GADIS cilik itu melangkah dengan amat sulit. Gang kecil yang
sedang dilaluinya tampak lebih panjang dari semestinya, seakan
tak ada ujung. Ia semakin terpincang. Sebab satu di antara
kakinya seakan tak berdaya menampung tubuhnya yang ramping. Kaki
ini tidak lurus, bahkan tidak tumbuh dengan sempurna. Tapi sang
ibu yang menuntunnya dengan sabar, toh masih mempunyai harapan.
Gadis bersama ibunya itu sedang menuju rumah Ahmad Anwar, si
tukang sepatu khusus untuk penderita ortopedi. Di rumah kecil
beratap seng dalam gang itulah tinggal Ahmad Anwar. Rumah yang
dikontraknya itu nyaris menempel di pagar Sekolah Dasar Kartini,
kampung Kota Bambu Petamburan, kawasan Tanah Abang Jakarta --
dan banyak dicari orang cacat badaniah.
Sama seperti ibu yang menuntun gadis ciliknya itu. Rasa lega
menyelinapi hati mereka begitu Ahmad Anwar membaca "surat
pesanan" dari seorang dokter. Kaki si gadis cilik tadi
diperiksa. Diawasinya bagaimana letak kaki kalau berjalan.
Diukur. Sepotong grip dilekatkan ke betis si gadis. "Sifatnya
hanya membantu melempangkan dulu," ujar Ahmad. Dan dengan
beberapa kali bongkar pasang, nanti akan didapat kecocokan
ukuran sepatu dan bentuk grip-grip penolong. Mata si ibu bersmar
kegirangan, walau pun dia tahu gadis ciliknya tak mungkin
berlari-lari seperti gadis lain. Tetapi dengan sepatu model
Ahmad Anwar, seluruh proporsi tubuh akan banyak menolong
pertumbuhan tubuhnya.
Ahmad Anwar berasal dari Pekalongan. Ayahnya dulu tukang-sepatu
biasa. Tetapi hati Ahmad tidak pernah tergerak untuk membuka
toko seperti ayahnya. Sebelum 1960, dia bekerja pada seorang
Belanda yang mempunyai keahlian seperti dia miliki sekarang
membuat sepatu ortopedi. Tetapi si Belanda harus pindah ke
Australia ketika persoalan Irian Barat.
Ahmad kemudian bekerja sama dengan Haji Wahabi. Mulai saat itu,
dia menerima resep-resep dokter Ahli Bedah Ortopedi. Tahun 1969,
kompanyon Wahabi-Ahmad buyar. Ahmad pulang ke Pekalongan. Tapi
tak lama. Tahun berikutnya dia kembali ke Jakarta. Sejak saat
itu dia mulai mengkhususkan diri membuat sepatu ortopedi.
Kebetulan dokter Subiyakto (almarhum) yang memberikan pesanan
pertama kali padanya.
Pesanan ditulis di atas kertas resep. Terkadang dokter Subiyakto
menyertakan buku ortopedi yang penuh gambar letak-letak grip dan
model-model sepatu untuk segala macam cacat tubuh. Ahmad
mengkaji dengan sungguh hati dan jadilah dia seperti sekarang.
Kemudian semakin banyak dokter yang ingin memesan segala
keperluan ortopedi kepadanya. Tidak jarang pesanan itu tidak pas
menurut pendapa Ahmad. Maka dia harus membuat ukuran yang
memang cocok. Maklumlah mungkin yang mengukur kaki pasien
perawat, bukan dokter sendiri.
Namanya pun kian terkenal sehingga beberapa rumah sakit sudah
menjad langganannya. Hanya kejengkelannya sc ring timbul, karena
rumah sakit tersebut kemudian jadi tukang contek dari buatan
asli Ahmad Anwar. Sedangkan rumah sakit biasanya mempunyai
bengkel dan peralatan yang lebih komplit. "Tapi tak apalah,"
katanya. Dia tak takut disaingi.
Ingin Tinggi?
Ternyata, yang datang ke Ahmad Anwar bukan orang yang sakit
saja. Sebab bagi mereka yang bertubuh pendek, tetapi ingin
tampak tinggi, dapat ditolongnya. Yaitu dengan cara membuat
sepatu tinggi, tanpa tampak dari luar mempunyai hak sepatu yang
tinggi. Hanya dengan mengesol bagian dalam sepatu itu. Menurut
pengakuannya, aktor Bambang Irawan dulu pernah pesan sepatu
kepadanya. Kata Pak Ahmad: "Dulu, bintang film 'kan harus
tinggi."
Bahkan kaki yang buntungpun bisa didandaninya. Misalnya, seorang
pemuda, Mohamad Syahi (23 tahun) kakinya harus diamputasi akibat
kecelakaan mobil. Tanpa resep dokter dia langsung menemui Pak
Ahmad. Kaki diukur, dicari kayu yang kuat tetapi ringan. Tiap
ruas atau buku dari bagian kaki tersebut diberinya mur dan
berengsel sehingga bisa digerakkan. Kayu bagian atas yang
menghubungkan tulang di bawah lutut dilobangi untuk bisa pas
dengan tulang tersebut. Pada bagian jari, engsel dan mur bisa
gampang digerakkan dengan menarik salah satu tali yang terbuat
dari kulit. Warna kaki palsu pun dibuat senyawa dengan kaki
sungguhan, yaitu dengan ditutupi kain semacam terpal dan dicat
sewarna kulit. Walhasil, Syahi yang tadinya harus memakai kruk,
kini boleh berjalan seperti biasa.
Bahkan Syahi sudah sering duduk di belakang setir. Ketika akan
mengambil SIM A, polisi yang menguji tidak tahu bahwa sebuah
kakinya palsu. Baru setelah SIM A dikantonginya dia mengaku pada
polisi yang menguji. Si polisi kaget. "Ketrampilannya memang
mengagumkan," kata sang ayah. Sebab kalau sedang menyetir dan
harus mengerem tiba-tiba, kaki kirinyalah yang cepat-cepat
pindah ke pedal rem. Baru kalau keadaan normal kembali, kaki
palsu yang kaki kanan mahir sudah menginjak pedal rem. Syahi
sekarang bekerja sebagai supir taksi.
Korset Leher
Kaki palsu Syahi yang diberi tempelan terpal sudah mulai
mengelupas. Busa penahan kaki buntung yang tertumpu di kaki
palsu juga sudah aus dan pergelangan di dekat jari kaki sudah
payah. Tak bisa lagi digerakkan seperti layaknya kaki hidup.
Tapi kemudian karena suka rusak maka ketika suatu kali rusak
lagi tanpa fikir kaki itu dipermaknya sendiri. "Saya pantek
pakai kayu," katanya.
"Kalau ada rezeki sih tahun ini saya ganti," katanya. Dan dia
tidak akan kembali ke tempat Pak Ahmad lagi. Mengapa? Dia sudah
melihat kaki palsu di RS Fatmawati yang dari aluminium lebih
bagus dan lebih ringan.
Meski begitu, ia tak mengenyampingkan kaki palsu Pak Ahmad yang
bisa membuatnya berjalan. Pertama kali pakai kaki itu rasanya
memang berat. "Kayak dibebani sepuluh kilogram barang katanya.
Tapi sekarang sudah terasa ringan seperti 2 kg saja. Mula-mula
untuk melancarkan berjalan dengan kaki palsu ia butuh waktu 4
bulan dengan tongkat. Setahun kemudian, Syahi sudah berani
mencoba berjalan jauh.
Berapa ongkos membuat satu kaki sambungan? Ahmad Anwar hanya
mengambil ongkos Rp 60.000 saja. Untuk sepatu biasa Rp 12.500.
Di luar negeri, harga bisa 15 kali lebih murah. "Tetapi saya
nggak bisa kasih harga mahal-mahal," ujar Ahmad. Hanya satu
yang dikuatirkan orang tua yang kini berusia 56 tahun dan tidak
punya anak itu. Yaitu belum ada seorang pun dari saudaranya yang
sabar mau belajar mempunyai kepintaran seperti dia. "Siapa saja
deh, yang mau belajar asal tekun dan serius, saya kasih
pelajaran," ujarnya.
Bukan saja Ahmad Anwar akan memberi pelajaran membuat sepatu
atau kaki palsu. Dia juga membuat korset khusus untuk leher yang
tidak mau berhenti dari gerakan-gerakan yang melelahkan. Leher
telo kata orang Jakarta. Juga tangan palsu atau grip tangan
untuk tangan yang tidak mau lurus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini