Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Karena air dingin?

Dalam kejuaraan ini cuma dua rekor nasional yang tumbang, irfan arisgraha dari klub hiu surabaya berhasil memperbaiki 2 rekor nasional dan berhasil meraih 1 medali emas dari nomor 5o m gaya bebas.(or)

12 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERITA dari kolam renang mulai tidak menyenangkan. Dalam kejuaraan nasional antar klub terakhir di Malang cuma dua rekor nasional tumbang. "Saya memang tidak siap," kata perenang andalan, Nunung Selowati. "Sebelum ke sini jarang latihan." Tapi ada alasan lain yang menghambat prestasi. Banyak perenang mengeluh mengenai air di kolam renang di Malang pada 27-29 Desember itu terlalu dingin. Malang terletak pada ketinggian 415 m dari permukaan laut, dan dengan suhu sekitar 27 derajat Celcius -- 3 sampai 4 angka lebih rendah dari Jakarta. Bagi Irfan Arisgraha, 10 tahun, perenang dari klub Hiu, Surabaya, dingin itu tak menjadi persoalan. Ia berlomba dalam grup IV dan menjadi atlet satusatunya yang mempertajam dua rekor nasional. Ia memperbaiki prestasi nomor 50 m dan 100 m gaya dada, masing-masing dalam waktu 38,75 detik (rekor lama atas nama Rusli Susantyo 39,2 detik) dan 1 menit 25,96 detik (rekor lama di tangan Dede Imam Gustaman 1 menit 27,8 detik). "Irfan punya masa depan yang baik," komentar pelatihnya, Iskandar Suryaatmaja. Tak hanya 2 rekor nasional diperbaikinya. Ia juga menyabet satu medali emas lain dari nomor 50 m gaya bebas. Dari berbagai kejuaraan nasional sebelumnya, Irfan jarang pulang tanpa medali sejak ia terjun ke kolam tahun 1974. Di tingkat Asia Tenggara, pun pernah ia bisa diandalkan. Ia meraih medali perunggu untuk nomor 50 m dan 100 m gaya dada dalam kejuaraan regional 1979 di Kuala Lumpur. Bukan mustahil Irfan -- tinggi 145 cm dan berat 38 kg -- akan bisa lebih menonjol. Ia berlatih pagi-sore, masing-masing selama dua jam, sepanjang pekan. "Saya hanya bisa bermain kalau hari Minggu," ujarnya. Prestasinya di sekolah? Irfan, pelajar kelas IV SD Theresia, bukan kampiun di kelas, namun rapornya cukup baik. Menurut Ibu Arisgraha ada 4 buah angka 8 dalam laporan kwartal putranya, pertengahan tahun 1979. Dan "sampai sekarang ia tidak pernah tinggal kelas," lanjut sang ibu. Ia menambahkan bahwa Irfan, si sulung dari 3 bersaudara, di rumah sama sekali tidak diistimewakan. Di luar penampilan Irfan yang istimewa, hasil kejuaraan nasional antar klub 1979 itu umumnya tidak menggembirakan. Walaupun menyamai prestasi terbaik sendiri, agak susah bagi lebih 640 peserta lainnya. Kelemahan ini tampak menyolok terutama di kelompok senior. Soalnya? "Sekarang ini mana ada klub yang punya perenang senior," ujar Iskandar. "Ini akibat kurangnya perhatian kita semua. Kalau umurnya sudah seperti Naniek (23 tahun), dianggap dia tidak bisa lagi berprestasi." Peserta kelompok senior ini selain Naniek Juliati Suwaji adalah Maureen Latupapua di bagian putri, serta Yosef S. Hamid di kelompok putra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus