SEJAK di bangku kelas 3 SD ia sudah berangan-angan menjadi
pemain catur. "Dulu, kakak selalu melarang untuk bermain catur,
karena saya perempuan," pengakuan Imasniti. Ia, juara catur
wanita Jakarta 1978, kini berusaha mempertahankan gelarnya.
G.E. Siahaan dari klub catur Kencana mulai mengasuhnya 4 musim
lalu. "Waktu itu, menulis notasi dan mengatur jam pun saya belum
bisa," kata Imasniti. "Apalagi istilah opening. Ia lahir di
Serang, Jawa Barat, dari lingkungan petani 30 tahun lalu.
Sejak di tangan Siahaan, bintangnya cepat bersinar. Tahun 1976,
ia masih di urutan ke-13 di antara 40 peserta Kejuaraan Catur
Wanita Jakarta. Dalam turnamen berikutnya ia meloncat 6 tingkat.
"Anak ini berbakat," komentar pengasuhnya.
Bacaan favoritnya -- Games of Bobby Fischer dan How To Beat
Bobby Fischer -- tidak jarang dijadikannya sarapan pagi. "Saya
belajar banyak dari sana," ujar Imasniti kepada Najib Salim dari
TEMPO.
Orang Timur
Mengikuti Kejuaraan Catur Wanita Nasional pertama di Yogyakarta
awal 1978, Imasniti menempati tangga ke-3, di bawah Haniek Maria
(Yogyakarta) dan Betty Pontoh (Jakarta). Dalam Turnamen Terbuka
Catur Wanita 1978 di Singapura, ia berhasil menduduki tempat
ke-2 setelah 'nyonya' rumah Chan Lai Fung, Master Internasional.
Lima peserta Indonesia lainnya -- Betty Pontoh, Lamria
Situmeang, T. Nurahmanti, Rista Perina, dan Widiyawati gagal
mengumpulkan nilai terbaik.
Sejak itu ketrampilan Imasniti mulai diperhitungkan lawan di
luar negeri. Enam bulan kemudian ia diundang kembali untuk
mengikuti Kejuaraan Catur Hari Natal di Singapura. Ia pulang
dengan gelar juara, dan sekaligus menebus kekalahan terdahulu
dari Chan Lai Fung.
"Imasniti sesungguhnya punya potensi untuk jadi Master
Internasional," puji Siahaan. "Dasar untuk menjadi pemain catur
yang baik dipunyainya. Ia tekun, sabar." Pembukaan favoritnya
adalah e-4 dan mempergunakan pertahanan Hindu.
Ketua Bidang Teknik Percasi, Dr. M.A. Wotulo juga melihat
kemungkinan itu. Satu-satunya keraguan adalah tentang
keberanian pemain wanita Indonesia mengikuti pertandingan
internasional sendirian. "Maklum, kita ini 'kan orang Timur,"
katanya.
"Jika kesempatan itu ada, saya berani berangkat sendirian,"
tantang Imasniti. Ia tampak sudah terbiasa, karena main catur,
pulang larut malam. Ia juga tak kuatir soal makanan, dan uang
cekak di negeri asing.
Sekalipun Imasniti sering bergulat di papan catur, ia mahir
juga di dapur. "Masak, saya masih bisa," ujarnya. Di rumah, ia
membantu kakak perempuannya. Imasniti saat ini masih sendirian,
dan menganggur.
Mulai 2 sampai 20 Juli, ketrampilan Imasniti diuji kembali di
arena Kejuaraan Catur Wanita Jakarta. Sampai pekan lalu,
Imasniti mengumpulkan 5 angka dari 13 pertandingan yang
direncanakan, termasuk kemenangan dari saingan beratnya, Betty
Pontoh. "Saya bertekad untuk jadi juara lagi," kata Imasniti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini