, ketika dilindas India 4-0, setelah seri melawan tim kuat
Arab Saudi dan Malaysia -dua kesebelasan yang akhirnya berhak
mewakili grup III ke babak penyisihan berikutnya- cemooh mulai
membanjir ke alamat tim yang dipersiapkan cuma dua bulan itu.
Lebih-]ebih setelah kekalahan dalam pertandingan-pertandingan
berikutnya.
Yang sangar kecewa tentu saja Mohamad®MDUL¯ ®MDNM¯Basri, pelatihnya.
"Saya memang telah agal," katanya kepada Widi Yarmanto dari
TEMPO, Senin pekan ini. Bekas pemain nasional asuhan pelatih
terkenal Tony®MDUL¯ ®MDNM¯Pogacnih itu tampak letih. "Akhir-akhir
ini saya tidak bisa tidur, dan tak berani tidur sendirian. Ini
belum pernah terjadi sebelumnya," kata®MDUL¯ ®MDNM¯Basri lagi.
Berikut ini beberapa petikan wawancara dengan pelatih berumur 41
tahun itu tentang kegagalannya menangani kesebelasan nasional:
Tentang sebab-sebab kekalahan.
Pemain kita tidak memiliki daya tahan untuk bermain dalam
turnamen panjang. Selesai suatu pertandingan, selalu ada pemain
yang cedera. Itulah yang memaksa saya melakukan perubahan
susunan pemain pada setiap pertandingan berikutnya.
Daya tangkap pemain juga kurang dalam mengikuti instruksi
pelatih. Pola permainan yang telah diajarkan tidak berjalan sama
sekali. Tapi mereka selalu gugup kalau menghadapi lawan yang
kuat. Mereka memang tidak punya leader. Dan saya tidak bisa
berteriak terus menerus dari pinggir lapangan.
Tentang alasan fasilitas dan bonus yang berlebihan
Banyak pemain sudah terlalu dimanja oleh klubnya. Hampir semua
pemain yang berasal dari Galatama itu selalu dirangsang
bonus-bonus yang besar. Menerima latihan berat sedikit saja
sudah mengeluh. Yang capek-lah, yang sakit-lah.
Saya kira pemain sekarang terlalu cepat menjadi pemain nasional.
Motivasi pemain untuk menyandang Garuda di dadanya, lain jika
dibandingkan mereka main untuk klubnya. Padahal, fasilitas yang
diberikan untuk®MDUL¯ ®MDNM¯tim pra-Olimpiade nasional itu adalah
vang terbaik selama ini yang pernah diberikan. Tapi hasilnya
yang terburuk dalam sejarah prestasi sepak bola.
Tentang manajer tim.
Seorang manajer tim harus benar-benar orang yang mengerti bola,
sehinga bisa bekerja sama dengan pelatih. Saya tak bisa berbuat
apa-apa bila ada campur tangan orang luar. Seperti Wenas ketika
campur tanan dalam melatih pemain. Padahal, saya sudah minta
agar dia istirahat saja. Soal beda pendapat sebenarnya bukan
masalah bagi saya. Tapi manusia ada batasnya.
Tentang rencananya mendatang.
Karena sudah bekerja di Niac 7 tahun lebih, sudah sewajarnya
saya mengembangkan ide di tempat lain. Mungkin di tempat lain
ide saya lebih berkembang. Lagi pula saya sudah punya sebuah
perusahaan kontraktor, bekerja sama dengan seorang teman di
Surabaya. Selama ini, saya belum bisa aktif karena kesibukan di
sepak bola. Meman sudah ada tawaran dari klub-klub lain. Bahkan
dengan Yanita Utama sudah hampir gol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini