Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ia Juara. Ia Penganggur

Herry maitimu meraih emas. suksesnya tim indonesia merah berkat persiapan petinju asal maluku yang cukup baik.

16 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DULU Harry Maitimu dalam turnamen tinju internasional selalu kesandung sial. Ia tak pernah jadi juara. Terakhir dalam SEA Games X, ia hanya meraih medali perunggu. Tapi pekan lalu peruntungannya tak jelek. Di Istora Senayan, ia berhasil menyabet medali emas turnamen Piala Presiden III. Di final, ia menundukkan Ronny Sarimolle, lawan sebangsa, dengan keunggulan angka. Ini merupakan kemenangannya keenam atas lawan yang sama sejak 1976. Melawan musuh dalam negeri, Maitimu, 23 tahun, memang tanpa tanding. Gelar juara nasional tak pernah lepas dari tangannya dalam 5 tahun ini. Ia mengutarakan suksesnya itu banyak ditopang oleh Teddy van Room, pelatihnya. "Ia masih perlu digembleng lebih baik lagi," ujar van Room. Ia menginginkan Maitimu nantinya mampu bertanding seperti petinju Eropa -- menguasai teknik secara sempurna, juga hebat dalam tenaga. Dalam soal stamina, demikian van Room, rata-rata petinju Indonesia masih kalah dibandingkan atlet Muangthai maupun Korea Selatan. Mengapa? "Petinju Indonesia belum bisa berkonsentrasi penuh dalam latihan," lanjutnya. van Room mengemukakan hambatannya terletak pada faktor ekonomi para petinju. "Padahal untuk peningkatan stamina dibutuhkan makanan bergizi serta latihan yang teratur." Maitimu membenarkan sinyalemen itu. Ia, katanya hari-hari cuma makan nasi serta ikan saja. "Baru kalau masuk pelatnas ada ekstra daging, telur, serta sayur-sayuran." Ia adalah putra keempat dari 8 bersaudara dalam keluarga Mayor (Pol) Tjak Maitimu. Di Ambon, tempat ia dilahirkan dan tinggal, ia bertanding sekali dalam 3 bulan. Dan tiap minggu ia berlatih dua sampai tiga kali masing-masing selama 4 jam. Untuk menghadapi turnamen Piala Presiden III, pemusatan latihan dimasukinya sejak 4 Januari. "Saya memang dipersiapkan untuk menjadi juara," katanya. Ia bersama 8 petinju yang tergabung dalam tim Indonesia Merah digembleng di Ambon. Kehidupannya di luar ring ternyata tak semenonjol prestasinya. "Saya menganggur," kata juara ini yang cuma menamatkan SMP. Ia pernah mendapat Tabanas sebesar Rp 100.000 dari Pemda Maluku setelah terpilih sebagai Petinju Terbaik dalam turnamen Piala Presiden 11, 1979. Tahun ini ia termasuk daftar atlet yang mendapat beasiswa Supersemar sebesar Rp 15.000 per bulan. Tapi ia belum tergoda untuk menjadi petinju bayaran. "Kalau saya masuk prof malah mungkin itu akan menghambat karir saya," katanya. Ia juga tak ingin hijrah ke Jakarta seperti umumnya petinju daerah. Alasannya, ia punya pengalaman 'jelek' sewaktu mengikuti persiapan SEA Games X. "Cara latihan di Jakarta ternyata tak seperti di Ambon," sela van Room. Dari tim Indonesia Merah ternyata tak hanya Maitimu yang meraih sukses. Elly Pikal, 20 tahun, pelajar STM di Ambon, merenggut medali emas kedua bagi Indonesia Merah dengan mengalahkan Gamal Kommi dari Mesir. "Elly sebenarnya sudah lebih duluan bertinju dari saya," kata Maitimu. "Cuma dia sempat menghilang." Baru pertama kali ini Pikal tampil di arena internasional. Sukses dari kedua petinju asuhan van Room ini sekaligus menempatkan tim Indonesia Merah sebagai juara umum. Perhitungannya didasarkan dari sistem angka yang dikeluarkan Amateur International Boxig Association (AIBA). Setiap juara mendapatkan angka kemenangan dari penampilannya mulai dari babak penyisihan sampai ke final. Maitimu mengumpulkan nilai 6 dan Pikal 7. Saingan Indonesia Merah adalah tim Korea Selatan A. Mereka juga dapat dua medali emas, tapi kalah dalam pengumpulan angka. Kalau saja Korea Selatan tidak menempatkan Hwang Chul Soon, yang terpilih sebagai Petinju Terbaik, dalam tim B, maka mereka mutlak jadi juara umum, secara keseluruhan berhasil memboyong 3 medali emas. Yang menarik dari 34 petinju Indonesia -- terbagi dalam 5 tim -- dalam Piala Presiden III adalah bahwa semua finalis putra Maluku. "Pak Maladi (bekas Menteri Olahraga, red) sudah lama meramalkannya," ungkapan Room. 'Juara-juara tinju akan keluar dari Maluku . . . Pemuda Ambon sudah terkenal tukang berkelahi. Tinggal tambah teknik sedikit." Tapi bahwa bertinju dimonopoli putra Maluku, John Mallesy, Komisi Teknik Pengda Pertina Jakarta, yang juga berasal dari Ambon, membantahnya. Ia menyebut bakat-bakat yang baik juga terdapat di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Timur, dan Irian Jaya. "Menonjolnya Maluku sekarang ini lantaran kegiatan di sana lebih teratur dibanding daerah lain," katanya. Dua finalis Indonesia lainnya adalah Wiem Gommies dan Charles Thomas. Keduanya adalah juara turnamen Piala Presiden terdahulu. Mallesy berpendapat bahwa kontingen Indonesia sebetulnya bisa meraih medali emas Piala Presiden III lebih banyak seandainya persiapan tidak hanya satu bulan. Dalam turnamen Piala Presiden I, Indonesia yang turun dengan satu regu saja berhasil memboyong 4 medali emas. Persiapannya waktu itu 4 bulan. Pada putaran kedua, Indonesia menampilkan 2 regu dan persiapannya memendek, cuma meraih satu medali emas atas nama Charles Thomas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus