Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak hal yang dikenang dari seorang Paolo Maldini, mulai dari duet tembok kokoh pertahanan AC Milan bersama Allesandro Nesta hingga perseteruan Maldini dengan kelompok suporter garis keras AC Milan, Curva Sud Milano.
Paolo Cesare Maldini atau yang akrab disebut Paolo Maldini merupakan salah satu legenda bagi AC Milan. Maldini lahir pada 26 Juni 1968 dan Maldini tumbuh di kota yang sangat ia cintai dalam hidupnya, Milan. Kehidupan Maldini memang tidak bisa dipisahkan dari sepakbola, ayahnya, Cesare Maldini, merupakan kapten AC Milan pada tahun 60-an dan berhasil memboyong trofi Liga Champions 1963 ke San Siro.
Bagi seorang Maldini, AC Milan adalah setengah hidupnya. Maldini menghabiskan waktunya bermain bola hanya bersama klub ini. Maldini sudah memperkuat Milan, sejak bersama AC Milan U-19 tahun 1985 hingga pensiun bersama AC Milan tahun 2009. Total Maldini menghabiskan waktu memperkuat Milan selama 24 tahun. Loyalitas dan dedikasi adalah sebuah kata yang tepat untuk menggambarkan seorang Maldini. Meskipun, di era kejayaannya sebagai seorang bek, banyak klub-klub lain yang meminatinya, tetapi ia tetap memilih bertahan bersama klub yang ia cintai, AC Milan.
Karir Maldini sebagai seorang benteng pertahanan menjadi inspirasi bagi banyak orang, salah satunya adalah Carles Puyol, bek tangguh yang memperkuat Barcelona. Saat itu, Puyol mengirimkan surat kepada Maldini yang mengungkapkan bahwa ia sangat terinspirasi oleh Maldini dan Puyol sangat kagum dengan kedisipilinan taktik yang ditunjukkan oleh Maldini. Selain itu, Sir Alex Ferguson, pernah mengungkapkan bahwa ia tidak pernah melihat celana Maldini kotor, padahal Maldini adalah seorang bek. Hal ini sangat menunjukkan bahwa Maldini merupakan bek yang mempunyai kedisiplinan tinggi dan bukan tipe bek yang senang menjegal.
Karir Maldini di AC Milan bisa dikatakan sangat mulus dan bergelimang trofi, mulai dari Scudetto Serie-A hingga trofi si kuping besar berhasil ia rengkuh. Namun, sepertinya dunia tidak menginginkan kesempurnaan menjadi milik Maldini karena ada satu trofi bergengsi yang belum pernah ia dapatkan, yaitu trofi piala dunia. Saat itu, Maldini sudah keburu pensiun dari Timnas Italia selepas gelaran Piala Dunia 2002, sesaat setelah Italia dipaksa pulang oleh sang tuan rumah, Korea Selatan.
Ironisnya, pada tahun 2006, Italia berhasil merengkuh juara piala dunia untuk keempat kalinya. Andai saja, saat itu Maldini tidak menolak ajakan Marcelo Lippi untuk memperkuat Timnas Italia, mungkin ia akan menjadi sebuah contoh kesempurnaan dalam sepak bola. Namun, sepertinya dunia ingin memberikan sedikit ‘noda’ pada karir Maldini yang sudah hampir sempurna.
Bagi sebagian penggemar AC Milan, membicarakan Maldini sebagai legenda AC Milan merupakan hal yang tabu dan sensitif. Apalagi, jika membicarakan Maldini kepada Curva Sud Milano. Curva Sud Milano menganggap bahwa Maldini adalah seorang yang arogan. Bagi Curva Sud Milano, Maldini tidak lebih besar dari seorang Franco Baresi, mantan kapten Milan. Ditelisik lebih jauh hubungan antara Maldini dengan Curva Sud Milano memang tidak akur sejak penunjukkan Maldini sebagai kapten AC Milan.
Tepatnya, di tahun 1997-1998, saat Maldini baru menjadi kapten AC Milan selama setengah musim, Curva Sud Milano membentangkan sebuah spanduk yang berisi “Kurangi Hollywood dan Perbanyak Kerja Keras” di depan rumah milik Maldini. Hollywood merupakan salah satu tempat hiburan malam di kota Milan.
Perseteruan Maldini dengan Curva Sud Milano berlanjut saat final Liga Champions 2005 di Istanbul. Saat itu, ada kabar yang beredar bahwa anggota Curva Sud Milano menjual tiket yang dimilikkinya kepada fans Liverpool dengan harga yang lebih mahal. Kabar ini terdengan oleh Maldini dan membuatnya geram terhadap Curva Sud Milano dan ia menganggap bahwa Curva Sud Milano merupakan sekelompok fans yang mata duitan. Maldini pun dihampiri oleh Curva Sud Milano di Bandara Malpensa dan ia menolak meminta maaf atas pernyataannya tersebut.
Perseteruan Maldini dengan supporter garis keras ini tidak berhenti di tahun 2005. Tahun 2007 saat AC milan akan berhadapan dengan Liverpool pada partai final Liga Champions 2007, sebagian anggota Curva Sud Milano memilikki masalah dengan aparat keamanan di Athena dan Maldini memilih untuk tidak ikut campur terhadap masalah tersebut dan memilih lepas tangan. Oleh karena itu, Curva Sud Milano memboikot beberapa pertandingan AC Milan selama musim 2007-2008.
Tahun 2009 adalah puncak perseteruan Curva Sud Milano dengan Paolo Maldini. Saat itu Maldini memainkan laga terakhirnya bersama AC Milan di San Siro. Selepas laga usai diadakan seremonial perpisahan dan penghormatan atas pengabdian Maldini terhadap AC Milan. Namun, Curva Sud Milano yang memang tidak senang dengan Maldini justru membentangkan sebuah jersey raksasa bertuliskan Franco Baresi. Seharusnya hari itu menjadi hari yang indah bagi Maldini, tetapi mungkin bagi sebagian pendukung Milan nama besar seorang Maldini tidak lebih besar dari seorang Franco Baresi.
EIBEN HEIZEIR
Baca: Positif Corona, Paolo Maldini Kabarkan Kondisinya Lewat Instagram
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini